Raja Salman, Jokowi dan Islam
Oleh Usman Yatim
Berakhir sudah kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz al-Saud ke Indonesia. Kehadiran Raja Salman bukan saja disambut hangat pemerintah dan masyarakat tapi juga mendapat liputan luas media massa, termasuk juga ramai dibincangkan di media sosial. Lebih menarik lagi, kunjungan pelayan dua kota suci, Makkah Al Mukarramah dan Madinah Al Munawarah itu, juga banyak dikaitkan dengan isu yang sedang hangat di Indonesia, apakah itu politik, ekonomi, sosial budaya, terlebih lagi dalam kaitan kehidupan umat Islam.
“Terima kasih atas kunjungan Raja dan delegasi,” ucap Presiden Jokowi (Joko Widodo) sebagaimana disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Presiden Jokowi sekitar pukul 08.30 WIB atau 09.30 Wita (12/3/2017) di Bogor, melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Raja Salman untuk menyampaikan selamat jalan. Pesawat yang membawa Raja Salman dan rombongan meninggalkan Indonesia menuju Jepang melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali, Minggu, 12 Maret 2017, pukul 11.13 Wita. Kepala Negara Arab Saudi ini melakukan kunjungan kenegaraan 1-3 Maret 2017 di Bogor dan Jakarta. Sempat singgah beberapa jam di Brunei Darussalam, Raja Salman kemudian berlibur di Bali, 4 – 12 Maret 2017, tiga hari lebih lama dari jadwal semula.
Sambutan kunjungan Raja Salman terbilang luar biasa, baik oleh pemerintah maupun masyarakat Indonesia. Sikap yang ditunjukkan terhadap Raja Salman disebut-sebut berbeda sangat jauh bila dibanding pemimpin negara lainnya selama ini. Kedekatan hubungan masyarakat Indonesia, terutama umat Islam terasa dekat dengan Arab Saudi. Saat menuju Istana Bogor, masyarakat antusias menyaksikan iringan rombongan Raja Salman, biarpun hujan deras disertai petir menyelimuti kota Bogor. Para pelajar tetap semangat mengayun-ayunkan bendera Merah Putih dan bendera Arab Saudi. Presiden Jokowi pun sempat kehujanan saat menyambut Raja Salman. “Itu sesuatu yang sangat surprise bagi Beliau dan Beliau sangat menghargai betapa cintanya masyarakat Indonesia kepada Raja,” ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saefudin yang mendampingi Raja Salman dalam satu mobil dari Bandara Halim Jakarta ke Istana Bogor, Rabu (1/3/2017/Kompas.com).
Raja Salman menyampaikan apresiasi atas sambutan hangat yang diberikan pemerintah dan masyarakat Indonesia, serta merasakan kegembiraan selama dirinya dan rombongan berada Indonesia. “Raja berharap saling mengunjungi, baik pihak pemerintah dan swasta dari kedua negara dapat diintensifkan. Menurut Raja Salman, sebagai dua negera dengan ekonomi yang terbuka, tentunya akan lebih mudah bagi kedua negara untuk meningkatkan kerja sama ekonomi,” ucap Menlu Retno yang melepas keberangkatan Raja Salman, bersama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Gubernur Bali I Made Mangku Pastika, dan Dirjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Andri Hadi. (beritasatu.com).
Saat baru tiba di Indonesia, Raja Salman juga menyampaikan terima kasih kepada Presiden Jokowi atas penyambutan yang hangat. “Semoga kunjungan ini dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan hubungan bilateral antara kedua negara di berbagai bidang dan dapat mencapai harapan dan keinginan kedua bangsa kita yang bersahabat,” ujar Raja Salman di Istana Bogor. Presiden Jokowi menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia Adipurna kepada Raja Salman, sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasa Raja Arab Saudi. Anugerah ini juga sebagai bentuk penghargaan serupa karena saat berkunjung ke Istana Al-Salam Diwan Malaki, Jeddah, 12 September 2015, Presiden Jokowi mendapatkan pula tanda kehormatan: “Staf of the Order of King Abdul Azis Al-Saud”.
