29 C
Jakarta

Konflik Dengan Yayasan Sebabkan Kinerja PTS Anjlok

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Perguruan tinggi swasta (PTS) memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting dalam mendongkrak angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia. Karena itu pemerintah terus berupaya semua PTS menjaga situasi pendidikan yang kondusif dan menjauhi konflik.

“Kita tahu, banyak PTS yang awalnya bagus, kinerjanya bagus, tiba-tiba anjlok karena tidak bisa menjaga situasi pengajaran yang kondusif,” jelas Dirjen Kelembagaan Kemenristekditi Patdono Suwigyo saat membuka resmi seminar nasional yang digelar Asosiasi Badan Pengelola Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (BPPTSI) kemarin.

Dari APK pendidikan tinggi saat ini yang mencapai 35,1 persen, sebenarnya sebagian besar disumbang oleh PTS. Jika tidak ada PTS bisa jadi APK pendidikan tinggi di Indonesia baru pada angka 4 persen atau 1/8 dari APK saat ini.

“Jumlah PTS di Indonesia mencapai 3.128 PTS dengan jumlah mahasiswa mencapai 4,7 juta. Jelas ini memegang peranan sangat penting,” lanjut Patdono.

Situasi yang tidak kondusif, kata Patdono sebagian besar disebabkan oleh konflik antara yayasan dan pengelola PTS. Konflik tersebut biasanya berkisar pada laporan keuangan, aset dan persoalan pergantian kepemimpinan.

Dalam kasus sengketa yang melibatkan yayasan dan universitas swasta, pemerintah dalam hal ini Kemenristekdikti tidak memiliki kewenangan apa-apa untuk mengintervensinya. Tidak sama halnya dengan konflik yang terjadi di Perguruan Tinggi Negeri.

“Paling banter kami hanya bisa kasih saran dan masukan. Misalnya saat berkonflik jangan melibatkan orang luar, jangan melibatkan media. Lebih baik diselesaikan secara internal supaya kondisi kampus tetap terjaga,” tukas Patdono.

Supaya konflik tidak terjadi, Patdono juga menyarankan agar yayasan dan universitas membuat catatan terkait aset dan laporan keuangan secara transparan dan berkekuatan hukum. Dengan demikian, jika terjadi sengketa maka penyelesaiannya jauh lebih mudah karena ada bukti-bukti tertulis.

Seminar nasional yang digelar Asosiasi Badan Pengelola Perguruan Tinggi Swasta Indonesia

Sementara itu Ketua BPPTSI Thomas Suyatno mengatakan yayasan yang mengelola lembaga pendidikan tinggi harus bersifat dinamis dan pengembangannya harus menatap ke masa depan. Sebab tantangan pendidikan tinggi yang kita hadapi tidak sekedar era industri 4.0 tetapi juga harus mulai bersiap untuk era industri 5.0.

Thomas juga meminta agar pengelola yayasan memutar keuangan yayasan selama 24 jam penuh. “Dana yayasan harus gentayangan 24 jam penuh, tidak boleh berhenti tidak boleh distop,” kata Thomas.

Untuk menyelesaikan konflik yayasan-PTS, diakui Thomas tidak ada strategi yang paling baik. Penyelesaian yang baik adalah dengan melihat situasi di lapangan. Sebuah strategi bisa diubah jika situasinya juga berubah.

Meski demikian, Thomas berpendapat bahwa pendekatan kolaborasi dalam konflik internal yayasan-PTS lebih baik dibanding pendekatan lainnya. Alasannya karena hubungan dan outcome sekaligus dijadikan hal penting, interdependensi kedua belah pihak tinggi, terdapat kepentinganbersama dan menjaga kekompakan, kedua pihak ingin mencaoai kinerja tinggi dan dalam konflik  memiliki potensi tinggi terjadinya eksalasi.

Rektor Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama) Prof. Dr. Rudy Harjanto, yang hadir dalam seminar tersebut mengatakan konflik yayasan dengan universitas bisa terjadi di kampus manapun. Karenanya, untuk mengantisipasi, perlu sinergi antar yayasan dan universitas. Jika ada masalah, kedua belah pihak harus menyikapi dengan kerendahan hati, melakukan tindakan yang wajar dan tetapi berpegang teguh untuk mengedepankan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

“Dan yang terpenting, selesaikan masalah dengan kepala dingin,” tutupnya.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!