31.7 C
Jakarta

Mobil Mewah Nan Perlente

Tidak Salah, Tapi Apa Pantas Disaat Ada Guru Yang Dibayar Dibawah UMR

Baca Juga:

Mengawali tulisan, yang sebetulnya bisa dikatakan sebagai lanjutan dari tulisan seri kritik kritis pada Muhammadiyah, penulis mendapatkan konfirmasi dari Deny Asy’ari, dalam kapasitasnya sebagai Direktur Utama Suara Muhammadiyah (SM). Deny memberikan tanggapan atas tulisan sebelumnya, yang memuat kritik tentang deretan mobil mewah yang terparkir di depan kantor SM di Yogyakarta. 

Deny, sebagai salah satu kader unggulan IMM yang dipuji Allahuyarham Buya Syafii Maarif pun menerangkan, jika kendaraan mewah Alphard tersebut merupakan kendaraan PP Muhammadiyah dan bukan SM. Kendaraan tersebut, merupakan sumbangan dari personal orang Jawa Timur untuk PP Muhammadiyah.

Sedangkan kendaraan Pajero, semula diniatkan sebagai kendaraan yang disiapkan dan dipakai sebagai operasional Buya Syafii, namun kendaraan itu belum sempat dipergunakan almarhum. Mobil ini, juga sumbangan dari pihak lain, bukan dibeli oleh SM. Posisi kedua mobil di depan kantor SM bukanlah pamer kemewahan, tapi karena tidak ada area parkir. Untuk diketahui bersama, bahwa di belakang Grha SM sedang dilaksanakan proyek pembangunan Tower Suara Muhammadiyah.

Konfirmasi semacam ini tentu menyegarkan. Meskipun, dalam tulisan sebelumnya merupakan opini yang tidak bisa dikatakan sebagai produk jurnalis murni, karena tidak langsung memberikan sisi yang berbeda pada tulisan yang sama. Tulisan kritik ini mungkin dirasakan sebagai “nyinyir”, namun merupakan ungkapan yang keluar dari kader biasa.

Memang apa yang disampaikan Deny sangatlah benar. Persoalan penggunaan mobil operasional mewah untuk elit pimpinan Muhammadiyah, maupun untuk jajaran pimpinan Universitas Muhammadiyah terkemuka, umumnya sudah menjadi hal yang sangat biasa. Sudah tidak dianggap lagi sebagai sebuah “kemewahan”, namun sudah menjadi kebutuhan. Apalagi jika dikaitkan dengan gaya hidup kekinian dan kepantasan dalam menerima tamu-tamu penting ke kantor Muhammadiyah. Muhammadiyah harus terlihat gagah dan perlente. Apalagi Muhammadiyah telah dibaptis sebagai Organisasi Massa terkaya di seluruh dunia.

Walaupun, itu tetap saja terasa menyilaukan bagi para guru karyawan AUM bergaji rendah. Terkait fenomena pemakaian mobil mewah untuk Pimpinan Muhammadiyah, penulis melihat tren itu bermula dari Jawa Timur. Adalah Allahuyarham Muhammad Najikh, sebagai seorang saudagar terkemuka Muhammadiyah yang mengambil inisiatif itu. Mobil-mobil mewah itu dibeli patungan menggunakan uang pribadi para donatur papan atas. Supaya, PWM tidak perlu lagi repot mencari pinjaman mobil ketika ada tamu-tamu penting dari Ibukota.

Kitapun mungkin akan memilih mobil-mobil “mewah” yang memiliki tingkat kenyamanan tinggi di tengah padatnya mobilitas Jakarta. Itu kalau memang punya kesempatan untuk memilih. Sedangkan disana, masih banyak yang tidak punya pilihan itu.

Memang Islam tidak mengenal kategori kaya dan miskin, tetapi kaya dan berkecukupan. Namun yang pasti, memakai mobil mewah nan perlente memang tidak salah, namun apa pantas disaat masih ada guru yang dibayar di bawah UMR. Di saat masih ada kader persyarikatan yang kesulitan mendapatkan modal untuk usahanya. Atau disaat banyak kader yang masih bergelut dengan belitan hutang, dan kehilangan pekerjaan.

Semoga mata hati persyarikatan selalu menampakkan cahaya dua melingkar.

Penulis: Qosdus Sabil (Anggota Muhammadiyah Pinggiran), waktu dhuha Ciputat, 14 Sya’ban 1444 H

Editor: Imam Prihadiyoko

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!