JAKARTA, MENARA62.COM – Hernia nukleus pulposus (HNP) atau dalam istilah awamnya saraf terjepit cukup banyak ditemukan di tengah masyarakat. Terutama mereka yang sudah lanjut usia dan memiliki faktor pemicu saraf kejepit dalam aktivitas hariannya seperti merokok, obesitas, aktivitas kerja dan lainnya.
Meski dapat mengganggu aktivitas, banyak penderita yang tidak segera mencari pengobatan. Mereka baru datang ke dokter ketika penyakit saraf terjepitnya sudah sangat mengganggu dengan rasa nyeri yang hebat dengan berbagai alasan.
Tetapi kini penderita saraf terjepit tidak perlu khawatir untuk berobat. Kemajuan di bidang medis memungkinkan saraf terjepit dapat diatasi dengan metode Interventional Pain Management (IPM). “Metode pengobatan ini menerapkan teknik-teknik intervensi untuk menangani nyeri subakut, kronik, persisten, dan nyeri yang sulit diatasi, baik secara independen maupun bersama dengan modalitas terapi lainnya,” papar Dr. dr. Wawan Mulyawan, SpBS, SpKP, Ketua Indonesian Neurosurgical Pain Society (INPS) pada Diskusi Media dengan Tema “Solusi Terkini Saraf Terjepit Tanpa Operasi, dengan Kateter RACZ dan DiscFX’ yang digelar secara daring, Kamis (15/7/2021).
Teknologi IPM ini dapat berupa injeksi kortikosteroid, radiofrekuensi ablasi, laser, kateter RACZ, endoskopi tulang belakang, dan yang paling terbaru adalah DiscFX. Semua teknologi ini lanjut Dr Wawan, akan membantu menangani nyeri tulang belakang yang menjadi salah satu keluhan utama penderitanya saat berkonsultasi dengan dokter.
Dokter spesialis bedah saraf Klinik Nyeri DR Indrajana, dr. Mustaqim Prasetya, SpBS menjelaskan dahulu, penanganan saraf terjepit dilakukan dengan cara operasi terbuka yang memiliki banyak risiko dan proses pemulihannya lama. Tetapi kini seiring dengan majunya teknologi kedokteran, saraf terjepit sudah dapat diatasi dengan teknologi invasif minimal tanpa bedah terbuka dengan risiko yang lebih minimal.
“Penanganan model seperti ini memungkinkan pasien tidak perlu rawat inap, hanya menggunakan bius lokal, sayatan hanya sekitar 7 mm, tanpa operasi dan proses pemulihannya juga sangat cepat. Dengan demikian risiko bisa diturunkan dan biaya pengobatan juga jauh lebih murah,” jelas dr Mustaqim.
Salah satu teknik IPM untuk mengatasi nyeri tanpa operasi adalah kateter RACZ yang berukuran mikro dan dimasukkan ke dalam rongga epidural di tulang belakang. Kateter RACZ atau disebut juga dengan neuroplasty epidural kata dr. Danu Rolian, SpBS, spesialias bedah saraf Klinik Nyeri DR Indajana, akan menghantarkan obat-obatan tertentu untuk membantu mengurangi peradangan atau iritasi saraf sehingga nyeri menjadi berkurang atau mereda.
“Prosedur kateter RACZ ini hanya membutuhkan waktu 30-45 menit, sehingga tidak perlu rawat inap sehingga pasien bisa langsung pulang,” jelas dr. Danu.
Metode Kateter RACZ yang ditemukan oleh Gabor Racz ini menggunakan segmen ujung terbuat dari kawat berulir, tip tumpul, kuat dan mampu didorong hingga segmen thorakal serta menempatkan obat pada pusat penyebab nyeri.
Teknologi IPM terbaru lainnya adalah teknologi DiscFX yang dapat mengatasi jepitan saraf tulang belakang sehingga nyeri bisa tuntas. Dengan berbagai keunggulannya, lanjut dr. Danu, teknologi DiscFX hanya memerlukan sayatan kecil sehingga biusnya cukup lokal saja dan tanpa rawat inap. Proses tindakan juga cepat dan dapat dilakukan pada beberapa bantalan tulang yang menonjol sekaligus.
“Dibandingkan dengan teknologi sebelumnya, DiscFX ini dapat memberikan perbaikan kualitas hidup penderita saraf terjepit lebih baik karena dapat terbebas dari siksaan nyeri akibat saraf terjepit,” tukasnya.
Berbagaia teknologi IPM untuk mengatasi saraf terjepit tersebut kini dapat dijumpai di Klinik Nyeri DR Indrajana. Direktur Utama Klinik Utama DR Indrajana dr Mustapa Widjaja menjelaskan Klinik Nyeri DR. Indrajana yang merupakan layanan terbaru dari Klinik Utama DR. Indrajana akan berfokus pada penanganan nyeri tulang belakang dengan teknologi terkini yang lebih terjangkau biayanya.
“Klinik Nyeri DR. Indrajana akan berkomitmen untuk memberikan layanan medis untuk penanganan nyeri tulang belakang secara komprehensif karena kami memiliki beragam teknologi IPM guna menjawab kebutuhan penderita nyeri yang sedang mencari kesembuhan tanpa operasi, mulai dari endoskopi tulang belakang, laser, radiofrekuensi ablasi hingga kateter RACZ dan DiscFX,” jelas dr. Mustapa Widjaja.
Saraf terjepit atau HNP itu sendiri merupakan suatu kondisi yang diakibatkan menonjolnya bantalan tulang belakang sehingga menjepit saraf tulang belakang. HNP dapat terjadi pada semua ruas tulang belakang, tetapi yang paling sering terjadi yaitu pada segmen lumbal atau pinggang yang sebagian besar pada segmen L4-L5, L5-S1. Saraf terjepit juga bisa terjadi pada ruas leher C5-C6 atau C6-C7.
Meski ditemukan lebih banyak pada kelompok penduduk lanjut usia, tetapi dalam beberapa kasus, saraf terjepit juga dapat terjadi pada mereka yang masih berusia muda. Gangguan saraf terjepit pada usia muda ini umumnya disebabkan oleh cedera dan beban berat pada tulang belakang sehingga menyebabkan penonjolan bantalan tulang atau diskus intervertebrali. Sedangkan pada usia tua disebabkan proses degenerasi, dan hilangnya elastisitas batalan tulang.
Adapun faktor risiko saraf terjepit ini antara lain usia, cedera (baik jatuh akibat kecelakaan atau olahraga), aktivitas dan pekerjaan (duduk lama, mengangkat ataupun menarik beban yang berat, sering memutar punggung ataupun membungkuk, latihan fisik terlalu berat dan berlebihan, terpapar getaran yang konstan, olahraga berat, merokok, berat badan berlebihan, dan batuk dalam waktu yang lama.
Saraf terjepit ini dapat menimbulkan beragam gejala bergantung pada lokasi jepitan saraf itu terjadi. Namun pada umumnya dikatakan mengalami saraf terjepit apabila mengalami salah satu dari tiga gejala berikut komponen sensorik (rasa), misalnya kesemutan, kebas, baal yang terasa di tangan atau kaki, komponen motorik (gerakan), misalnya anggota gerak melemah dan komponen otonom, misalnya gangguan buang air kecil, dan buang air besar.