Presiden Jokowi tidaklah salah ketika menyebutkan, Arab Saudi memiliki tempat khusus di hati bangsa Indonesia. Negara dengan bendera berlafal syahadat umat Islam itu merupakan salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. “Kami tidak akan pernah lupa bahwa Arab Saudi yang memberikan pengakuan atas proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1947,” ujar Jokowi saat jamuan makan siang di Istana Bogor. Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia juga disebut Jokowi memiliki ikatan khusus dengan Arab Saudi. Indonesia dan Arab Saudi sama-sama merupakan negara yang berpengaruh di kawasannya masing-masing, oleh sebab itu kedua negara seharusnya terus meningkatkan kerja sama. “Kunjungan Sri Baginda Raja Salman bin Abdul Aziz al-Saud menjadi titik tolak bagi peningkatan hubungan Indonesia dan Arab Saudi yang dipersatukan oleh Islam, oleh persaudaraan dan hubungan yang saling menguntungkan,” ujar Jokowi yang mendoakan agar Raja Salman beserta segenap keluarga dan rakyat Arab Saudi selalu dianugerahi kesehatan, kebahagiaan, dan dilindungi Allah Swt. “Kami juga berdoa Allah melimpahkan Indonesia dan Arab Saudi dengan kedamaian, kesejahteraan, dan kemakmuran,” kata Jokowi lagi.
Presiden RI Keenam, SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) sempat mengucapkan selamat kepada Presiden Jokowi atas kunjungan Raja Salman ke Indonesia. SBY juga ikut hadir saat Raja Salman menjadi tamu kehormatan para wakil rakyat di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta. Ucapan selamat SBY itu kepada Jokowi saat bersua, Kamis, 9 Maret 2017, tentulah bukan basa-basi, mengingat setelah masa Presiden Kedua HM Soeharto, itupun tahun 1970, baru berkat undangan Jokowilah pemimpin tertinggi Saudi mau ke Indonesia. Apa yang membuat Raja Salman mau memenuhi undangan Jokowi? Padahal jika dilihat usianya yang sudah mencapai 82 tahun, perjalanan ke Indonesia tentulah melelahkan. Konon, antara Raja Salman dan Jokowi ada kesamaan, baik pengalaman maupun karakter keduanya.
Jokowi dan Raja Salman ternyata sama-sama pernah menjadi wali kota dan gubernur. Salman pernah menjadi Perwakilan dan Wali Kota Riyadh, 17 Maret 1954. Kala itu usianya baru 19 tahun. Selanjutnya Salman dipercaya menjadi Wakil Gubernur Riyadh, Maret 1954-April 1955, dan menjadi Gubernur pada April 1955–Desember 1960, serta Februari 1963 hingga 5 November 2011. Raja Salman dinilai punya komitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, serta relatif rendah hati. “Hal semacam itu saya percaya turut berperan membangun semacam chemistry dalam relasi antara Raja Salman dan Pak Jokowi,” kata Zuhairi Misrawi, Peneliti Politik Timur Tengah di The Middle East Institute, saat berbincang dengan detikcom, Selasa (28/2/2017).
Salah satu komitmen dan prestasi Salman selama menjadi gubernur, selain membangun Riyadh menjadi kota metropolitan juga gencar memerangi korupsi. Di luar istana kerajaan, Salman dikenal tidak terlalu ketat dan kaku dalam hal protokoler. Saat menunaikan tawaf di Masjidil Haram, misalnya, Raja Salman merespons dengan ramah setiap jemaah yang menyapa dan menyalaminya. “Nah, pembawaan yang rendah hati dan egaliter seperti ini kan juga diperlihatkan Jokowi selama ini,” kata Zuhairi. Atas dasar berbagai kesamaan itulah dia menduga Raja Salman memberikan sambutan hangat dan penghormatan yang luar biasa saat Jokowi berkunjung ke Saudi pada pertengahan September 2015. Lalu, Raja Salman melakukan kunjungan balasan. Waktu kunjungan yang cukup lama, lebih dari sepekan, serta membawa anggota rombongan besar, menunjukkan sikap serius Arab Saudi terhadap Indonesia. “Meski begitu, tentu saja ada peran latar historis masa lalu dan kerja keras para diplomat di bawah kendali Menlu Retno Marsudi di dalamnya,” ujar penulis buku ‘Mekkah’ dan ‘Al-Azhar’ itu (detik.com).
