Oleh: Ashari*
IDE (gagasan) ternyata bisa datang kapan saja dan dimana saja dan sesungguh kepada siapa saja. Hanya saja, tergantung kepada kita sendiri yang menerima karunia ide itu. Kita lepaskan atau kita tangkap. Kemudian kita pelihara, kembangkan sehingga menjadi sebuah tulisan sebagai bentuk dari ikatan gagasan itu agar tidak lepas dan berai kemana-mana. Akhirnya hilang tak tentu rimba.
Masih ingat kita bagaimana pesawat terbang dengan berat hingga mencapai ukuran ton, dapat melesat terbang, dengan kecepatan 650 Km/jam bahkan ada yang melebihi kecepatan suara, awalnya juga berangkat dari gagasan Ian Wright bersaudara dari AS yang kagum melihat burung bisa terbang. Mengapa manusia yang konon lebih pintar tidak bisa terbang layaknya burung mengepakkan sayapnya. Maka Wright membuat percobaan demi percobaan dengan membuat alat/pesawat yang mirip burung setelah sebelumnya mereka berdua mempelajari anatomi tubuh burung. Wright berhasil setelah beberapa gagal dalam uji cobanya, pesawat bisa ‘naik’ ternyata menggunakan prinsip ditekan dan melawan. Melawan angin.
Lagi, ketika Ahmad Fuadi (Novelis Negeri 5 Menara) dengan Trilogi Novelnya. Awalnya dia juga tidak mengira jadi wartawan hingga kemudian menulis novel dari perjalanan separuh hidupnya mengelilingi separuh belahan dunia di Eropha. Bagi kita yang membiarkan ide itu lepas, maka seberapa lama kita di luar negeri mungkin tidak ada lagi catatan yang harus kita buat. Tidak ada lagi kesan yang ditorehkan dalam bentuk tulisan. Akhirnya kenangan itu lepas begitu saja tanpa bekas.
Yang lebih konkret lagi misalnya: ketika kita sedang duduk di kamar mandi, tiba-tiba muncul ide ingin menulis – Dibalik penghargaan Kalpataru bagi Sleman 2013. Maka langkah-langkah yang selanjutnya kita lakukan, dari beberapa buku literature yang kita baca dan pengalaman di lapangan.
Pertama – Tulis tema besar itu dalam buku catatan kita. Mengapa perlu ditulis? Sebab kita, manusia mempunyai sisi lemah, yakni mudah lupa. Dengan ditulis maka disamping kita akan ingat, maka akan membantu dalam hal pencarian data pendukung selanjutnya. Tulisan yang baik dan berbobot konon yang dilengkapi dengan data-data pendukung. Baik dari hasil riset maupun wawancara.
Kedua – Kita sibuk untuk mencari data pendukung. Cari tahu apa itu Adipura. Sejak kapan penghargaan versi pemerintah pusat itu dilaksanakan, sebab konon sempat terhenti pada tahun 1988. Cari tahu alasannya apa? Kriterianya apa saja daerah hingga berhasil mendapatkan Adipura. Apakah hanya kebersihan secara fisik saja yang menjadi tolok ukur atau ada criteria lain, misalnya dari sisi manajemen pemerintah daerah apakah juga disorot. Termasuk bagaimana jika ada pejabat yang korup, apakah akan menggugurkan nilai Adipura yang akan diberikannya. Dan yang tidak kalah pentingnya, cari tahu sejauh mana dampak positip pemberian Adipura terhadap peningkatan kesejahteraan warga-nya. Masih banyak data yang bisa kita korek/ungkap. Semakin lengkap data maka tulisan lebih menarik dan tidak kering.
Ketiga – Mulailah kita tulis. Ini langkah terpenting. Sebab sering data sudah ditangan, namun kita disergap oleh rasa malas (al-kasalu) untuk memulai menuliskannya. Atau,kalau tidak malas kita dibenturkan oleh kesibukan lain yang menyita banyak waktu dan perhatian. Karena kita gagal memanej waktu dengan baik, maka tema bagus yang sudah digenggaman melayang ditelan oleh waktu. Karena makin lama, tulisan kita menjadi basi, kehilangan momen. Maka kita memang harus pinter-pinter dalam mengelola waktu yang hanya 24 jam/hari ini. Semua orang diberi jatah waktu yang sama. Ada yang bisa membuat novel, buku banyak best seller, tapi ada juga yang membuat sekedar kata sambutan saja kesulitan.
Keempat – Beranikan diri untuk kirim ke media. Tidak perlu ragu apalagi takut ketika tidak dimuat. Oleh redaktur dilempar kekeranjang sampah. Terus berlatih dan berlatih. Semakin sering kita menulis, semakin terampil kita menggunakan kosa kata pada tempatnya. Hingga membuat tulisan kita menjadi indah. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah koreksi sekali lagi sebelum di send ke media, barangkali ada kata, ejaan, tanda baca yang keliru atau tidak pada tempatnya, hingga membuat risih ketika dibacanya.
Kelima – Tawakal. Langkah terakhir kita pasrahkan kepada Yang Maha Mengatur. Allah Swt. Tuhan Yang Maha Tahu. Pantas tidak tulisan kita dimuat. Artinya kita tetap berdoa untuk diberikan yang terbaik. Selamat mencoba. Sekian
Penulis : Guru PKn SMP Muhammadiyah Turi Sleman. Email : hari_ashary@Yahoo.com