33 C
Jakarta

Muktamar Teladan dan Muhammadiyah Berkemajuan

Baca Juga:

Muktamar Muhammadiyah ke-47 yang diselenggarakan bersama Muktamar Aisyiyah, alhamdulillah mendapat apresiasi positif banyak pihak. Muktamar itu digelar pada 3-7 Agustus 2015 di Makassar, Sulawesi selatan. Muktamar teduh dan tidak gaduh, demikian tulis media cetak. Publik menilai, sebagai muktamar yang cerdas, demokratis, elegan dan berkeadaban.

Mitsuo Nakamura, pengamat Muhammadiyah dan belakangan juga menjadi pengamat Nahdlatul Ulama, ketika menghadiri Muktamar Muhammadiyah setelah mengikuti dari Muktamar lain, dengan sarkastik memberikan pengakuan di media cetak, “serasa keluar dari neraka ke surga”.

Wakil Presiden RI Dr H Mohammad Jusuf Kalla, dalam sambutan penutupan bahkan menyebutkan sebagai muktamar teladan.

Penilaian positif itu tentu perlu disikapi dengan rendah hati, dan tidak perlu membuat warga Muhammadiyah bertepuk dada. Memang begitulah Muktamar Muhammadiyah dari periode ke periode. Muktamar berlangsung baik dan demokratis. Dengan rasa syukur, perlu menjadi pemacu spirit untuk membawa Muhammadiyah lebih maju pasca Muktamar yang sukses itu. Harapannya, gerakan Islam yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 itu, mampu berperan lebih optimal. Peran ini, terutama dalam memajukan kehidupan umat, bangsa dan kemanusiaan universal.

Siapa sesungguhnya

Kesuksesan Muktamar Muhammadiyah terebut, sebenarnya menggambarkan siapa sesungguhnya Muhammadiyah. Artinya, kesuksesan itu tidaklah tiba-tiba. Apa yang terjadi dan berkembang dalam permusyawaratan tertinggi itu, menunjukkkan kematangan Muhammadiyah dalam  berdemokrasi.

Warga, kader dan pimpinan Muhammadiyah dari seluruh pelosok tanah air mampu menyerap spirit bermusyawarah. Prinsip sebagaimana perintah ajaran Islam. Musyawarah itu mengandung makna “mengambil madu dari sarang lebah”. Artinya, sesuatu yang sulit dan harus dilakukan dengan cermat dan jiwa besar. Tetapi, manakala berhasil, maka manfaatnya besar. Diibaratkan, fungsi madu bagi kesehatan tubuh.

Boleh jadi banyak orang Islam mengerti dan paham secara verbal tentang makna musyawarah. Mereka paham tentang nilai-nilai ajaran Islam lainnya. Banyak yang sangat fasih dengan rujukan-rujukan Islam klasik. Sebuah rujukan yang kaya ditunjang retorika yang memukau. Retorika itu, sering menjadi kebanggaan di sebagian kalangan umat. Tetapi, manakala ajaran Islam yang kaya nilai itu tidak dihayati. Ketika nilai Islam itu tidak didukung konsistensi sikap. Maka, yang muncul adalah lain dikata, lain pula tindakannya.

Karena kehilangan konsistensi, maka untuk bermusyawarah yang baik dan menghasilkan kesepakatan bersamapun jadi tidak bisa. Sesuatu yang kelihatannya mudah, akhirnya menjadi musykil. Kesepakatan itu pun, lalu berujung dead-lock, alias jalan buntu. Alih-alih sukses bermusyawarah, malah bisa berbuah pecah.

Teruji

Muhammadiyah alhamdulillah, telah teruji dalam bermusyawarah di Muktamar yang penting itu. Keterujian itu, selain karena kedewasaan sikap para anggotanya, pada saat yang sama, karena sistem organisasi yang dikembangkannya relatif mapan. Dari sistem pemilihan hingga penjadualan acara dan pelaksanaannya. Semua telah tertata secara tersistem dan terorganisasi baik. Proses pemilihan bahkan telah dimulai satu tahun sebelumnya, melalui sidan tanwir. Tahapan ini, menurut istilah Prof H M Din Syamsuddin, “panjang dan berjenjang”. Proses seperti ini, berimplikasi tidak rawan politisasi.

Dalam muktamar itu, terdapat dinamika. Tetapi proses dan hasil akhirnya bermuara elok dan elegan. Hasil muktamar diterima utuh.

