25.8 C
Jakarta

Menggerakkan Muhammadiyah: Mengorganisir SDM Internal

Baca Juga:

 

Oleh : Ace Somantri

BANDUNG, MENARA62.COM – Puluhan juta anggota dan simpatisan Muhammadiyah se-Indonesia, hampir dipastikan seluruh provinsi sudah ada perwakilan atau pimpinan Muhammadiyah sekalipun di wilayah minoritas muslim. Bahkan, amal usahanya sudah melampaui jumlah wilayah provinsi dan daerah kota kabupaten di Indonesia. Semangat dan kegigihan para aktifis dan pejuang Muhammadiyah sejak satu abad lebih ke belakang hingga saat ini tidak kendur terus tancap gas tidak ada berhentinya, tak ubahnya seperti sinar Matahari menyinari tak pernah berhenti sama sekali yang menjadi simbol Muhammadiyah. Begitulah jika organisasi dibangun dengan hati nurani yang tulus ikhlas karena Ilahi, hambatan, tantangan, dan rintangan dari dalam maupun dari luar pun tidak berhenti pula. Namun, bagi Muhammadiyah itu adalah sebuah nutrisi penuh gizi untuk kekuatan diri berusaha keras mengabdi.

Pengabdian tanpa basa-basi sudah menjadi tradisi, KH. Ahmad Dahlan memberi qudwah hasanah dalam menjalankan organisasi sepenuh hati sejak akan dan setelah berdiri. Harta dan jiwa raganya benar-benar diwakafkan untuk umat dan bangsa. Sudahkah kita seperti demikian? Semoga kita para aktifis meneladani sikapnya yang penuh motivasi dan inspirasi setiap generasi. Pikiran dan karyanya hingga kini tidak lekang ditelan masa, nafasnya tidak berhenti selama Muhammadiyah tetap ada, dan jiwa raganya sekalipun sudah tiada namun tatapan bayangan matanya selalu melihat gerak langkah generasi setiap ganti masa. Sehingga kita malu manakala tidak bergerak dan tidak menggerakkan persyarikatan Muhammadiyah di manapun berada, karena akan sedih dan pilu bagi KH. Dahlan saat ketika melihat karyanya yang dibuat dengan susah payah dibiarkan begitu saja terlunta-lunta. Kiranya bagi para penggerak Muhammadiyah di manapun hal tersebut jangan sampai terjadi, karena faktanya masih ada level pimpinan ranting dan aset Muhammadiyah yang cenderung dibiarkan terlunta-lunta tak berdaya hingga hilang entah kemana.

Kader dan sumber daya manusia sangat banyak, lulusan sekolah, pesantren dan perguruan tinggi Muhammadiyah menyentuh angka puluhan ribu orang. Masa iya tidak ada 10 persen dari total setiap lulusan tidak menjadi penggerak persyarikatan Muhammadiyah? Yakin sekali jikalau standar pembelajarannya sesuai dengan spirit ta’abudi berorientasi pada penjelmaan wujud civil society yang berkeunggulan untuk menjadikan 10 persen tersebut menjadi kader penggerak utama Muhammadiyah bukan sesuatu yang mustahil dapat tercapai. Dari 1000 orang lulusan, ada 100 orang yang menjadi busur panah penggerak Muhammadiyah di berbagai aspek kehidupan. Jikalau itu dijalankan secara terukur, sangat dahsyat kemajuan sebuah ormas Islam lahir dari perut bumi ibu Pertiwi Indonesia menjadi tolak ukur kemajuan peradaban Islam yang mencerahkan. Jujur dengan fakta yang ada, kehadiran Muhammadiyah hanya dengan cara yang sederhana saja mampu menghantarkan Indonesia merdeka dan menghantarkan anak bangsa dari berbagi pelosok negeri menikmati dunia pendidikan sehingga mampu berdiri sendiri di atas kaki sendiri.

