Oleh: Ma’mun Murod Al-Barbasy
Cukup lama saya tidak menulis soal Anas Urbaningrum. Kali ini, saya mau menulis agak serius. Saya menulis karena ada hal baru terkait kasus Anas Urbaningrum. Hal baru ini memperkuat keyakinan saya selama ini terkait kasus Anas Urbaingrum. Tak perlu ada yang komentar kalau saya belum bisa bergeser dari kasus Anas Urbaningrum. Ini soal keyakinan Saya pada sebuah kebenaran. Dan saya merasa penting dan prinsip untuk menyampaikan.
Sejak awal ditersangkakan, saya sangat yakin bahwa Anas Urbaingrum tidak terlibat dalam kasus yang disangkakan, Hambalang. Hal ini sudah dipaparkan secara utuh dalam buku yang saya tulis “Anas Urbaningrum Tumbal Politik Cikeas”, dari mulai sebelum Kongres Bandung 2010 sampai pasca “ditersangkakan”.
Pasca Anas Urbaingrum divonis, saya sudah menulis ringan di media sosial dari mulai hakim yang membacakan vonis Anas Urbaningrum di atas kop surat KPK (dalam bentuk video), permohonan maaf komandan JPU ke Anas Urbaningrum, cerita tentang beratnya tuntutan yang tidak sesuai konsep awalnya, dan bahkan belakangan saya dapat cerita bahwa ada jaksa KPK yang bilang kepada seorang terpidana di Sukamiskin bahwa Anas Urbaningrum jadi tersangka dipaksakan (tidak ada bukti permulaan yang cukup).
Saya juga sempat menghubungi langsung salah satu wartawan (tak perlu saya sebutkan nama wartawan dan medianya, yang pasti media daerah berskala nasional) yang menceritakan bahwa Ketua KPK saat itu, Abraham Samad pernah berkunjung di medianya, lalu sempat ditanya soal dua alat bukti untuk menjerat Anas Urbaningrum. Apa jawaban Samad? Cukup mengagetkan: “Yang penting tersangkakan dulu, alat bukti cari belakangan.”
Jawaban Samad yang arogan ini, memperkuat kekurangajaran KPK dalam menjerat Anas Urbaningrum. Anas Urbaningrum disangka menerima gratifikasi dalam proyek Hambalang “dan atau proyek-proyek lainnya”. Sengaja pakai tanda petik (“) karena sangkaan ini memang tidak lazim dalam perkara hukum.
Terbaru, dalam sebuah acara di sebuah kota (tak perlu saya sebutkan nama kotanya), salah satu pembicara, yaitu seorang Ahli Hukum dari universitas ternama di Jakarta, sebut saja Mas Fulan, menyebut nama Yulianis dan Nazaruddin dalam penyampaian materinya. Untuk diketahui, Mas Fulan ini sering dilibatkan (dimintai pendapatnya) dalam kasus-kasus yang ditangani KPK.
Selepas acara, di ruang makan kebetulan Mas Fulan duduk di meja tempat saya makan. Lalu biasa saling sapa. Saya mengawali pembicaraan dengan menyindir: “wah, menarik materinya tadi, sampai menyebut nama Yulianis dan Nazaruddin.” Lalu Mas Fulan bercerita sedikit soal Yulianis dan khususnya Nazaruddin, yang katanya kalau tidak salah dengar mempunyai perkara hukum di KPK sebanyak 148 kasus. Hebat bukan manusia yang satu ini, malah diistimewakan dan terkesan dilindungi oleh KPK.
Karena menyinggung Yulianis dan Nazaruddin, maka kesempatan bagi saya untuk tanya soal kasus Anas Urbaningrum. Di luar dugaan, Mas Fulan bicara cukup blak-blakan. Mas Fulan ternyata termasuk yang dilibatkan (dimintai pandangan hukum) dalam kasus Anas Urbaningrum. Mas Fulan cerita kalau Anas Urbaningrum sangat tidak layak ditersangkakan. Bahkan Mas Fulan ini bercerita kalau dirinya “pecah kongsi” dengan beberapa komisioner KPK, sudah tentu termasuk Samad yang kebelet banget Anas Urbaningrum jadi tersangka. “Mas, dalam kasus Anas, saya dan (Mas Fulan menyebut salah satu komisioner KPK) pecah kongsi dengan anggota komisioner lainnya”. Itu kata-kata yang Mas Fulan sampaikan ke saya. Meskipun dari awal saya sudah yakin begitu, saya tetap kaget dapat cerita dari narasumber primer.
Lebih mengagetkan lagi, Mas Fulan menceritakan seputar gelar perkara kasus Anas Urbaningrum. Diceritakan bahwa saat gelar perkara berlangsung alot, sempat menemui jalan buntu, pokoknya digambarkan sangat panas. Samad sangat memaksakan agar Anas Urbaningrum jadi tersangka.
Saat itulah, Mas Fulan dan salah satu komisioner keluar dari ruang gelar perkara untuk menghadiri sebuah acara. Memang saya tidak sempat tanya, apakah kepergiannya sekadar untuk menghadiri acara atau sengaja kabur agar gelar perkara menemui jalan buntu dan tidak dilanjutkan.
Rupanya kepergian dua orang ini tak mampu menghentikan gelar perkara. Gelar perkara tetap dilanjutkan dan tepat pukul 19.00 tanggal 22/2/2013 Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka.
Kita juga masih ingat, sebelum itu Samad memaksakan keluarnya sprindik tanpa prosedur yang baku dan kemudian dibocorkan untuk ditendang menjadi opini di media massa. Ini skandal hukum! Tapi Samad dilindungi dan hanya disanksi ringan oleh sebuah proses di dalam Komite Etik.
Saya masih iseng tanya ke Mas Fulan tentang siapa sih yang paling berkepentingam dengan Anas Urbaningrum menjadi tersangka. Mas Fulan dengan enteng menjawab: “tanya saja ke orang besar”. Tentu saja saya sangat paham siapa yang dimaksud “orang besar” tersebut.
Apa yang disampaikan oleh Mas Fulan hanya menambah keyakinan saya sejak awal bahwa kasus Anas Urbaningrum sarat rekayasa politik yang luar biasa. Dan keyakinan saya ini suatu saat semoga terjawab lewat proses hukum lanjutan yang akan dilakukan oleh Anas Urbaningrum. Semoga bisa terwujud di dunia. Dan harus diingat, ada penegakan hukum juga di akhirat yang tidak bisa ditekan dan diorder. Jelas bahwa keadilan harus diperjuangkan. Dan wahai pihak-pihak yang zalim, kezaliman itu akan kembali kepada Anda semua. Hanya soal waktu. Allah beserta orang-orang yang berlaku adil.
Ma’mun Murod Al-Barbasy, dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta.