26.3 C
Jakarta

Pemerintah Daerah Mengabaikan 20% Alokasi Anggaran Pendidikan

Baca Juga:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menilai, pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) mengabaikan pengalokasian anggaran pendidikan 20% dalam Anggaran Pendidikan dan Belanja Daerah (APBD). Pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota cuma mengharapkan dana transfer pendidikan.

“Sekarang ini, belum satu pun provinsi memenuhi 20% alokasi anggaran pendidikannya. Penting sekali saya sampaikan kepada DPD,” Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy memasalahkan pengabaikan ketentuan 20% alokasi anggaran pendidikan itu dalam rapat kerja Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipimpin ketuanya, Hardi Selamat Hood (senator asal Kepulauan Riau), bersama dua wakilnya, Fahira Idris (senator asal DKI Jakarta) dan Carles Simaremare (senator asal Papua), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1/2017).

Contohnya tahun 2015. Kemdikbud mencatat, cuma DKI Jakarta di antara 34 pemerintah provinsi seluruh Indonesia yang alokasi anggaran pendidikannya mendekati 20% dalam APBD provinsi. Persisnya lebih 18% tapi kurang 20%. Pemerintah provinsi yang lain, alokasi anggaran pendidikannya tidak lebih 10%. Pengelolaan alokasi anggaran pendidikan Rp 409,1 triliun dalam APBN 2015 terbagi dua, yakni Rp 154,2 triliun dikelola pemerintah pusat, dan Rp 254,9 triliun dikelola pemerintah daerah.

Sedangkan pemerintah kabupaten dan pemerintah kota, cuma lima yang alokasi anggaran pendidikannya lebih 20% dalam APBD kabupaten/kota seperti Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Gorontalo.  Pemerintah kabupaten dan pemerintah kota yang lain, alokasi anggaran pendidikannya tidak lebih 20%. “Mereka tidak memenuhi ketentuan itu.”

Untuk memenuhi ketentuan alokasi anggaran pendidikan, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota yang alokasi anggaran pendidikannya kurang 20% dalam APBD  tersebut memasukkan dana transfer pendidikan seperti dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah ketika penyusunan anggaran pendidikan 20% sebagai anggaran pendidikan dalam APBD  masing-masing. “Cara mereka, DAU dan DAK pendidikan dimasukkan ke dalam 20%.”

Parahnya, sekitar 20 pemerintah kabupaten dan pemerintah kota tidak memiliki alokasi anggaran pendidikan alias minus. Berarti, DAU dan DAK pendidikannya dimanfaatkan untuk kepentingan yang  lain (bukan pendidikan). “Kalau begini terus-terusan, saya nggak bisa bayangkan. Nggak mungkin anggaran pendidikan di Kemdikbud untuk membantu pemerintah daerah. Mesti kita ketuk kesadaran setiap daerah, terutama daerah kaya. Jika betul-betul daerah tidak mampu, kami akan bantu.  Persoalannya, semuanya minta.”

Muhadjir mengakui, ketidaktegasan kebijakan menyebabkan pemerintah daerah enggan memenuhinya, bahwa alokasi anggaran pendidikan 20% tersebut dalam APBD murni. Jika tegas, pemerintah daerah tidak mungkin menjadikan dana transfer pendidikan sebagai anggaran pendidikan dalam APBD-nya. “Tidak boleh DAU dan DAK dimasukkan sebagai anggaran pendidikan. Pemerintah daerah abai terhadap pendidikan kita, mereka hanya berharap bantuan pusat.”

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pasal 31 ayat 4 menyatakan, negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Alokasi dana pendidikan minimal 20% tersebut dinyatakan kembali dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 49 ayat 1. Kenyataannya, pengalokasian anggaran pendidikan dalam APBD provinsi/kabupaten/kota tidak sesuai ketentuan UUD 1945 dan UU 20/2003. (IMS)

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!