YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Dalam konferensi persnya siang ini, Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) menyampaikan dua hal pokok, yaitu sikap Muhammadiyah dalam penanganan Covid-19 terkait kebijakan-kebijakan terkini dari pemerintah dan edaran PP Muhammadiyah tentang pelaksanaan sAlat Idulfitri tahun 1441 H.
Drs. H. M. Agus Samsudin, M.M., Ketua MCCC PP Muhammadiyah, mengajak masyarakat untuk selalu menerapkan physical distancing dan tetap berada di rumah. “Karena kita belum tahu kapan pandemi ini berakhir dan saya juga mengajak semua untuk bersatu dan jangan jalan sendiri-sendiri,” katanya. Agus juga menyampaikan perkembangan respon Muhammadiyah dan Aisyiyah dalam penanganan Covid-19.
Dalam penanganan pasien Covid-19 hingga Kamis (14/5/2020), 77 Rumah Sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah (RSMA) ada total pasien 4.493 pasien dengan rincian ODP sebanyak 2.965 pasien, PDP sebanyak 1.369 pasien, dan terkonfirmasi 159 pasien. “Ada tren kenaikan jumlah pasien dari sebelumnya tanggal 12 Mei 2020 berjumlah total 4.403 pasien dengan 142 kasus terkonfirmasi,” ujarnya.
Sementara itu terkait pelaksanaan salat Idulfitri di masa pandemi Covid-19, PP Muhammadiyah sudah mengeluarkan surat edaran. Surat edaran bertanggal 14 Mei 2020 dan ditandatangani oleh Prof. Dr. Haedar Nasir, M.Si., selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Sekretaris Dr. H. Agung Danarto, M.Ag., dengan dilampiri fatwa dari Majelis Tarjih dan Tajdid.
Secara substansi, surat edaran tersebut menyatakan agar seluruh unsur Persyarikatan Muhammadiyah mengikuti fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid tentang salat Id tahun ini yang menjadi lampiran surat. Hal tersebut dibenarkan oleh Agung Danarto saat dikonfirmasi tentang edaran itu.
Agung menyampaikan harapannya agar semua jajaran persyarikatan, pusat, wilayah, daerah, cabang ranting, ortom, aum dan lain sebagainya untuk turut serta mensosialisasikan tuntunan ini kepada umat Islam pada umumnya dan warga Muhammadiyah pada khususnya. “Kami berharap agar semua unsur persyarikatan melakukan konsolidasi sebaik-baiknya agar edaran ini bisa dilaksanakan sebagai bentuk ketaatan kepada kebijakan organisasi,” katanya.
Lebih lanjut Agung mengatakan umat Islam perlu diberi pencerahan bahwa wabah pandemi Covid-19 ini adalah ancaman yang nyata terhadap kehidupan umat manusia. Umat Islam diperintahkan untuk menghindarkan kemudharatan apalagi yang mengancam nyawa manusia.
Menurutnya, umat Islam juga perlu diajak untuk berempati kepada tenaga medis yang berjibaku mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan kehidupan. Usaha untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 adalah bentuk empati tersebut sekaligus upaya untuk menghilangkan kemudharatan. “Kita tidak boleh menganggap daerah kita sebagai daerah yang tidak mungkin terjangkit wabah corona. Menjaga untuk tetap menjadi kawasan aman dari Covid-19 jauh lebih mulia daripada menunggu ada yang terpapar baru melakukan antisipasi,” tegasnya.
Sementara itu, Majelis Tarjih dan Tajdid dalam fatwanya yang ditanda tangani oleh Ketuanya, Syamsul Anwar dan Sekretaris Mohammad Mas’udi menetapkan “Tuntunan Salat Idulfitri dalam Kondisi Pandemi Covid-19”.
Syamsul Anwar dalam kesempatan tersebut menyampaikan pokok-pokok fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid sebagai berikut:
- Apabila pada tanggal 1 Syawal 1441 H yang akan datang kedaan negeri Indonesia oleh pihak berwenang (pemerintah) belum dinyatakan bebas dari pandemi Covid-19 dan aman untuk berkumpul orang banyak maka salat Idulfitri di lapangan sebaiknya ditiadakan atau tidak dilaksanakan.
- Karena tidak dapat dilaksanakan secara normal di lapangan sebagaimana mestinya, lantaran kondisi lingkungan belum dinyatakan oleh pihak berwenang bersih (clear) dari Covid-19 dan aman untuk berkumpul banyak orang, maka salat Id bagi yang menghendaki dapat dilakukan di rumah masing-masing bersama anggota keluarga dengan cara yang sama seperti salat Id di lapangan. Bahkan sebaliknya, tidak ada ancaman agama atas orang yang tidak melaksanakannya, karena salat Id adalah ibadah sunah.
- Pelaksanaan salat Ied di rumah tidak membuat suatu jenis ibadah baru. Salat Ied ditetapkan oleh Nabi saw melalui sunahnya. Salat Ied yang dikerjakan di rumah adalah seperti salat yang ditetapkan dalam sunah Nabi saw. Hanya tempatnya dialihkan ke rumah karena pelaksanaan di tempat yang semestinya, yaitu di lapangan yang melibatkan konsentrasi orang banyak, tidak dapat dilakukan. Juga tidak dialihkan ke masjid karena halangannya adalah ketidakmungkinan berkumpulnya orang banyak di suatu tempat.
- Dengan meniadakan salat Id di lapangan maupun di masjid karena adanya ancaman Covid-19 tidaklah berarti mengurang-ngurangi agama. Semua itu dalam rangka perwujudan kemashlahatan manusia berupa perlindungan diri, agama, akal, keluarga dan harta benda menjaga agar tidak menimbulkan kemadharatan bagi diri sendiri dan orang lain.
Fatwa tersebut menegaskan bahwa tidak ada ancaman agama bagi orang yang tidak melaksanakan salat Ied karena itu adalah ibadah sunnah. Dalam edaran tersebut juga disampaikan terkait tata cara pelaksanaan sholat Ied dirumah, sama seperti pelaksanaan salat Id di lapangan.(*)
Drs. H. M. Agus Samsudin, M.M.
Ketua MCCC PP Muhammadiyah