Kedatangan Raja Salman ke Indonesia tentu saja cukup mengangkat pamor Jokowi, malah sedikit banyak dapat menutup berbagai isu yang tidak sedap dalam hubungannya dengan umat Islam. Kita tahu, gara-gara heboh kasus Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) mengungkit Al Quran Surat Al Maidah 51 sehingga harus jadi terdakwa “penistaan agama”, Presiden Jokowi ikut kena getahnya, dituding berpihak. Jokowi berulang sudah membantahnya, namun tudingan sejumlah kelompok yang menyebut Jokowi kurang akomodatif terhadap aspirasi umat Islam masih sering terdengar. Belum lagi ketika ramai Aksi Bela Islam, 4 Nopember 2016 nama Jokowi banyak dipergunjingkan, bahkan meski ikut hadir shalat Jumat, saat aksi 2 Desember 2016, isu miring terhadap Jokowi terkait hubungan pemerintahannya dengan Islam tetap saja jadi perbincangan di media sosial. Berita hoax, fitnah dan ujaran kebencian, ikut pula memanaskannya.
Kehadiran Raja Salman yang naik tahta per 23 Januari 2015 ini ke Indonesia dapat pula sedikitnya mengurangi tensi kerukunan umat beragama, bahkan juga SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar-golongan). Bukankah Raja Salman mau berlibur cukup lama dan menambah tiga hari lagi tinggal di Bali, daerah yang mayoritas non-muslim? Foto Gubernur DKI Ahok bersalaman dengan Raja Salman banyak jadi pemberitaan media dan diviralkan media sosial dengan komentar yang beragam. Begitupun, sentimen Arab yang cenderung “negatif” dikaitkan dengan Habib Rizieq Shihab, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) juga lumayan mereda. Apalagi terkait bendera Arab Saudi yang sempat dipertentangkan dengan Merah Putih juga perlahan mereda. Raja Salman juga secara khusus bertemu dengan perwakilan tokoh lintas agama.
Menarik pula dicermati, komentar banyak orang, saat Raja Salman berbincang cukup lama dengan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Saat di Istana Bogor, Raja Salman konon mencari siapa penerus proklamator Soekarno. Presiden Jokowi lantas menunjuk Puan. “Ini cucu Soekarno,” ucap Jokowi saat memperkenalkan Puan ke Raja Salman, seperti dikutip dari pernyataan pers pihak Istana. “Saya ingat sekali dengan Presiden Soekarno, selalu mengatakan ‘saudara-saudara’. Ini yang saya ingat di sini,” ucap Raja Salman. Bahkan, Raja Salman, Puan Maharani, ibundanya Megawati Soekarnoputri, beserta Jokwi sempat pula berfoto wefie di Istana Merdeka, Kamis (2/3/2017). Komentar yang muncul di media sosial antara lain bahwa sesungguhnya tidak ada masalah orang Indonesia dengan Arab. Maksudnya, kondisi itu mengingatkan Megawati yang sempat seolah punya pandangan, Indonesia menerima Islam tapi menolak budaya Arab.
“Saya merasa sambutan Presiden Jokowi kepada Raja Arab Saudi, apalagi bisa bertemu dengan anak cucu Presiden Soekarno ini merupakan suatu bentuk sejarah yang semakin erat denganArab Saudi,” ujar Puan menirukan pernyataan Salman. Kepada Megawati dan Puan, Raja Salman juga mengatakan bahwa jalinan silaturahmi antara Indonesia dengan Arab sudah terjalin sejak dahulu. Oleh sebab itu, Raja Salman menilai, tidak ada lagi alasan yang dapat menjauhkan Indonesia dengan Arab Saudi di masa sekarang. “Raja Salman bilang, ini menunjukkan bukti bahwa hubungan Arab Saudi dengan Indonesia, Soekarno dengan Raja terdahulu, sangat erat maka Raja menyempatkan diri untuk bertemu anak Bung Karno untuk melanjutkan ini, begitu kata Raja,” ujar Puan.
