26.5 C
Jakarta

SPIRIT PERUBAHAN KUALITAS HIDUP DALAM PANDEMI

Baca Juga:

Oleh : Afita Nur Hayati *)

 

Di Indonesia pada bulan Maret tahun 2020, bekerja lebih banyak dilakukan dari rumah. Beribadah juga disarankan di rumah. Bersilaturahmi ketika lebaran tiba bagi umat muslim yang ditandai dengan kunjungan ke rumah sanak keluarga terasa perbedaannya. Perbankan membatasi jam pelayanan. Permusyawaratan yang harus dilakukan dengan mengumpulkan peserta dari Sabang sampai Merauke dijadwal ulang. Mereka yang bekerja berjauhan dari keluarga menahan rindu dan harus mencari alternatif untuk tetap bisa menjalin komunikasi yang harmonis. Jarak yang ada tidak menjadikan kehangatan berkurang. Teknologi membantu menjembataninya.

Satuan-satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah sudah hampir satu tahun melaksanakan belajar dari rumah. Demikian juga dengan pendidikan tinggi, pembelajaran tatap muka belum diselenggarakan. Roda perekonomian yang berada disekitar institusi pendidikan dan fasilitas umum lainnya ikut merasakan keputusan ‘semua dari rumah’ ini. Pedagang kue dan minuman, pedagang alat tulis, jasa antar jemput anak sekolah, penyedia rumah sewa bagi mahasiswa yang berasal dari luar daerah. Penurunan pendapatan terjadi dimana-mana walau tidak semua sektor mengalaminya. Sudah satu tahun penduduk di bumi ini berada dalam kondisi pandemi covid-19. Kapan kira-kira kita akan keluar dari situasi pandemi ini?

Jawabannya adalah selama masih ada yang tidak percaya akan virus yang kita namakan covid-19 dan masih tidak mematuhi protokol kesehatan maka manusia tidak akan keluar dari situasi pandemi. Kenapa? Karena jelas di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah diri mereka sendiri.

Ketika gejala virus covid-19 diidentikkan dengan virus flu : diawali dengan radang tenggorokan, batuk disertai pilek yang menyebabkan hidung tersumbat dan mengurangi kepekaan pada indera penciuman juga bisa menyebabkan nafsu makan terganggu, sakit di kepala dan terjadi perubahan pada suhu badan sebagai tanda perlawanan dari para tentara yang ada dalam tubuh. Maka pemahaman yang terbangun adalah waktunya Sang Pencipta mengatakan sakit maka sakit akan datang dan ketika waktunya sembuh maka sakit akan pergi. Padahal ada gejala lain ketika seseorang terpapar covid-19 yaitu sesak nafas, diare dan hilangnya indera perasa dan penciuman.

Relawanpun memakai masker sebagai ihtiyar untuk tidak terpapar

Langkah apa yang harus dilakukan untuk terhindar dari virus covid-19? Pertama memakai masker. Aturan awal penggunaan masker diperuntukkan bagi mereka yang mengalami gejala flu. Aturan tersebut mengalami perubahan ketika virus covid-19 terus menyebar. Semua orang yang beraktivitas di luar rumah harus menggunakan masker. Penggunaan masker akan lebih efektif jika setiap 4 jam sekali diganti. Tagline kampanye penggunaan masker : Maskerku melindungiku. Maskermu melindungimu. Masker yang direkomendasikan oleh WHO adalah masker medis bagi mereka yang beresiko, sakit dan tenaga medis.

Selain alasan ekonomis, di mana masker medis digunakan sekali pakai dan bisa menimbulkan sampah medis yang berlebih maka sebagian masyarakat yang sehat menggunakan masker kain sebagai alternatif yang bisa digunakan berulang dengan proses pembersihan yang benar sehingga ketika digunakan kembali tetap memiliki prosentase besar untuk melakukan proteksi terhadap pemakainya. Masker kain dengan berbagai motif yang berbeda untuk umur yang berbeda bagi anggota keluarga sudah mulai tersedia luas di masyarakat.

Kedua adalah mencuci tangan dengan sabun dengan air mengalir selama 20 detik atau menggunakan hand sanitizer. Ketika harus melakukan aktivitas di luar rumah dan berinteraksi dengan orang maupun barang maka perlu melakukan antisipasi dengan mencuci tangan secara periodik. Ini dilakukan sebagai salah satu usaha untuk memutus mata rantai penularan virus covid-19.

Tidak hanya fasilitas umum yang menyediakan fasilitas baru berupa tempat mencuci tangan atau menambahkan cairan-cairan pencuci tangan dalam kemasan, di setiap rumah pun menyediakannya. Kantong baju atau tas yang digunakan isinya bertambah dengan botol hand sanitizer sebagai langkah antisipasi jika tidak ditemukan fasilitas cuci tangan. Adaptasi kebiasaan baru mulai dilakukan agar kehidupan sosial dan ekonomi bisa berjalan normal kembali walaupun sedikit berbeda seperti kebiasaan sebelumnya.

Anak-anak menjaga jarak dalam rangkaian psikososial di Sulbar

Langkah ketiga menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Menjaga jarak direkomendasikan antara 1,5 sampai dengan 2 meter atau sekitar 5 sampai dengan 6 kaki. Jarak di sini adalah jarak fisik dan 1,5 sampai 2 meter dianggap aman bagi putusnya mata rantai penularan virus covid-19. Keamanan itu diantaranya ditandai dengan pembatas transparan pada layanan publik. Penyemprotan cairan disinfektan ketika harus sedikit berkerumun dalam rapat terbatas. Pengukuran suhu tubuh (thermogun) di fasilitas umum. Mobilitas terkurangi dengan penyelenggaraan diskusi, seminar, kajian-kajian keagaman dalam platform digital (dalam jaringan).

Meminimalisir bepergian ke luar daerah domisili dan jika itu harus dilakukan maka perilaku hidup bersih dan sehat harus selalu diterapkan, antara lain dengan mengkonsumsi makanan dan minuman dengan gizi yang seimbang, merutinkan aktivitas fisik (olah raga) lima belas menit setiap hari dan istirahat cukup 6 sampai 7 jam per hari. Menyayangi diri sendiri dan menyayangi orang lain baik yang kita kenal maupun tidak.

Setelah semua ikhtiar dilakukan, maka serahkan semuanya kepada Sang Pencipta. Biarkan Dia menentukan hasil terbaiknya untuk kita dan terus tata hati untuk selalu berlapang dada menerimanya. Dari mana semangat perubahan itu harus dimulai? Dari diri yang berada dalam elemen terkecil kehidupan sosial bernama keluarga. Keluarga tangguh bisa!

*Penulis adalah  IAIN Samarinda & Kabid Kader PWNA. Kaltim

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!