Oleh : Hendro Susilo*)
SOLO, MENARA62.COM – Benih pemikiran baru yang disemai KH Ahmad Dahlan (1889-1923) dan dilembagakan melalui gerakan persyarikatan terus menggelinding bagai bola salju dan merambah ke berbagai kota d Indonesia terutama daerah yang menjadi sentra perdagangan batik pribumi termasuk Surakarta. Solo (Kota Bengawan) menjadi episentrum pergerakkan Muhammadiyah dari awal kelahiran hingga saat ini yang dibuktikan dengan menjamurnya amal usaha Muhammadiyah di kota Solo. Bagi anda yang tertarik dan ingin mendalami perkembangan perjalanan sejarah Muhammadiyah di kota Solo, buku ini jawabannya.
Dr. Mohamad Ali, M.Pd sang penulis merupakan tokoh aktivis pergerakkan Muhammadiyah di kota Surakarta. Beliau mendalami dan menelusuri dokumen-dokumen penting perjalanan pergerakkan Muhammadiyah di kota Surakarta secara historis-kritis. Ini bisa kita lihat dari karya buku “Matahari Terbit di Kota Bengawan” Sejarah Awal Muhammadiyah Solo dan karya buku terbaru yang berjudul “Merawat Intelektualisme Muhammadiyah” (Refleksi Seabad Matahari Bersinar di Kota Bengawan) yang sedang saya telaah saat ini. Buku terbaru beliau memiliki daya keistimewaan karena ditulis dari sudut pandang orang dalam yang terlibat aktif dalam pergerakkan Muhammadiyah kota Surakarta dengan metode historis-kritis yang memunculkan refleksi.
Buku ini terdiri dari 4 bab. Bab pertama penulis menyajikan kiprah K.H Ahmad Dahlan dan corak pemikiran yang bersifat pembaharuan serta jaringan dakwah ulama di kota Surakarta. Anda akan disajikan analisa pusat pergerakkan Islam kota Surakarta di awal abad ke-20 di tiga poros, yaitu Kampung Kauman, Jamsaren, dan Keprabon dan disajikan tabel interaksi K.H Ahmad Dahlan dengan jaringan ulama di Surakarta yang akan membantu pembaca memahami hubungan (interaksi) K.H Ahmad Dahlan dengan ulama di kota Surakarta yang menghasilkan jejak organisasi Islam pembaharu seperti SATV dan Persarekatan Al-Islam.
Bab kedua penulis menyajikan data dan analisa kemunculan Muhammadiyah di Kota Bengawan (Solo). Diawali dengan penulis menyajikan refleksi historis masa awal Muhammadiyah yang berhasil menemukan ruh gerakan Islam berkemajuan, sehingga eksperimentasi pemikiran baru hendaknya dibudayakan (dirawat). Kemunculan Islam progresif di Kota Bengawan diulas dengan detail, disertai data-data sumber rujukan yang menjawab kemunculan Muhammadiyah di kota Solo, dinamika SATV berganti menjadi Muhammadiyah cabang Surakarta, bagaimana dinamika Muhammadiyah kota Solo serta Amal Usaha Muhammadiyah Pertama di kota Solo diulas penulis secara gamblang.
Bab ketiga, penulis secara khusus menyoroti sejarah pergerakan intelektual Muhammadiyah. Bagaimana daerah Keprabon menjadi jantung pergerakan Muhammadiyah kota Solo diulas secara tajam oleh penulis. Bahkan sampai saat ini, kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) dan kantor Pimpinan daerah ‘Aisyiyah (PDA) berada di Keprabon. Anda akan membaca fase periode formatif ditahun 1960-an sampai periode pengembangan yang menggambarkan persebaran Muhammadiyah di kota Solo yang relatif merata. Di bab ini pula, anda disajikan data dan analisis terkait HIK (Hollandsch Inlandsche Kweekschool) Muhammadiyah di Surakarta, gerakan pembibitan intelektualisme Islam melalui perguruan tinggi UMS dan kiprah majalah Sinar Islam yang diterbitkan Muhammadiyah Solo bagian Taman Pustaka. Kesemua hal tersebut bila anda baca, anda akan terbawa nuansa semangat gerakan intelektual sehingga tumbuh hasrat untuk belajar ilmu dan amal.
Bab terakhir, penulis menyajikan peran dan kiprah tokoh-tokoh inspiratif yang menjadi lokomotif pergerakan Muhammadiyah Surakarta. Penulis menguraikan peran kaum intelektual Muhammadiyah awal di kota Surakarta. Anda akan membaca bagaimana kiprah Kiai Moechtar Boechari yang ternyata selain ulama, beliau juga seorang penulis, di mana tulisan-tulisan beliau memberikan pandangan-pandangan Islam progresif sehingga disebut oleh penulis sebagai “bayangan K.H Ahmad Dahlan di Surakarta”. Tokoh lain yang diungkap kiprah dan perannya adalah K.H Mohammad Idris. Pada pembahasan Kiprah K.H Mohammad Idris, penulis menyampaikan kritik atas sejarawan Jepang, Takashi Shiraishi (2005) dalam buku Zaman Bergerak halaman 348 yang menyebut K.H Mohammad E(I)dris dari “Jamsaren”. Padahal ini adalah tokoh yang berbeda. K.H Mohammad Idris dalam pergerakan Muhammadiyah Surakarta adalah ketua Muhammadiyah Solo paling lama (1926-1959). Sayangnya, penulis belum menemukan karya tulis beliau. Namun, kontribusi K.H Mohammad Idris, Mulyadi Joyomartono dan K.H Asnawi Hadisiswaya penulis paparkan secara gamblang untuk menggambarkan bagaimana peran dan kiprah para tokoh ini di bukunya.
Buku ini menjadi rekomendasi bagi siapa saja yang ingin mendalami lebih jauh ataupun meneliti lebih lanjut tentang sejarah Muhammadiyah di kota Surakarta. Keunggulan buku ini dikemas dalam bahasa yang mudah dipahami serta runtut yang akan membawa pembaca dengan mudah untuk memahami. Namun, buku ini belum dilengkapi dengan gambar ataupun foto tokoh-tokoh yang dibahas yang akan membawa pembaca pada penghayatan tulisan yang lebih mendalam. Secara keseluruhan, isi buku ini menarik dan dilengkapi data-data sumber rujukan dan direfleksikan oleh penulis dengan tajam.
*)Sekretaris MPI PDM Kota Surakarta
Judul Buku : Merawat Intelektualisme Muhammadiyah
(Refleksi Seabad Matahari Bersinar di Kota Bengawan)
Penulis : Dr. Mohamad Ali,M.Pd
Tebal Buku : 107 Halaman
Penerbit : Muhammadiyah University Press (MUP)
Tahun Terbit : 2023