Ketika Rohman Berhenti Main Game ( bagian ke-30)
Ketika mendengar kakeknya cerita masa kecil bapaknya, Rohman tiba-tiba berhenti dari main game. Meski HP masih di tangan. Namun kedua matanya menatap tajam ke arah kakeknya. “Ayo cerita kek, dulu bapak waktu kecil bagaimana?” pintanya. Duduknya merapat. Aku sendiri juga tertarik. Minimal akan tahu apa yang pernah aku lakukan waktu kecil dulu. Karena tidak semua kejadian dapat terekam dalam ingatan. Paling akhir yang bisa diingat adalah masa SD/MI awal. Itupun tidak semua.
Istri juga merapat. Kecuali Fauzan yang memang tidak tahu/paham apa yang kami perbicangkan.
“Bapakmu dulu prihatin,” mengawali cerita.
“Maksudnya gimana kek,”tanya Rohman.
“Karena sesuatu hal, kakek dan nenek dulu berpisah. Saat bapakmu masih kecil. Balita. Mungkin malah belum tahu. Bapakmu ikut nenekmu. Sedangkan adiknya bapakmu atau paklikmu ikut aku,” terang kakek Rohman.
“Terus sekolahnya bagaimana, bapak? pinter gak kek?” kejarnya
“Oya, sebelum soal sekolah. Bapakmu dulu kecil, kurus. Seperti anak kurang makan. Sakit-sakitan. Padahal kami juga bukan keluarga yang kekurangan banget. Tapi tidak tahu kenapa, kok, masa kecil bapakmu suka makan pasir. Nasi juga mau, tapi setelah itu merangkak dan cari pasir. Akibatnya badan kurus. Akhirnya sampai sempat ganti nama. Tapi tidak berpengaruh. Alhamdulillah, kebiasaan makan pasir itu tidak lama,” lanjut kakek Falah.
Kalau cerita aku suka makan pasir ini, aku pernah dengar dari ibu.
“Sampai kelas 2 SD, bapakmu ikut aku. Setelah itu ikut nenekmu, sampai lulus,” masih kata kakek Falah.
“Nah, bagaimana bapakmu sekolah di SD, besok Rohman bisa tanya ke nenek. Karena hampir 4 tahun itu. Kelas 2 sampai kelas 6, Aku jarang bahkan tidak ketemu dengan bapakmu,” ceritanya lagi. Kali ini mata kakek Rohman berkaca-kaca. Kata-kata berikutnya mulai terputus-putus. Mungkin ada perasaan bersalah sampai 4 tahun tidak mengetahui nasib anaknya.
“Sudah pak. Bukan salah bapak juga. Semua pasti ada hikmahnya. Waktu itu, mungkin juga karena faktor usia dan kedewasaan, aku juga tidak kepikir untuk bertemu bapak. Sibuk main. Cari rumput. Sekolah. Ngaji. Itu kesibukan yang aku ingat waktu di SD bersama ibu. Maklum anak-anak belum ada perasaan rindu atau kangen dengan orang tua,” kataku menyela.
“Waktu itu bapak sudah suka main HP?” tanya Rohman, nyengir
“Ya Allah. Rohman, jangankan HP. Kecil bapak, listrik saja belum masuk desa. Kok HP, ” jawabku
“Uh, masih jadul ya pak?”
“Iya lah le. Bapak merasakan listrik sudah mulai SMA,”
(bersambung )