Ketua MPR RI Zulkifli Hasan berharap, kedatangan Raja Salman semakin mempererat hubungan Arab Saudi dan Indonesia. Ia mengatakan, jika kerja sama kedua negara dibina berjalan optimal, maka akan memberikan kontribusi bagi perdamaian dunia. “Sebagaimana kita ketahui, Arab Saudi negara yang berpengaruh di Timur Tengah, kita di Asia Tenggara,” ujar Zulkifli. Dia juga menyambut baik pernyataan Raja Salman soal terorisme dan menilainya sebagai komitmen bersama dengan Indonesia untuk memerangi terorisme. Apalagi, beberapa negara yang diasosiasikan dengan aksi terorisme adalah negara dari kawasan Timur Tengah. “Kerja sama antara kedua negara penting untuk memerangi radikalisme dan terorisme,” ujar Ketua Umum PAN (Partai Amanat Nasional) itu.
Raja Salman dalam pidatonya di DPR tentang terorisme adalah: Para hadirin sekalian, sesungguhnya tantangan yang kita hadapi, khususnya bagi umat Islam dan dunia secara umum, seperti fenomena terorisme, benturan peradaban (the clash of civilization), dan tidak adanya penghormatan terhadap kedaulatan negara serta intervensi dalam urusan dalam negerinya telah mengharuskan kita untuk menyatukan barisan dalam menghadapi tantangan ini. Serta melakukan koordinasi dalam berbagai upaya dan sikap dalam memberikan manfaat bagi kita bersama serta keamanan dan perdamaian dunia (Kompas.com).
Pernyataan Raja Salman tentang terorisme itu memperkuat kebijakan dan upaya pemerintahan Jokowi dalam memerangi terorisme dan radikalisme. Selama ini sering dipergunjungkan seolah memerangi terorisme dan radikalisme senada dengan memojokkan, bahkan mengkambinghitamkan Islam. Ucapan Raja Salman, pemimpin negara Islam terkemuka mengingatkan bahwa masalah terorisme dan radikalisme adalah persoalan masyarakat dunia dan menjadi tantangan umat Islam di negara manapun. Pro-kontra dari pernyataan Raja Salman dapat saja mengemuka, misalnya dengan mengingatkan kedekatan Arab Saudi dengan Amerika Serikat. Terlepas dari itu, citra kuat sebagai negara Islam, tentulah membuat umat Islam di Indonesia memperhatikan pernyataan Raja Salman. Dukungan Raja Salman terhadap upaya Indonesia memerangi terorisme ditunjukkan pula dengan pemberian hadiah naik haji gratis untuk keluarga anggota Densus 88 Antiteror Polri yang terluka hingga tewas saat bertugas. “Disepakati bagi keluarga dari anggota yang meninggal, maka orangtuanya per tahun akan dihajikan oleh kerajaan, lima orang, karena dianggap sebagai syuhada,” kata Mensesneg Pramono Anung.
Indonesia menegaskan pentingnya penyelesaian konflik di Timur Tengah dengan cara damai. Kedua negara menekankan pentingnya memajukan Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta. Menteri Agama Lukman Hakim menepis kekhawatiran paham radikal masuk ke Indonesia setelah kerja sama kedua negara ini dijalin. Menurut Lukman, Arab Saudi justru memiliki pandangan yang sama dengan Indonesia untuk menampilkan wajah Islam yang moderat dan menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia. ”Saya pikir tidak. Sebab, kerja sama ini titik tekannya pada penguatan ekonomi. Indonesia dan Arab Saudi punya persepsi yang sama memerangi terorisme, radikalisme, dan ekstremisme. Kami menghormati dan menghargai perbedaan pandangan paham keagamaan mazhab,” kata Lukman saat ditanya soal radikalisme.
