BANYUWANGI, MENARA62.COM – Eco Bhinneka Muhammadiyah bersama tokoh lintas agama, pemuda-pemudi lintas agama dan lintas komunitas menggelar Lokakarya Kerukunan dan Lingkungan untuk Memperkuat Kebudayaan. Adapun lokakarya tersebut berlangsung dari pagi hingga sore hari, pada Ahad (27/8/2023) di Sky Farm Glenmore, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi. Materi yang disampaikan antara lain mengenai sustainable living, pertanian organik, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Rain Harvest System, pengelolaan sampah organik, konservasi tanaman untuk tekstil, merawat kerukunan antarumat beragama, dan analisis masalah dengan dasar teori perubahan.
Narasumber dari Sky Farm dr. Anita mengawali materinya dengan kalimat pengingat, “Tidak ada peradaban, di atas bumi yang rusak.” Untuk sustainable living berbasis pada 3P yakni people, planet, and profit. Dengan bertumpu pada 5 (lima) konsep kemandirian, antara lain mandiri pangan, energi, air, pengelolaan sampah, dan mandiri serat. Dr. Anita mengajak peserta lokakarya untuk garden tour melihat secara langsung praktik kehidupan yang berkelanjutan.
Ditanamnya tanaman sayur dan bunga beraneka ragam warna, nyatanya memiliki makna tersendiri. Masing-masing warna memiliki manfaatnya, misalnya ungu baik untuk otak, merah baik untuk kesehatan jantung, oranye baik untuk kesehatan mata, dan putih untuk kesehatan sendi dan tulang.
Sky Farm Glenmore sendiri sudah menggunakan panel surya, jadi hemat listrik dan ekonomis untuk jangka panjang. Peserta diajak ke galeri produk ramah lingkungan. Ada produk berupa facial wash, facial foam, pasta gigi, dan essential oil. Peserta juga diperlihatkan instalasi untuk memanen air hujan. Hingga air hujan dapat langsung diminum. Rasanya segar dan menyehatkan tentunya. Sepanjang kegiatan konsumsi air minum peserta berasal dari hasil panen air hujan.
Selanjutnya tentang “Merawat Kerukunan Antarumat Beragama”, disampaikan oleh Ismi Istiqomah dari Pimpinan Pusat Nasyiatul ‘Aisyiyah. “Jangan melihat sesuatu hanya dari tampilannya saja. Prasangka adalah kepala dari intoleransi. Berbicara mengenai kerja kerukunan, perempuan kurang dilibatkan dalam upaya-upaya perdamaian. Pada era digital sekarang ini kita menjadi agen penyebar isu-isu intoleransi yang seharusnya tidak boleh terjadi. Sebetulnya Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi toleransi. Upaya-upaya perdamaian sudah banyak dilakukan oleh banyak pihak. Hal yang bisa dilakukan adalah meninggalkan jejak digital dalam kegiatan-kegiatan perdamaian dan toleransi agar tidak tersapu dan menimbulkan konflik atau isu baru,” jelas Ismi.
Eco Bhinneka Muhammadiyah hadir untuk menghapus kecemasan intoleransi melalui pelestarian lingkungan. Toleransi negatif hanya mensyaratkan dengan membiarkan dan tidak menyakiti orang lain. Toleransi positif membutuhkan kerja sama dengan kelompok lain. Eco Bhinneka hadir melalui kedua pendekatan toleransi negatif dan positif. Toleransi dan kerukunan dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor yaitu sikap dan perilaku umat beragama serta kebijakan negara/pemerintah yang kondusif bagi kerukunan umat.
Pada era reformasi muncul kebebasan berpendapat yang banyak disalahgunakan untuk kegiatan-kegiatan yang berbau intoleransi, sehingga muncul pikiran kebebasan dari wujud Hak Asasi Manusia yang membawa paham radikalisme. Konflik antarumat beragama umumnya tidak murni disebabkan oleh faktor agama, tetapi faktor politik, ekonomi, yang kemudian dikaitkan dengan agama. Penguatan kerukunan dan toleransi perlu terus menerus dilakukan terutama melalui sosialisasi pemahaman keagamaan yang moderat dan menekankan pentingnya toleransi dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat yang majemuk.
Kalimat bijak “Mulailah damai sejak dalam pikiran” mengajarkan perdamaian baik kepada diri sendiri maupun orang lain, menghapus prasangka tentang orang lain, dan menerima perbedaan yang ada. Damai itu bukan pasif melainkan kata kerja yang harus didengungkan ke setiap penjuru. Damai itu adalah perwujudan keberagaman.
Prisca dari pemudi Kristen menyampaikan pengalaman tentang keberagaman di bidang politik. “Waktu Pilpres 2019 sangat terasa tensi panasnya. Lebih panas lagi jika yang berbeda pendapat berbeda agama, suku, dan rasnya,” ungkapnya. “Perbaiki diri kita sendiri terlebih dahulu, baru kita bisa mengajak kebaikan untuk orang lain. Kita harus bisa mengendalikan emosi,” ujar Ricky peserta dari pemuda Budha.
Windarti, Regional Manager Eco Bhinneka Banyuwangi memperkenalkan Theory of Change (ToC) kepada peserta lokakarya, sebagai cara eksplorasi sistematis yang menjelaskan secara komprehensif tentang sebuah perubahan yang diinginkan terjadi atas suatu kondisi tertentu. ToC bermanfaat dalam menyusun tujuan, rencana strategis, dan evaluasi program dengan 3 (tiga) elemen utama, yakni masalah, solusi, dan perubahan yang diinginkan.
Peserta dilatih menganalisis satu dari tiga elemen utama ToC, yakni analisis masalah, dengan cara membuat pohon sebab dan pohon efek. Sehingga nanti dapat ditemukan solusi dari sebuah permasalahan. Kelompok Bunga Krokot yang terdiri dari Mahatma (pemuda Hindu), Sakti Aji (pemuda Trijati), Dyah Ayu (tokoh agama Katolik), dan Ardilla (tokoh adat) membuat pohon sebab permasalahan “Sampah Sisa Kegiatan”. Dari pohon sebab tersebut ditemukan cara penyelesaian masalahnya yakni dengan terlebih dahulu mengadakan sosialisasi edukasi tentang dampak sampah bagi kehidupan.
(Winda)