JAKARTA, MENARA62.COM – Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengucurkan anggaran sebesar Rp147 miliar untuk subsidi angkutan kereta api perintis pada tahun 2023 untuk meningkatkan standar pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat.
Direktur Lalu Lintas Ditjen Kereta Api, Djarot Tri Wardono menjelaskan tujuan penyelenggaraan angkutan keperintisan adalah memberikan layanan angkutan KA kelas ekonomi kepada masyarakat dengan menjamin mutu layanan sesuai dengan standar pelayanan minimal dengan tarif terjangkau, handal, nyaman dan aman.
“Angkutan kereta api merupakan penyelenggaraan angkutan kereta api dibiayai oleh pemerintah yang dioperasikan dalam waktu tertentu untuk melayani daerah baru atau daerah yang sudah ada jalur kereta apinya, tetapi secara komersial belum menguntungkan. Layanan angkutan kereta apidisediakan untuk masyarakat dengan tarif yang terjangkau,” ujar Djarot saat acara Ngobrol Santai di Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Dia juga mengatakan, jaringan pelayanan angkutan perintis kereta api ditetapkan berdasarkan kriteria antara lain adanya kenaikan perjalanan penumpang umum dengan perkiraan load factor kurang dari 70 persen.
“Kemudian, tersedianya jaringan jalur kereta api yang laik operasi, dan adanya potensi wilayah atau suatu daerah yang akan dikembangkan secara ekonomi, sosial atau budaya, dan adanya usulan atau permintaan pelayanan angkutan dari pemerintah daerah,” kata Djarot.
Dia menjelaskan jaringan kereta perintis sejauh ini antara lain KA Cut Meutia rute Kuta Blang – Kreung Geukeuh sejauh 21,5 km, KA Lembah Anai rute BIM – Kayu Tanam sejauh 38 km, LRT Sumsel Bandara SMB II – DJKA sejauh 22,4 km, KA Bathara Kreana rute Purwosari – Wonogiri sejauh 36,7 km, KA Datuk Blambangan rute Tebing Tinggi – Lalang sejauh 35,5 km, KA Makassar-Parepare rute Mangilu – Garongkong sejauh 59 km.
Djarot mengatakan, tantangan dalam penyelenggaraan kereta perintis adalah relatif kecilnya okupansi penumpang kereta api perintis, karena minimnya sarana dan prasarana yang mengintegrasikan moda kereta api dengan moda lain. Selain itu, keterjangkauan tarif layanan kereta api perintis yang tidak diikuti dengan tarif first mile dan last mile, sehingga biaya perjalanan menjadi kurang terjangkau.
“Biaya operasi kereta api perintis cukup tinggi. Kemenhub terus mendorong penyediaan integrasi antar moda, sebagaimana yang telah diterapkan pada LRT Sumsel dan KA Makasar-Parepare. Mendorong penyediaan layanan feeder berbasis Buy The Service. Kemenhub juga mendorong skema pembiayaan alternatif dalam penyelenggaraan kereta api perintis serta promosi dan pemasaran dalam rangka meningkatkan pendapatan non farebox, sehingga biaya keperintisan menjadi lebih terjangkau,” tutupnya.(*)