32.3 C
Jakarta

APPERTI: Perlu Grand Strategy Sebelum PT Asing Masuk ke Indonesia

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) harus menyusun grand strategy pendidikan tinggi sebelum membuka pintu lebar-lebar bagi masuknya perguruan tinggi asing ke Indonesia. Sebab hingga kini belum ada model yang memberikan gambaran apakah perguruan tinggi asing tersebut akan menguntungkan atau justeru sebaliknya merugikan perguruan tinggi lokal.

“Harus jelas perencanaannya karena saya kira perguruan tinggi asing di Indonesia tidak ada hubungannya dengan peningkatan angka partisipasi kasar atau APK pendidikan tinggi,” kata Ketua Umum Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (APPERTI) Prof. Jurnalis Uddin di sela halal bihalal dan seminar nasional bertema Tantangan Masuknya Perguruan Tinggi Asing, Sabtu (27/7/2019).

Apalagi hingga kini memang belum ada model perguruan tinggi negara lain di Indonesia. Persyaratan terkait kehadiran perguruan tinggi asing tersebut harus ketat, agar tidak membuat perguruan tinggi lokal (dalam negeri) kolaps.

“Adanya perguruan tinggi swasta yang kemudian dinegerikan oleh pemerintah saja membuat kolaps PTS kecil. Jadi ini harus kita diskusikan benar-benar, kita kaji,” lanjut Prof. Jurnalis.

Hal yang sama juga dikemukakan Dr. Taufan Maulamin, SE. MM, Sekjen APPERTI. Menurutnya, kehadiran perguruan tinggi asing di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan, bukan lagi masalah suka atau tidak suka, mau atau tidak mau. Tinggal apakah pemerintah ada keberpihakan terhadap perguruan tinggi lokal atau tidak.

Dari sekitar 4.200 yayasan yang mengelola perguruan tinggi swasta di Indonesia diakui Taufan tidak semuanya adalah perguruan tinggi besar. Ada banyak perguruan tinggi kecil yang harus dilindungi oleh pemerintah.

Jika perguruan tinggi asing dibebaskan masuk ke Indonesia tanpa persyaratan yang ketat, menurut Taufan,  bisa jadi itu menjadi ancaman bagi perguruan tinggi swasta terutama yang belum besar dan kuat.

Karenanya, Taufan melihat pentingnya disusun grand strategy pendidikan tinggi dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait sebelum perguruan tinggi asing benar-benar diijinkan masuk ke Indonesia.

“Misalnya soal jurusan, perguruan tinggi asing hanya boleh membuka jurusan yang di Indonesia memang belum ada atau masih langka seperti jurusan energi terbarukan, pengolahan hasil laut dan sebagainya. Jangan jurusan yang sudah banyak seperti ekonomi dan hukum,” tambah Taufan.

Selain masalah pengetatan jurusan, Taufan menilai grand strategy pendidikan tinggi juga menyentuh persoalan perencanaan human national resources atau kebutuhan tenaga kerja. Pemerintah harus menghitung benar berapa kebutuhan dokter, kebutuhan guru, perawat, dan profesi lainnya. Lalu data-data tersebut diserahkan ke perguruan tinggi sebagai pencetak tenaga kerja.

Dengan cara seperti ini, maka lulusan perguruan tinggi tidak ada lagi yang menganggur. Data menunjukkan saat ini ada sekitar 2,5 juta lulusan perguruan tinggi yang menganggur.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!