Sidang tigabelas anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah terpilih, bahkan hanya memerlukan waktu sepuluh menit untuk memilih Ketua Umum dan menetapkan Sekretaris Umum.

Muktamar sukses, juga cermin dari kedewasaan orang Muhammadiyah yang lahir dari kepribadiannya. Warga Muhammadiyah itu dikenal terdidik. Mereka cerdas dan kritis. Bersamaan dengan itu, warga Muhammadiyah bersahaja. Kata sejalan tindakan. Dan pada umumnya, warga Muhammadiyah tidak terbiasa berpolitik.

Dampak positif dari alam berpikir tersebut, lahirnya kematakan sikap dalam berorganisasi. Lahir sikap matang dalam menghadapi banyak hal dalam kehidupan pada umumnya. Mereka memiliki pola tindak yang tertata. Mereka tidak suka “jungkir-balik” alias kontroversi. Mungkin karena sikap-tindakannya rasional dan serba tertib. Maka, Muhammadiyah cenderung tidak “menarik” dan tidak “seksi” bagi media massa. Namun disitulah kekuatan orang Muhammadiyah.

Kadang media massa tertentu tidak gemar memberitakan Muhammadiyah. Mereka lebih suka yang lain. Tetapi, tidak masalah bagi Muhammadiyah. Karena kemajuan Muhammadiyah, tidak ditentukan oleh pemberitaan.

Orang Muhammadiyah, maupun institusi Muhammadiyah tidak terbiasa “berpolitik praktis”. Mereka sikapnya lugu, polos, dan lurus atau puritan. Sering sikap itu dikritik oleh sebagian pihak. Menurut para pengkritik, Muhammadiyah kalah dari pihak lain. Lihatkan pihak lain, sekarang banyak menguasai pemerintahan karena “berpolitik”. Namun lihat juga sisi lain.

Kalau orang Muhammadiyah suka berpolitik, maka muktamarnya tentu gaduh dan tidak teduh. Muktamar mengalami dead-lock, atau berakhir pecah. Muktamar seperti itu, tidak menghasilkan kepengurusan yang diterima semua pihak. Boleh jadi, keadaan itu terjadi karena orang-orangnya terbiasa berpolitik praktis. Mereka pun saling rebut posisi secara niscaya dalam organisasi kemasyarakatan. Perilakunya, seperti partai politik yang didorong oleh banyak kalkulasi. Perhitungannya didorong oleh kepentingan politik ke dalam maupun keluar.

Tidak alergi

Muktamar maupun kepemimpinan Muhammadiyah tidak diwarnai motif dan cara-cara partai politik. Karena itu, muktamar tidak diwarnai motif dan cara-cara partai politik. Alhamdulillah, muktamar Muhammaidyah juga tidak ditunggangi oleh kepentingan dan permainan aktor-aktor partai politik. Muktamarnya tidak diintervensi. Apalagi, muktamarnya tidak dikendalikan oleh orang-orang partai politik. Perilaku politisi, sering memobilisasi dana dengan kalkulasi intervensi politik kedepan.

Bukan soal alergi politik, maupun memandang politik negatif. Tetapi, kenyataan yang terjadi menunjukkan fakta nyata. Selam ini, banyak sekali organisasi Islam itu berpolitik-praktis, maka mau tidak mau terlibat dalam proses politik seperti berlaku di dunia parpol. Kalau di parpol, memang demikian habitatnya. Tetapi, manakala di tubuh organisasi kemasyarakatan tidaklah tepat. Selalu ada resiko, manakala organisasi dakwah kemasyarakatan melibatkan diri dalam politik praktis. Ada sisi positif, tetapi juga negatif, tergantung pilihan masing-masing.

Muktamar organisasi kemasyarakatan gaduh misalnya. Kondisi ini harus dilihat pula dari sisi permainan politik para aktor atau pengurusnya. Boleh jadi, kebiasaan ala partai politik dilakukan oleh para anggota maupun pengurus organisasi kemasyarakatan itu sendiri. Apalagi, manakala orang-orang yang berada di organisasi kemasyarakatan itu dulunya orang partai politik.

Mereka terbiasa bermain politik, atau memang berada di organisasi kemasyarakatan sekaligus sebagai aktivis partai politik. Sebutlah perilaku gemar bersiasat, memaksakan kehendak, dan mau menang sendiri. Mereka menonjolkan diri, punya kebiasaan tampil di ruang publik, serta memobilisasi dukungan. Mereka juga bersuara lantang penuh tekanan agar kemauan atau pendapatnya diikuti. Mereka juga selalu berikhtiar dengan segala cara agar dirinya memiliki posisi.