Raja Salman ke Indonesia mengunjungi Masjid Istiqlal, lantas bertemu dengan pemuka Islam dan non-muslim. Raja Salman bersilaturahim dengan sejumlah tokoh agama Islam di Indonesia yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis (2/3/2017) siang. Menag Lukman mengatakan, silaturahim diisi dengan penyampaian pernyataan dari tiga tokoh agama Islam di Tanah Air, yakni Ketua Umum MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Ma`ruf Amin, salah seorang Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Yunahar Ilyas, dan Ketua MUI Jawa Tengah Habib Luthfi bin Yahya (menara62.com).
Para tokoh agama Islam menyampaikan perasaan syukur atas datangnya Raja Salman, selain juga berterima kasih atas perhatian Arab Saudi yang besar kepada Indonesia. Para tokoh Islam berharap Indonesia-Arab Saudi benar-benar memasuki babak baru hubungan yang lebih kuat lagi. Secara khusus, para tokoh menyampaikan harapan kepada Raja Salman soal kualitas pelayanan haji setiap tahunnya. “Persoalan haji diharapkan bisa ditingkatkan kualitasnya dan mudah-mudahan Indonesia masih tetap mendapatkan tambahan kuota mengingat animo masyarakat Indonesia ibadah haji cukup besar,” ujar Lukman. Kuota haji Indonesia sendiri kini kini sudah normal dan bahkan ditambah 10 ribu hingga menjadi 221 ribu.
Raja Salman mengungkapkan rasa kagum terhadap motto Presiden Jokowi, “Kerja, kerja, kerja” dalam pertemuan dengan tokoh agama Islam itu. Menurut putri mendiang Presiden Gus Dur (Abdurrahman Wahid), Yenny Wahid yang ikut hadir, Raja Salman mengapresiasi motto Jokowi itu. Raja Salman mengatakan, ‘saya juga suka kerja seperti itu’,” kata Yenny. Mendengar demikian, lanjut Yenny, Presiden Jokowi tertawa saja. Poin penting dari tokoh Islam itu, yakni soal betapa pentingnya memperkuat hubungan Indonesia dengan Arab Saudi. “Khususnya membangun hubungan, menguatkan Islam yang toleran, terus bersama-sama melawan terorisme,” ucap Yenny.
Bagaimana tindak lanjut hasil kunjungan Raja Salman ke Indonesia? Apakah kehadiran Raja Salman hanya ramai sekilas, lantas dilupakan, bahkan berbagai kesepakatan kerjasama, terutama bidang ekonomi tetap seperti selama ini? Tentunya, kita berharap akan banyak kemajuan hubungan kedua negara. Kita senang, Raja Salman merasa puas, terlebih dapat berlibur di Indonesia. Begitupun Presiden Jokowi membuktikan kepemimpinan diplomasi, sekaligus dapat membangun hubungan kultural kedua negara dan bangsa secara harmonis. Benarlah yang dikatakan Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr Haedar Nashir yang mengatakan, Indonesia atau siapapun tidak bisa mengabaikan peran Arab Saudi dalam peradaban Islam.
“Kalau ada yang menilai bahkan cenderung perolok Arab Saudi dan kondisi Timur Tengah seolah Islam itu tidak maju, saya kira itu tidak benar,” ujar Haedar ketika membuka pengajian bulanan PP Muhammadiyah di Jakarta, Jumat (10/3/2017/menara62.com). Menurut Haedar, kehadiran raja Salman di Indonesia telah membuka cakrawala dan asa baru bagi dunia terhadap Arab. “Orang sekarang terbuka kembali bahwa Arab punya peran sejarah penting dalam peta Islam. Arab yang mendunia, kosmopolitan Islam dan membuat puncak Peradaban Islam mendunia. Islam tidak bisa lepas dari sejarah Saudi Arabia karena dari sinilah Islam menyebar ke seluruh dunia,” kata petinggi Muhammadiyah itu. Nah, siapa yang menghadirkan Raja Salman dan membuat masyarakat Indonesia kian dekat dengan Arab Saudi? Kita semua tentu mudah menjawabnya. *** (Penulis dosen Fikom Universitas Prof Dr Moestopo Beragama, Jakarta)