33.3 C
Jakarta

MUI Keluarkan Taujihat: Salat Jumat Dua Gelombang tidak Tepat di Indonesia

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Pelaksanaan ibadah salat Jumat pada era kehidupan normal baru (new normal life) menuntut adanya jaga jarak fisik sehingga mengurangi kapasitas dan daya tampung masjid sebagai tempat salat Jumat.

Beberapa pihak lantas mengeluarkan gagasan melaksanakan salat Jumat lebih dari sekali di dalam satu masjid agar mengakomodasi semua jemaah yang akan melaksanakan salat Jumat.

Setelah melalui kajian yang mendalam, MUI memandang bahwa solusi untuk masalah seperti ini adalah bukan dengan mendirikan salat Jumat secara bergelombang di satu tempat, namun dengan membuka kesempatan mendirikan salat Jumat di tempat-tempat lain yang memungkinkan seperti musala, aula, gedung olahraga, stadion, dan sejenisnya.

“Karena hal itu mempunyai argumen syariah (hujjah syar’iyyah) yang lebih kuat dan lebih membawa kemaslahatan bagi umat Islam,” ujar Wasekjen Fatwa MUI Pusat, KH. Sholahuddin Al Aiyub, Kamis (4/6/2020) di Jakarta.

“Sementara bagi jemaah yang datang terlambat dan tidak mendapat tempat di masjid serta tidak menemukan tempat salat Jumat yang lain, atau dalam kondisi adanya alasan yang dibenarkan syariah, maka wajib menggantinya dengan salat Zuhur, sebagaimana Fatwa MUI Nomor 5 Tahun 2020,” katanya.

Di antara isi fatwa tersebut, kata dia, pelaksanaan salat Jumat dua gelombang (lebih dari satu kali) di tempat yang sama pada waktu yang berbeda hukumnya tidak sah, walaupun terdapat uzur syar’i (alasan yang dibenarkan secara hukum).

Selanjutnya, fatwa tersebut menyebutkan bahwa orang Islam yang tidak dapat melaksanakan salat Jumat disebabkan suatu uzur syar’i maka diwajibkan melaksanakan salat Zuhur.

Disebutkannya, taujihad ini muncul karena fatwa tersebut masih relevan dan paling membawa maslahat untuk menjawab permasalahan yang muncul saat ini. Fatwa tersebut, memiliki pijakan dalil syariah yang lebih kuat untuk situasi dan kondisi di Indonesia. Fatwa itu, juga mengacu pada pendapat ulama
empat mazhab.

Selain itu, hukum asal dari salat Jumat adalah sekali saja dan hanya dilakukan di satu masjid di setiap kawasan serta dilakukan dengan segera tanpa menunda waktu.

“Dalam kondisi dharurah atau kebutuhan mendesak, misalnya jauhnya jarak antara tempat penduduk dan masjid atau menampungnya kapasitas masjid karena kepadatan penduduk di suatu wilayah, maka dalam kondisi seperti itu diperbolehkan mengadakan salat Jumat di lebih dari satu masjid,” katanya.

Dia menambahkan, para ulama dari zaman ke zaman tidak memilih opsi salat Jumat dua gelombang atau lebih di tempat yang sama, mereka sudah membolehkan salat Jumat di lebih dari satu masjid di satu kawasan bila ada keadaan yang mendesak seperti ini.
Kebolehan melaksanakan salat Jumat dua gelombang atau lebih di satu tempat yang sama, kata dia, tidak relevan diterapkan di Indonesia karena beberapa sebab.

Pertama, kata dia, pendapat tersebut didasarkan pada dalil syariah yang lemah dan menyelisihi pendapat mayoritas (jumhur) ulama.

Kedua, imbuh dia, kalaupun kebolehan tersebut terjadi di negara Eropa, Amerika, maupun Australia, tidak lantas bisa dijadikan dalil untuk juga diterapkan di Indonesia karena situasi dan kondisinya berbeda.

“Di negara-negara tersebut, umat Islam merupakan minoritas dan sangat sulit mendapatkan izin tempat untuk melaksanakan salat Jumat, serta tempat yang ada tidak bisa menampung jumlah jemaah, sehingga tidak ada alternatif lain bagi mereka selain mendirikan salat Jumat secara bergelombang di tempat yang sama,” katanya.

Apa yang terjadi di negara-negara luar negeri tersebut, tidak terjadi di Indonesia. Umat Islam di Indonesia mempunyai kebebasan mendirikan salat Jumat di tempat manapun yang memungkinkan didirikannya salat Jumat.

Selain alasan syar’i, pelaksanaan salat Jumat dua gelombang atau lebih di satu tempat juga berpotensi besar menimbulkan masalah prosedur kesehatan penanganan Covid-19.


“Untuk menunggu giliran salat Jumat gelombang berikutnya tidak ada tempat yang aman dan memadai untuk menunggu, justru berpeluang terjadinya kerumunan yang bertentangan dengan protokol kesehatan,” paparnya. (mui)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!