Sifat seperti itu, bukan sterotipe. Sikap itu, bukti di lapangan sering berpola demikian. Muktamar maupun keberadaan organisasi dakwah akan gaduh karena sikap itu. Sifat dan sikap berpolitik ala politisi dan partai politik memang seperti itu. Bagi mereka, gaduh itu hal lumrah. Mereka setelah gaduh, kemudian normal kembali. Inilah yang sering menjadi sumber kericuhan atau ketidakstabilan organisasi dakwah. Inilah yang membuat muktamar berakhir di jalan buntu.

Alhamdulillah, Muktamar Muhammadiyah tidak mengalami nasib buruk dan sebaliknya berakhir baik. Wakil Presiden menyebut ini sebagai muktamar teladan. Kini, pasca Muktamar ke-47, bagaimana Muhammadiyah melakukan langkah-langkah dinamis dan produktif dalam melaksanakan keputusan muktamar. Langkah ini perlu dilakukan agar gerakan Islam ini makin berkemajuan. Lima tahun kedepan, Muhammadiyah harus makin berkemajuan.

Visi kedepan ialah Muhammadiyah yang profesional. Muhammadiyah modern, maju, mandiri dan unggul. Muhammadiyah yang bisa berperan strategis dalam kehidupan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal. Jika disimpulkan secara ringkas, Muhammadiyah yang berkemajuan. Sifat profesional, maju, mandiri, unggul dan berperan strategis itu, merupakan karakter Muhammadiyah berkemajuan. Muhammadiyah yang lebih maju dari sebelumnya secara signifikan. Diantara ciri Muhammadiyah berkemajuan yang perlu penekanan ialah sifat dinamis, mandiri dan berkeunggulan.

Keniscayaan

Muhammadiyah yang berkemajuan merupakan keniscayaan bagi gerakan ini dalam memasuki abad kedua di tengah tantangan kehidupan yang kompleks. Visi Muhammadiyah berkemajuan sudah ditetapkan oleh Muktamar, yang perlu menjadi acuan bagi anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah dalam membawa gerakan Islam ini bergerak lima tahun ke depan. Pikiran-pikiran perseorangan yang berkembang di media massa maupun ruang publik lainnya dapat memperkaya visi Muhammadiyah, tetapi acuannya ialah pikiran-pikiran resmi organisasi. Sebab organisasi bergerak dan berkembang secara kolektif dan tersistem, bukan laju perorangan. Kebesaran Muhammadiyah hingga bertahan lebih satu abad dengan kemajuan yang diraihnya terletak pada kekuatan sistem dan kolektivitas.

Peran orang tentu dapat mempertajam dan memperkaya, serta menjadi pelaku dalam mengarahkan jalan organisasi. Ujian pembuktian pikiran dan tindakan orang yang hebat sekalipun justru teruji ketika berada dalam organisasi, seberapa berperan dalam memajukan gerakan secara nyata dan bukan sekadar simbolik. Peran simbolik sampai batas tertentu memang penting, tetapi organisasi yang modern dan rasional justru menuntut peran yang konkret dari para pelakunya dalam membesarkan dan memajukan organisasi. Jangan seolah-olah berperan hebat, tetapi dalam kenyataannya misalkan tidak membuahkan kemajuan yang signifikan bagi masa depan organisasi. Demikian halnya tidak sekadar beretorika dan berwacana, tetapi menjadi pelaku gerakan yang sesungguhnya.

Dalam Muhammadiyah, jika memiliki ide maka harus menjadi pelaku sekaligus. Pemilik ide bukan sebagai pengamat dan pemberi istilah, pada apa yang dilakukan Muhammadiyah selama ini. Muhammadiyah justru tumbuh besar karena bergerak di dunia yang nyata dan membumi. Muhammadiyah bukan organisasi wacana dan hanya menjadi tempat bagi aktor-aktor simbolik, yang boleh jadi karakter simbolik itu hanya ada pada organisasi tradisional.

Gerak Muhammadiyah juga menjadi kuat dan berkembang karena yang diperankannya membumi. Amal usaha dan dakwah bil-hal yang dilakukan Muhammadiyah selain mampu menghadirkan kemanfaatan besar bagi masyarakat luas. Selain itu, juga hasil dari gerak kemandirian dirinya setahap demi setahap sehingga menjadi besar.