Menggerakkan juga memiliki makna memobilisasi potensi dan kekuatan yang ada, hal itu merupakan alat utama membangun tatanan sosial kemasyarakatan lebih agresif dan akseleratif. Perencanaan lebih matang dan sebaiknya dipastikan realitif dapat berjalan dengan baik, namun juga jangan asal ada sebuah rencana dan berjalan kalau hanya out put dan out come tidak ada, sekalipun ada produknya tapi tidak berbanding lurus dengan materi dan tenaga super extra yang dikeluarkan. Di sini pentingnya data, fungsinya untuk analisa kebutuhan dalam rangka menjaga eksistensi kebaikan dalam beramal sholeh. Menggerakkan memantik kesadaran kolektif, sehingga manakala ada program kegiatan yang mencerahkan dan meningkatkan adrenalin akan cepat direspon sesuai kebutuhan prioritas dan mendesak, khususnya untuk kepentingan keberlanjutan eksistensi persyarikatan Muhammadiyah.

Menggerakkan adalah membangun gerakan nyata menuju tercapainya cita-cita, juga membuat sebuah citra nyata bukan pencitraan yang hanya untuk mengelabui mata. Apalagi di persyarikatan Muhammadiyah sebuah entitas gerakan sosial nirlaba, yang fokusnya benar-benar ketulusan dan keikhlasan dalam berbuat dan berkarya. Menggerakan juga mendorong atau memotivasi bagi siapapun seseorang yang memiliki rasa dan perasaan peduli dan peka untuk menggerakkan diri berbuat melangkah nyata mengabdi dengan gagasan kreatifnya, mengorkestrasi kekuatan dan potensi yang ada dalam dirinya dan lingkungan sekitar hingga terbentuk sebuah produk gagasan yang bermanfaat dan mashlahat bagi dirinya dan orang banyak. Produk gagasan tersebut dapat dirasakan nilai manfaatnya oleh persyarikatan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Terlebih hal tersebut menjadi sesuatu yang monumental dalam bentuk bangunan ruang dan waktu yang mampu menampung banyak orang untuk berbagi mencurahkan gagasan lebih berkembang.

Menggerakkan juga mengorganisir kekuatan dan potensi yang sudah ada, baik yang terlihat maupun belum terlihat nampak nyata. Potensi sumber daya manusia di internal persyarikatan banyak yang memiliki kepakaran dan keahlian di berbagai bidang, namun hal itu belum diorganisir dengan maksimal. Pun, sebaliknya bagi warga persyarikatan harus memiliki tanggung jawab moral menggabungkan diri untuk menunjukan identitas tanpa menunggu diajak, apalagi aktifis yang ada tidak mengenal dan juga tidak dikenal banyak orang keahlian dan kepakarannya. Muhammadiyah rumah besar umat muslim yang didirikan bukan untuk sekelompok orang, siapapun berhak untuk bergabung selama ikrar bersedia berkhidmat menjaga khittah dan cita-cita persyarikatan Muhammadiyah dengan rumusan-rumusan faham keislaman yang bersumber pada al-Qur’an dan As- Sunnah maqbullah serta hasil Ijtihadnya yang tidak bertentangan dengan sumber utamanya. Jutaan warga masyarakat Muslim di Indonesia, bahkan juga ada beberapa orang beragama Nashrani pun mengabdi di Muhammadiyah hingga kemudian bersaksi menjadi muslim tanpa dipaksa. Termasuk banyak juga muslim di luar warga negara Indonesia menjadi anggota persyarikatan Muhammadiyah ikut berpartisipasi menggerakkan di mana negaranya dia berdomisili.

Sumber daya manusia internal Muhammadiyah banyak stok, hanya tidak dan belum diberikan rumah beramal sholeh atau memang komitmen bermuhammadiyahnya masih ada sifat-sifat ananiyah sehingga cukup memiliki kartu anggota sebagai warga dan tercantum dalam kepengurusan Muhammadiyah. Memang sangat variatif sekali, fakta dalam realitasnya kondisi SDM persyarikatan berserakan yang tersebar di mana-mana sangat kurang bermanfaat. Walaupun dengan berbagai informasi distimulasi agar tergerak hatinya berharap urun-rembug menggerakkan Muhammadiyah dengan keahlian dan kepakarannya tanpa melihat struktur level pimpinan persyarikatan. Sangat yakin sekali, sikap kepeloporan warga Muhammadiyah di tempat tinggal masing-masing menjadi mediator, fasilitator, inisiator penggerak amal kebaikan Muhammadiyah. Sehingga keberadaan persyarikatan Muhammadiyah tidak asing di mata masyarakat muslim lainnya. Wallahu’alam.

Bandung. Mei 2023

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!