26.9 C
Jakarta

Rembulan di Atas Bukit Pajangan (bagian ke-39)

Baca Juga:

Niat Kurban di Pondok

Sebenarnya sejak awal masuk pondok pesantren yang terletak di atas Bukit Pajangan ini, niat ikut berkurban bersama gabung dengan teman-teman yang lain, sudah ada. Namun hingga masuk tahun ke-dua Rohman di sana, kok belum juga kesampaian. Selalu saja ada alasan untuk (masih) kurban di kampung halaman. Perasaan tidak enak, sebagai pengurus, sebagai panitia, sebagai takmir masih menyelimuti. “Insya Allah tahun depan,“ tekadku kuat menyembul.

Ya karena, di Pondok yang ikut masih relatif masih sedikit. Sementara di kampung aku pikir sudah lebih dari cukup. Rata-rata sapi ada 7 sampai 8 ekor. Termasuk kambing kadang lebih banyak. Sebenarnya ibunya Rohman sudah sering mendorong aku untuk ikut kurban. Aku saja yang masih kekeh, tetap di kampung halaman.

Aku ingat ketika pertama kali ikut kurban adalah saat awal-awal bekerja. Kuat kambing. Baru beberapa kemudian bisa bergabung pada kelompok sapi yang terbagi 7 orang. Meski awal berat, namun kalau diniatkan ternyata bisa juga. Cuma ya itu, menghilangkan sifat riya, ujub, hingga sampai batas-batas mukhlisin, kok ya sulit benar. Pasti ketika ikut kurban, ada saja yang menyelinap dalam hati ini ingin dipuji, ingin dibilang sholeh dan ingin-ingin yang lain.

“Ya, hal seperti itu wajar, manusiawi. Kita ini masih manusia, bukan kelasnya malaikat. Maka setelah kita berusaha amal soleh, iringi dengan banyak istighfar. Mohon ampun kepada Allah SWT,” wejangan Ust. Yusron (alm), ketika itu saat gelisah menyelinap di dada.
“Ikhlas murni 100 persen, kalau kita manusia. Sulit. Tapi apa ketika masih ada sisa-sisa keiginan tadi terus kita menjadi tidak beribadah? Mundur? Tidak kan? Terus saja,” terangnya.

Ustadz Yusron, ketika masih sugeng (hidup) sering mengisi dakwah on Radio di salah satu radio di Sleman. Banyak penggemarnya. Termasuk aku. Karena hampir setiap minggu sering bersamanya, maka secara tidak langsung, setiap ada masalah agama dan sosial, sering aku muntahkan kepadanya. Beruntung beliau berkenan menjawab lengkap dengan dasar hukum-nya. Kalau sekarang, rujukan ustadz banyak pilihan. Salah satunya memang adalah Ustadz Agus Rohmanto pimpinan pondok di atas bukit Pajangan ini, aku sering bertanya. Ustadz yang satu ini, menurutku memang bagus dalam pengetahuan agamanya. Tidak berlebihan kalau menjadi pucuk pimpinan di pondok.

Mengapa kurban sapi yang sekarang sekitar 3,2 juta/ orang bisa, bahkan berlomba? Sementara membantu tetangga, sanak saudara yang membutuhkan kita terkesan, enggan? Jawabnya masing-masing. Nafsi-nafsi. Tapi yang jelas mulai sekarang, aku sudah tancapkan niat tahun depan mau kurban di pondok. Bukti niat itu, aku mulai berani sisihkan penghasilan yang tidak seberapa, untuk kurban. Sisihkan? Ya, sebab jika tidak, jujur keluar uang 3.2 juta dalam waktu yang singkat, cukup berat. Jumlah yang cukup besar, untuk ukuran dompetku. Maka biar tidak terkesan berat, diangsur dengan menabung. Sebulan, misal 250 ribu. Nanti genap 12 bulan sudah 3 juta. Maka jika kurang sedikit, ngangkatnya tidak terlalu. Soal ikhlas yang belum menyentuh langit, aku abaikan dengan terus banyak mohon ampun kepada-Nya. ( bersambung)

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!