Muhammadiyah terbiasa produktif, bukan konsumtif. Jangan pernah menyepelekan amal usaha dan kerja nyata Muhammadiyah maupun perannya selama ini. Boleh jadi masih kurang dan belum menjadi kekuatan penentu yang hebat. Tetapi tidaklah gampang melakukan usaha-usaha yang nyata dan sesungguhnya besar manfaatnya itu. Berteori dan beretorika tentu lebih mudah, tetapi menjadi pelaku perubahan dan pembawa kemajuan bagi organisasi pergerakan di negeri ini, tidaklah semudah membalik telapak tangan. Tidak ada kambing jantan langsung bertanduk, begitu kata pepatah bijak yang pandai menghargai peluh orang yang berbuat nyata di bumi nyata.

Muhammadiyah juga mampu berkembang karena kemampuannya membangun keseimbangan antara peran ke dalam dan keluar. Inwardlooking dan outward-looking sama pentingnya bagi suatu organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah. Sebuah organisasi yang menghidupi gerakannya dengan kekuatan sendiri. Terlalu melihat ke dalam, tentu pandangan keluar menjadi terbatas dan sempit. Sebaliknya terlalu melihat keluar dan kurang memperhatikan ke dalam, tentu tidak akan seimbang. Karena segala hal juga harus dimulai dari dapur sendiri. Kalau dapurnya tidak berasap, mana mungkin mampu berbagi dengan tetangga. Kemampuan memberi dan berperan keluar itu akan lahir sepadan jika di dalam rumah sendiri memang sudah kokoh. Berteori tentu mudah. Muhammadiyah harus bersinar gemerlap keluar, sementara di dalam tidak terurus dengan baik, kemungkinan yang terjadi seperti fatamorgana atau organisasi mercusuar. Di sinilah dinamika mengelola Muhammadiyah.

Muhammadiyah pasti terbuka pada setiap gagasan besar untuk kemajuan dan perluasan peran gerakannya. Tantangannya satu, bagaimana dan siapa yang harus menjalankan dan mewujudkan pikiran-pikiran besar itu? Tentu para pimpinannya dari Pusat hingga Ranting, vertikal maupun horizontal.

Masalahnya sering terjadi, mereka yang berpikiran hebat tidak sertamerta ketika menjadi pelaku atau pemimpin dalam Muhammadiyah secara otomatis mampu mewujudkan pikiran-pikiran besar itu. Pembaruan apapun dalam Muhammadiyah memerlukan pelembagaan dan pembuktian yang terimplementasi dalam gerak organisasi. Ketika pemikir menjadi pemimpin maka harus mewujudkan pikirannya secara terorganisasi atau terlembaga dalam gerak sistem.

Ketika ada orang yang dipandang hebat, maka diperlukan pembuktian kehebatannya dalam memimpin dan mewujudkan visi gerakan secara melembaga. Kalau ada pengusaha besar yang sukses di luar secara individu, ketika berada di Muhammadiyah dituntut kehebatannya dalam memajukan ekonomi Muhammadiyah, dan seterusya. Di situlah tuntutan sekaligus tantangan dinamis dalam

pergerakan Muhammadiyah.

Bagi anggota atau kader yang memiliki pikiran-pikiran maju selama ini dan diberi amanah untuk memimpin atau menjadi bagian dari kepemimpinan Persyarikatan maka tantangannya ialah bagaimana membuktikan diri mampu membawa Muhammadiyah ke arah kemajuan sesuai visi gerakannya. Menggagas dan mempublikasikan pikiran merupakan suatu tradisi yang baik sebagai bukti hasrat dan pikiran untuk memajukan Muhammadiyah. Lebih dari itu bagaimana ketika mengemban amanah memimpin organisasi maka siapapun kader yang menjadi pimpinan benarbenar membuktikan pengkhidmatannya secara optimal dalam memajukan Muhammadiyah. Artinya apa yang menjadi pemikiran dibuktikan dalam tindakan, bukan berhenti dalam narasi lisan dan tulisan.

Kiprah angggota, kader, dan pimpinan Muhammasdiyah di berbagai institusi sangatlah penting untuk membawa gerakan Islam ini maju memasuki abad kedua perjuangannya. Muhammadiyah dalam memasuki abad kedua dituntut untuk menghadirkan dakwah dan tajdid yang lebih maju sebagaimana terkandung dalam visi Islam Berkemjuan. Pandangan Islam Berkemajuan merupakan wawasan Muhammadiyah sejak awal berdiri, yang secara sistematik telah dirumuskan dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua. Dalam Muktamar ke-47 di Makassar tema Islam Berkemajuan menjadi wacana yang meluas yang menunjukkan gerakan Islam yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan ini telah memperoleh tempat dan penghargaan yang positif di kancah nasional dan internasional.

