JAKARTA, MENARA62.COM– Perkokoh persaudaraan, Muhammadiyah sambangi Nahdlatul Ulama (NU). Pertemuan dua organisai besar Islam tersebut berlangsung di kantor PBNU Kramat Raya, Jakarta Pusat usai shalat Jumat, (23/03).
Muhammadiyah diwakili sejumlah Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP) seperti Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Sekjen H Abdul Mu’ti dan Bendahara Umum Muhammadiyah Suyatno.
Sedang NU diwakili Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Sekretaris Jenderal H Helmy Faisal Zaini, dan Bendahara Umum H Ing Bina Suhendra.
Pertemuan diawali dengan makan siang bersama. Kedua pimpinan organisasi tersebut sempat berkelakar sebelum membahas sejumlah persoalan bangsa.
“Kunjungan saudara tua kita. Lebih senior daripada NU. Lahirnya tahun 12 (1912). Jadi Kakak sulung sebenarnya Muhammadiyah ini,” kata Kiai Said, diikuti gelak tawa seisi ruangan.
Mendapat sambutan demikian, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir pun membalasnya setengah bercanda.
“Kami berlima mewakili Pimpinan Pusat Muhammadiyah memang datang mengunjungi adik bungsu kami. Adik bungsu itu nakal-nakal dikit biasa. Kalau tidak nakal bukan adik bungsu,” kata Haedar.
Pertemuan PP Muhammadiyah dengan PBNU tersebut memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan tiga hal: Pertama, terus menerus menyerukan saling tolong menolong melalui sedekah dan derma. Kedua, menegakkan kebaikan. Ketiga, mengupayakan rekonsilisasi atau perdamaian kemanusiaan.
Dalam keterangan tertulisnya, baik Haedar Nashir maupun Said Agil Shirad mengatakan bahwa parameter dan ukuran sehatnya sebuah bangsa dan negara salah satunya bisa dilihat dari tegak dan kokohnya tali persaudaraan kebangsaan, ekonomi yang tumbuh merata, akses pendidikan yang mudah, terbukanya ruang-ruang dalam menyampaikan pendapat, serta tegaknya hukum sebagai instrumen untuk meraih keadilan.
“Bangsa yang kuat dan sehat juga tercermin dari semakin berkualitas dan berdayanya masyarakat sipil,” jelas Haedar.
Berkaitan dengan hal tersebut, PBNU dan PP Muhammadiyah menegaskan 5 sikap :
Pertama, Muhammadiyah dan NU akan senantiasa mengawal dan mengokohkan konsensus para pendiri bangsa bahwa Pancasila dan NKRI adalah bentuk final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia adalah Negara yang memiliki keanekaragaman etnis suku, golongan, agama yang tetap harus dijaga dalam bingkai perstuan dan kesatuan bangsa.
Kedua, Muhammadiyah dan NU secara pro aktif terus melakukan ikhtiar-ikhtiar bagi peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup warga terutama mengembangkan pendidikan karakter yang mengedepankan akhlakul karimah di semua tingkatan atau jenjang pendidikan serta penguatan basis-basis ekonomi keumatan dan juga peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Ketiga, Muhammadiyah dan NU menyeru kepada pemerintah agar bersungguh-sungguh dalam upaya mengurangi angka kemiskinan dan mengurangi angka pengaguran serta melakukan upaya-upaya yang terukur agar kesenjangan ekonomi dan sosial segera teratasi dengan baik.
Keempat, mengimbau kepada seluruh warga NU dan Muhammadiyah agar bersama-sama membangun iklim yang kondusif, suasana yang kondusif dalam kehiduapan kemasyarakatan dan keberagamaan di tengah era sosial media yang membutuhkan kehatian-hatian yang lebih. Mengingat bertebarannya pelbagai macam informasi hoaks, ujaran kebencian dan fitnah yang berpotensi mengganggu keutuhan bangsa. NU dan Muhammadiyah berkomitmen untuk menghadirkan narasi yang mencerahkan melalui ikhtiar-ikhtiar dalam bentuk penguatan dan peningkatan literasi digital sehingga terwujud masyarakat informatif yang berkahlakul karimah.
Kelima, memasuki tahun 2018, di mana kita akan menghadapi apa yang diistilahkan sebagai tahun politik maka marilah kita bersama-sama menjadikan ajang demokrasi sebagai bagian dari cara kita sebagai bangsa untuk melakukan perubahan-perubahan yang berarti bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hendaknya dalam demokrasi perbedaan jangan sampai menjadi sumber perpecahan.
Perbedaan harus dijadikan sebagai rahmat yang menopang harmoni kehidupan yang beranekaragam. Karena demokrasi tidak sekedar membutuhkan kerelaan hati menerima adanya perbedaan pendapat dan perbedaan pikiran, namun demokrasi juga membutuhkan kesabaran, ketelitian, dan cinta kasih antar sesama.