Oleh : JATIEM, M.A
SURABAYA, MENARA62.COM – Mungkin perlu kita rumuskan terlebih dahulu apa itu Refleksi dan apa sinonim atau persamaan arti kata refleksi . Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesnesia refleksi adalah :1.bayangan, cermin, gambaran,, pantulan, 2. Introspeksi, pemikiran, perenungan dengan kata lain yang dimaksud refleksi bisa dikatakan suatu gambaran kegiatan yang telah dilakukan penuh pemikiran dan perenungan yang bersifat evaluasi dan Analisa dalam upaya perbaikan dan penyempurnaan pada pemenuhan capaian dimasa yang akan datang. Sedangkan kata Refleksi Pendidikan yang dimaksud adalah upaya sadar kegiatan yang telah dilakukan dalam kontek pendidikan selama kurun satu tahun dengan harapan ada perubahan dan peningkatan pada masa ke depan.
Berbicara Pendidikan tentu konteksnya sangat luas, mulai dari sistem pengajaran, kurikulum , perangkat pembelajaran, model dan metodologi pengajaran sampai pada kebijakan , baik kebijakan dari kementerian dan dinas terkait maupun kebijakan internal sekolah, yang jelas pada aspek- aspek tertentu bisa kita jadikan renungan dan pemikiran bersama secara global dengan harapan ada arah upaya perubahan ke depan yang lebih baik sehingga progress dari waktu ke waktu ada peningkatan kualitas yang menggembirakan.
Upaya peningkatan sistem pendidikan yang kuat dan refresentatif dalam upaya peningkatan kualitas sekolah dan peserta didik merupakan sebuah keniscayaan dan tuntutan sesuai perubahan dan perkembangan zaman yang harus dilakukan. Sehingga pergantian kurikulum juga tidak bisa dihindari misalnya Perubahan kurikulum tahun 1984, kurikulum ini juga sering disebut kurikulum 1975 disempurnakan lebih dikenal kurikulum cara belajar siswa aktif (CBSA ). Kemudian berubah menjadi kurikulum 1994. Pada kurikulum ini, pemerintah memperbaharui kurikulum sebagai upaya memadukan kurikulum sebelumnya, namun perpaduan antara tujuan dan proses nampaknya belum berhasil, akibatnya banyak kritik berdatangan, disebabkan beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Kemudian pada tahun 2004 diluncurkan kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai pengganti Kurikulum 1994. Dalam prakteknya di lapangan di sana sini sempat mengalami kesulitan / kebingungan, sehingga sempat diplesetkan KBK( Kurikulum berbasis kebingungan). Kemudian 2006 telah disempurnakan. Kurikulum ini lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP ).
Pergantian dan perubahan Kurikulum tidak cukup sampai di situ. Pada tahun 2013 ada perubahan kurikulum. Yakni kurikulum 2013 sebagai pengganti Kurikulum KTSP. Kurikulum ini mempunyai tiga aspek penilaian,yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap/ perilaku. Kurikulum 2013 hingga saat ini masih berlaku dan ditetapkan di sekolah masing- masing, dan juga sebentar lagi akan ganti kurikulum baru yang mulai tahun ajaran 2021/2022 ini diawali di 2.500 sekolah penggerak. Sehingga kurikulum ini disebut Kurikulum Program Sekolah Penggerak (PSP ). Kurikulum tersebut juga memunculkan profil pelajar Pancasila, yang dikenal dengan enam butir.1. Beriman , Bertakwa dan Berakhlak, 2. Berkebinekaan Global, 3. Gotong Royong 4. Mandiri 5. Bernalar Kritis dan 6. Kreatif.
Hasil perubahan dan pergantian kurikulum satu ke kurikulum lain memang tidak semudah membolak balikkan telapak tangan. Banyak faktor yang mempengaruhi, baik sumber daya manusia, fasilitas ,sarana prasarana, political will dari pejabat setempat. Kadang yang tidak bisa dihindari adalah kebijakan yang masuk pada rana politik, sehingga sangat berpengaruh pada kualitas pendidikan yang ada. Apa lagi dua tahun terakhir pada masa pandemi covid-19 ini dimana para siswa tidak diperkenankan kegiatan belajar tatap muka, melainkan harus online/ daring, sehingga kualitas pendidikan khususnya siswa makin memprihatinkan. Hal ini terbukti dari indek Sumber Daya Manusia, dan Ranking pendidikan Indonesia memasuki peringkat 55 dari 73 negara ( 27 Juli 2021 ), faktor yang paling menjadi sorotan adalah faktor rendahnya kompetensi pengajar.
Data perolehan peringkat tersebut, teramat berat menjadi beban psikis yang dirasakan oleh instansi atau pejabat terkait, karena telah digelontorkan dana yang besar dan sangat signifikan namun belum dapat mendongkrak kualitas pendidikan dari ketertinggalan oleh negara lain. Hal ini patut untuk menjadi renungan kita bersama. Apapun bentuk kurikulum yang dipakai, yang penting Ketika disosialisasikan dan ditetapkan semua perangkat kurikulum dan perangkat pembelajaran benar benar siap untuk dilaksanakan secara permanen dan komprehensif tidak bongkar pasang. Yang penting ada penekanan dan berorientasi pada penanaman karakter dan terwujudnya student wellbeing dalam setiap pembelajaran. Namun penulis muncul sedikit kekhawatiran, ketika merdeka belajar sudah menjadi ikon pendidikan. Ujian Nasional sudah ditiadakan, maka konsekwensi kekhawatiran yang muncul adalah tidak adanya standarisasi tertentu secara nasional yang bisa dijadikan parameter capaian keberhasilan. Siswa diberi kebebasan untuk menentukan ekstrakurikuler yang dipilih, sehingga konsekwensi berikutnya sekolah diberi kebebasan untuk memilih kurikulum sendiri, guru diberi kebebasan untuk menentukan tujuan pembelajaran, guru diberi kesempatan untuk merumuskan dan mengembangkan capaian pembelajaran sendiri, itulah konsekwensi merdeka belajar. Hal ini bagi sistem sekolah yang sudah mapan dan solid mungkin tidak ada kendala, namun bagi sekolah yang masih kecil butuh bimbingan dan arahan dalam penataan sekolah. Maka akan terasa berat dan menyulitkan. Hal ini juga dipandang perlu untuk menjadi bahan renungan bagi siapa saja terutama bagi pemangku kepentingan. Semoga di tahun 2022 ini kita diberi kemampuan mengelola sumber daya yang ada dengan segala potensi dan power yang kita miliki sehingga kualitas sekolah makin meningkat sesuai harapan kita semua. semoga pula pendidikan kita ke depan makin lebih memberi konstribusi pada bangsa dan negara sehingga membawa kehidupan masyarakat lebih bermartabat dan berkeadilan serta sejajar dengan negara lain. Wallahu a’lamu bis showab, semoga bermanfaat. Aamiin.
*) Kepala SD Muhammadiyah 29 FDS Surabaya