JAKARTA, MENARA62.COM – Kementerian Perindustrian merespons serius pengaduan masyarakat terkait beberapa Surat Perintah Kerja (SPK) yang diduga bermasalah di Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi (Direktorat IKHF) Tahun Anggaran 2023.
“Terhadap pengaduan tersebut, Kemenperin telah melakukan pemeriksaan internal dan
menemukan telah terjadi penipuan yang dilakukan oleh Sdr. LHS yang menyalahgunakan jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Direktorat IKHF,” kata Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Senin (6/5).
Jubir Kemenperin menyampaikan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan internal, seluruh paket pekerjaan yang diadukan tersebut tidak terdaftar pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) tahun 2023 karena paket pekerjaan dimaksud memang tidak terdapat dalam alokasi DIPA Kemenperin Tahun Anggaran 2023.
“Hasil pemeriksaan internal kami menemukan adanya penipuan yang dilakukan oleh Sdr. LHS dengan membuat Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif. Yang perlu ditegaskan adalah kasus
ini tidak menimbulkan kerugian pada keuangan negara,” jelas Febri.
Perbuatan ini dilakukan oleh oknum pegawai berinisial LHS yang mengatasnamakan
jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi. LHS membuat Surat Perintah Kerja (SPK) kepada pihak lain seolah-olah SPK tersebut merupakan SPK resmi dari Kementerian Perindustrian.
“Perbuatan Sdr. LHS ini tidak diketahui ataupun diperintahkan oleh atasan atau pimpinannya dan merupakan perbuatan pribadi yang bersangkutan,” tegas Febri.
Dari laporan/pengaduan yang masuk, terdapat SPK fiktif yang diterbitkan oleh LHS selaku
PPK untuk kegiatan Fasilitasi Pendampingan IKHF. Salah satu di antaranya senilai Rp23
miliar. Nilai tersebut tidak sesuai dengan anggaran dan jenis kegiatan Fasilitasi
Pendampingan IKHF sebagaimana tercantum dalam DIPA Direktorat IKHF Tahun 2023 yang
hanya sebesar Rp590 juta dari total pagu anggaran sebesar Rp10 miliar.
Kemenperin sedang melakukan proses penindakan atas pelanggaran disiplin berat dengan hukuman maksimal pemecatan. Yang bersangkutan saat ini telah dibebastugaskan dari jabatannya sebagai PPK. Kementerian Perindustrian tidak mentolerir dan akan menindak tegas perbuatan-perbuatan pelanggaran sejenis.
Febri menegaskan, Kemenperin membongkar kasus ini kepada masyarakat sebagai bentuk
komitmen Menteri Perindustrian untuk menyelenggarakan tata kelola keuangan secara akuntabel, transparan, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, setiap perbuatan yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip dimaksud akan dilakukan penindakan.
“Selanjutnya, kami mengimbau masyarakat termasuk para penyedia jasa untuk memperhatikan secara seksama kegiatan-kegiatan pengadaan barang jasa di Kemenperin melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE),” tutup Febri.(*)