Muktamar di Makassar yang berjalan sukses dan disebut teladan harus menjadi momentum mengembangkan spirit, pikiran, dan suasana Islam Berkemajuan. Pemikiran program, dakwah komunitas, Negara Pancasila sebagai Darr al-’Ahdi wa Syahadah, dan isu-isu strategis yang diputuskan dalam Muktamar mencerminkan pandangan Islam Berkemajuan sekaligus spirit orang-orang Muhammadiyah untuk membawa gerakan ini maju dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam peran kebang saan. Muhammadiyah harus mampu membuktikan di fase baru itu tanpa retorika yang muluk-muluk tentang suatu model pergerakan Islam Berkemajuan dalam kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan universal.

Bagi Muhammadiyah pandangan Islam Berkemajuan itu sebagai titik tolak bergerak untuk membawa gerakan Islam ini menjadi gerakan yang juga berkemajuan. Orang-orang Muhammadiyah pun harus menjadi insan berkemajuan. Insan Muslim baik individu maupun kolektif haruslah maju di segala bidang kehidupan karena dirinya selain abdi Allah yang menjalankan fungsi ibadah (QS Adz-Dzariyat: 56), pada saat yang sama berperan sebagai khalifat fil-ardl yang berfungsi memakmurkan bumi (QS Al-Baqarah: 30; Hud: 61). Kaum muslimun di mana dan kapan pun berada haruslah berpikiran maju di segala aktivitas hidup. Bangunlah kehidupan yang serba utama baik dalam habluminallah maupun habluminannas secara harmoni (QS Ali Imran: 112). Kaum muslimun yang unggul harus beriman, berislam, berihsan, berilmu, dan beramal secara simultan.

Umat Muslim juga harus mau mengubah nasib (QS Ar-Ra’d: 11) serta memperhatikan masa depan (QS Al-Hasyr: 18) sehingga mencapai kemajuan melebihi umat-umat yang lain. Dengan kualitas kemajuan yang dicapai itu maka kaum Muslim dapat menjadi khayra ummah (QS Ali Imran: 110) yang menjadi ummatan wasathan dan syuhada ala-nas (QS Al-Baqarah: 143). Kaum muslimun dengan pandangan Islam Berkemajuan akan memiliki kualitas dan daya saing tinggi, sehingga kehadiranhya menjadi rahmat bagi semesta alam.

Nabi Muhammad bersama kaum Muslimun selama 23 tahun di Makkah dan Madinah memberi uswah hasanah bagaimna menyebarluaskan dan mewujudkan Islam Berkemajuan. Banyak hadis Nabi yang mengajarkan umat untuk maju dan hidup dalam keutamaan. Nabi akhir zaman itu merupakan contoh utama dari Al-Quran yang berjalan, sebagaimana kesaksian Siti Aisyah. Di jazirah Arab yang semula jahiliyah Nabi berhasil mewujudkan Islam sebagai agama yang membangun peradaban yang utama, itulah Islam sebagai Din al-Hadlarah.

Dari teladan Nabi Muhammad itu maka Islam menjadi agama peradaban yang maju dan unggul selama lima sampai enam abad lamanya. Itulah era kejayaan Islam, era pencerahan Islam, dan era keemasan Islam yang menyinari dunia. Kala itu Islam menyebarluas ke seluruh penjuru dunia, tatkala masyarakat Barat masih tertidur lelap di era kegelapan.

Dari rahim Islam Berkemajuan itulah lahir era dunia modern Islam, yang mengilhami bangsa-bangsa lain untuk memacu peradaban baru. Dalam konteks kemajuan dalam persepektif ajaran dan kesejarahan Islam itulah maka Muhammadiyah mengaktualisasikan gerakannya di abad kedua untuk menghadirkan gerakan pencerahan untuk kemajuan umat, bangsa, dan kemanusiaan universal sebagai wujud misi rahmatan lil’alamin. Maka, dari Muktamar teladan di Makassar Muhammadiyah harus tampil di abad kedua mewakili gerakan Islam Berkemajuan, yang mampu menghadirkan visi mencerahkan peradaban!

disalin dari bagian prolog buku Kosmopolitanisme Islam Berkemajuan (2016)

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!