JAKARTA, MENARA62.COM–Waska dan Bigayah adalah sepasang kekasih yang tidak pernah bersatu. Keduanya memiliki latar belakang yang sama, sama-sama hidup dalam dunia yang keras. Waska adalah pemimpin kelompok perampok yang tidak memiliki cita-cita tinggi, yaitu kesejahteraan pada seluruh anak buah yang memiliki ragam pekerjaan di bawahnya. Ada yang menjadi perampok, pelacur, germo dan lainnya.
Bigayah memiliki perasaan cinta pada Waska, sedang Waska selalu lari menghindar ketika melihat dan mendengar suara Bigayah ketika menyatakan rasa cintanya. Keduanya berkejaran sembari berteriak. Bigayah berteriak memanggil dan mengungkapkan rasa cintanya, Waska berteriak menolak cinta Bigayah yang telah puluhan tahun dirasakannya. Kedua selalu seperti itu.
Pada suatu waktu, Waska mengalami masa seakan mencapai ajal membuat anak buahnya yang disebut “Umang-umang” gelisah dan kalang kabut tidak ingin kehilangan pemimpinnya yang telah menjadi segalanya bagi mereka. Berbagai cara pun dicari agar Waska tetap bertahan dan hidup. Mereka pun menemukan cara agar Waska tetap hidup, yaitu dengan memakan jantung bayi maka Waska akan hidup abadi.
Akibat jamu yang terbuat dari jantung bayi tersebut, Waska hidup abadi, namun keabadian itu membuatnya gelisah dan gelisah. Selain cinta yang pernah mengejarnya lewat Bigayah, ia semakin gelisan karena tidak bisa tidur, bahkan tidak bisa mati.
Waska pada akhirnya tetap tidak bisa mati. Ia abadi dalam gelisah dan kegelisahannya. Itulah Waska, tokoh pria diperankan oleh Despian pada pementasan teater lakon “Umang-umang” karya Arifin C. Noer sutradara Mussab Askarulloh.
Pentas teater tersebut dipentaskan oleh Bengkel Sastra UNJ dalam rangka ulang tahunnya yang ke-9 di Gedung Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Sabtu malam (19/08/2017). Pentas tersebut merupakan pentas produksi ke-37 dengan lakon “Umang-umang” karya Arifin C. Noer.
Bengkel Sastra UNJ merupakan komunitas teater kampus yang menjadi wadah kesenian di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).