JAKARTA, MENARA62.COM – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempersilakan perguruan tinggi dibawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) untuk mendaftarkan diri menjadi lembaga penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan Penguatan Kepala Sekolah (PPKS). Kesempatan menjadi LDP PPKS terbuka untuk semua perguruan tinggi sepanjang memenuhi persyaratan dan prosedur yang berlaku.
“Jadi kami memberikan kesempatan sama ke semua perguruan tinggi. Tidak hanya PT dibawah naungan Muhammadiyah,” kata Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Supriano, Senin (20/5).
Supriano menolak anggapan bahwa pemilihan LPD tidak transparan. Sehingga memunculkan dominasi PT Muhammadiyah pada penetapan LPD Surat Keputusan ke-3.
“Kami sudah umumkan di laman Kemendikbud. Dan buktinya diluar Muhammadiyah banyak juga yang mendaftar. ITB juga ikut mendaftar tetapi tidak lolos karena tidak memenuhi syarat,” katanya.
Hanya saja, setelah diverifikasi, ternyata memang PT Muhammadiyah yang kebetulan banyak yang lolos. Akibatnya pada SK LDP ke-3, dari 14 PT, 13 PT diantaranya dibawah Muhammadiyah.
Penetapan LPD PPKS ini sempat menuai protes, terutama dari perguruan tinggi yang berada di bawah naungan NU. Penetapan LPD dinilai melukai rasa keadilan, karena terlalu didominasi oleh perguruan tinggi di bawah Muhammadiyah.
Agar kesalahpahaman tersebut tidak berkepanjangan, Supriano mengundang sejumlah PT dibawah NU. Intinya kedua belah pihak melakukan tabayun untuk memperoleh kesepakatan bersama yang menguntungkan semua pihak.
Untuk diketahui, Kemendikbud melalui Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah pada tanggal 9 April 2018 meminta agar setiap kepala sekolah wajib memiliki sertifikat calon kepala sekolah. Sertifikat ini sebagai syarat profesionalisme dalam pelaksanaan tugasnya (manajerial, supervisi dan pengembangan kewirausahaan).
Sertifikasi dilaksanakan oleh Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS) dengan mengikuti diklat calon kepala sekolah. Bagi peserta yang lulus, akan diberikan Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) Calon Kepala Sekolah.
Bagi kepala sekolah yang sudah menjabat sebelum ditetapkannya Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 dan belum memiliki sertifikat calon kepala sekolah, maka kepala sekolah yang bersangkutan wajib mengikuti dan lulus diklat penguatan kepala sekolah.
Data Kemendikbud menyebutkan saat ini jumlah kepala sekolah yang menjadi sasaran diklat PPKS tercatat 146.293 kepala sekolah. Sedangkan bagi kepala sekolah yang diangkat setelah ditetapkannya Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 dan belum memiliki sertifikat calon kepala sekolah, maka kepala sekolah yang bersangkutan wajib mengikuti dan lulus diklat calon kepala sekolah. “Saat ini yang menjadi sasaran mengikuti diklat calon kepala sekolah sebanyak 13.896 kepala sekolah.
Dalam proses sertifikasi tersebut, LPPKS bekerja sama dengan lembaga penyelenggara diklat lain yang telah memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai Lembaga Penyelenggara Diklat (LPD) oleh Dirjen GTK. LPD dimaksud terdiri atas UPT di lingkungan Kemendikbud, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDMD) Provinsi dan LPTK.
Supriano menegaskan, meski kesempatan menjadi LPD terbuka untuk seluruh LPTK, namun tetap ada persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan tersebut meliputi, LPD berlaku bagi UPT di lingkungan Kemdikbud (P4TK dan LPMP) dan BPSDMD Provinsi.
LPD harus memiliki pengajar dengan kualifikasi akademik minimal S2 di bidang kependidikan dan bersertifikat ToT Pengajar Diklat yang diterbitkan oleh LPPKS. Selain itu harus memiliki Asesor bersertifikat LPPKS, mempunyai sarana diklat (aula, ruang kelas, asrama, ruang outbond).
Sementara bagi LPTK, selain memenuhi kriteria di atas, juga wajib memiliki Fakultas/Jurusan Kependidikan.
“Kemarin ITB juga mendaftar, tapi terpaksa tidak lolos verifikasi, karena ITB tidak memiliki fakultas kependidikan,” lanjut Supriano.
Adapun mekanisme penetapan LPD adalah, calon LPD mengajukan permohonan kepada Dirjen GTK melalui LPPKS. LPPKS melakukan verifikasi persyaratan menjadi LPD.
Kemudian LPD harus menandantangani MoU dengan LPPKS setelah dinyatakan lolos verifikasi. LPPKS mengajukan permohonan penetapan sebagai LPD yang telah dinyatakan lolos verifikasi kepada Dirjen GTK dengan melampirkan bukti hasil verifikasi dan MoU, baru setelah itu Dirjen GTK menetapkan SK LPD.
Supriano menjelaskan, hingga kini pihaknya telah membuka tiga tahap penetapan LPD. Tahap pertama, ada 34 LPMP dan 12 PPPPTK dan 1 LP3TK KPTK di lingkungan Kemdikbud.
Tahap kedua, ditetapkan 18 LPD yang terdiri dari 13 LPTK (UNS, UNESA, UNNES, UNM, Universitas Gorontalo, Universitas Bengkulu, UNJ, UNY, UNP, UPI, UNM, UNTIRTA, dan Universitas Ibnu Chaldun) dan lima BPSDMD (Sumsel, Sumut, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten).
Kemudian di tahap III yang kemudian sempat menuai protes tersebut, ditetapkan 14 LPTK yakni (Universitas Muhammadiyah (UM) Surakarta, UM Malang, Universitas Achmad Dahlan Yogyakarta, UM Purwokerto, UHAMKA, UM Jakarta, UM Makassar, UM Medan, UM Sorong, UM Mataram, UM Surabaya, UM Jember, UM Gresik, dan Universitas Pamulang (Unpam).
“Jadi beberapa bulan lalu, perguruan tinggi di bawah Muhammadiyah memang mendaftarkan sejumlah perguruan tingginya secara bersamaan, lalu kami proses. Itu pun ada perguruan tinggi Muhammadiyah yang tidak lolos verifikasi. Tidak semuanya lolos,” terangnya.
Supriano menegaskan, bahwa masih ada tahap keempat yang bisa dimanfaatkan oleh LPTK lain yang ingin menjadi LPD. “Silakan mendaftar, kalau lolos verifikasi akan kami loloskan, ini terbuka untuk LPTK manapun yang memenuhi persyaratan,” terangnya.
Sebelumnya, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU) melayangkan protes ke Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait surat keputusan penetapan Lembaga Penyelenggara Diklat (LPD). Surat Keputusan tersebut dinilai hanya menguntungkan perguruan tinggi di bawah Muhammadiyah.
Ketua LP Ma’arif NU Arifin Zunaidi mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat protes itu ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy. Hasilnya, Mendikbud setuju untuk meninjau kembali SK penetapan LPD itu.