24.1 C
Jakarta

LIPI Umumkan Hasil Survei Terkait Kondisi Politik Jelang Pemilu Serentak

Baca Juga:

JAKARTA – Menyambut tahun politik 2019, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Politik melakukan survei terkait peta kondisi politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan menjelang Pemilu Serentak  2019. Survei yang digelar kurun April-Juli 2018 di 11 propinsi tersebut menyasar para ahli dari berbagai bidang atau profesi.

“Ada 145 orang ahli yang menjadi responden dalam penelitian kami, terdiri atas ahli politik, ekonomi, sosialbudaya dan hankam,” jelas Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Firman Noor, Selasa (7/8).

Survei ini menggunakan teknik non-probability sampling yakni dengan menerapkan teknik purposive sampling, dimana sampel sumber data (ahli) dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu. Dengan teknik tersebut penelitian ini tidak dimaksudkan untuk melakukan sebuah inferensi (generalisasi).

Firman Noor mengharapkan, hasil survei ini dapat memetakan isu dan problem strategis di bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam, serta menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan untuk mendorong konsolidasi demokrasi di Indonesia.

“Secara khusus, survei ini juga ditujukan untuk menyukseskan penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak pada tahun 2019 mendatang,” ungkapnya.

Adapun hasil survei ahli yang dilakukan kali ini adalah sebagai berikut:

Pertama Pemetaan Kondisi, Problem, dan Kinerja Institusi Demokrasi dalam bidang Politik. Kondisi kebebasan sipil di Indonesia, khususnya dilihat dari aspek kebebasan berpendapat, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berkeyakinan/beribadah telah dinilai baik oleh ahli.

“Namun, pada aspek bebas dari diskriminasi, sebesar 46% responden ahli menilai masih buruk. Demikian juga dengan pemenuhan hak politik warga negara terkait hak memilih dan dipilih, mayoritas ahli menilai sudah berjalan baik. Namun, 56% responden ahli menilai partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan masih buruk/sangat buruk,” jelas Esty Ekawati,Peneliti Politik LIPI.

Terkait dengan penyelenggaraan pemilu, para ahli memberikan penilaian positif terhadap kinerja KPU RI (sekitar 85% ahli menyatakan baik/sangat baik) dan Bawaslu RI (sekitar 71% ahli menyatakan baik/sangat baik).

Meski demikian, para ahli menyatakan ada beberapa problem yang berpotensi muncul pada Pemilu Serentak 2019 nanti, antara lain: politik uang (89%), sengketa hasil pemilu (76,6%), ketidaknetralan birokrasi (66,2%), tidak menggunakan hak suara (53,1%), intimidasi dalam pemilu (46,2%), dan penggunaan kekerasan dalam pemilu (32,4%).

Selain itu, ada beberapa problem yang dinilai para ahli dapat berpotensi menghambat penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019, diantaranya yakni: politisasi SARA dan identitas, konflik horizontal antar pendukung calon, gangguan keamanan, kekurangsiapan penyelenggara pemilu dan lainnya.

Adapun terkait konteks politik yang lebih besar yakni demokrasi di Indonesia, ada beberapa problem yang dinilai berpotensi menghambat konsolidasi demokrasi yakni politisasi SARA dan identitas, kinerja partai politik yang buruk, segregasi/polarisasi masyarakat, oligarki dan lainnya.

Kedua, Pemetaan Kondisi, Problem, dan Kinerja Pemerintah dalam bidang Ekonomi. Dalam bidang ekonomi, 65% ahli menyatakan bahwa akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar (akses pangan, pendidikan dan kesehatan) saat ini sudah baik. Namun, hal yang masih menjadi catatan adalah akses masyarakat terhadap perumahan yang dinilai masih buruk/sangat buruk oleh 54,47% ahli.

Kemudian, terkait dengan penilaian terhadap tingkat daya beli masyarakat, maka di satu sisi, 83,45% ahli menyatakan ketersediaan barang telah baik/sangat baik dan 57,93% ahli menyatakan inflasi saat ini baik/sangat baik. Di sisi lain, 55,17% ahli menilai tingkat pendapatan masyarakat masih buruk/sangat buruk, dan 53,80% ahli menilai disparitas harga antar wilayah masih buruk.

“Penilaian ahli terhadap kinerja pemerintah di bidang pembangunan infrastruktur terbilang positif, terutama pada pembangunan bandara dan pelabuhan, dimana 90% ahli telah menilainya baik/sangat baik,” lanjut Esty.

Namun, penilaian buruk diberikan oleh 51% ahli pada pembangunan infrastruktur air bersih. Problem lain terkait dengan kinerja pemerintah di bidang industri diantaranya: penyerapan dan kapasitas tenaga kerja dalam bidang industri (74% ahli menyatakan buruk/sangat buruk), serta terkait dengan kegiatan ekonomi luar negeri termasuk ekspor, impor dan utang luar negeri (lebih dari 50% ahli menilai masih buruk).

Menjelang Pemilu Serentak 2019, menurutnya ada beberapa kondisi ekonomi yang dianggap berpotensi menghambat jalannya pemilu serentak, antara lain; krisis ekonomi/kondisi ekonomi yang memburuk, inflasi, masyarakat apatis, daya beli masyarakat rendah, politik uang, isu TKA dan lainnya.

Sedangkan, problem ekonomi yang dianggap oleh ahli berpotensi menghambat jalannya konsolidasi demokrasi di Indonesia yakni ketimpangan dan ketidakadilan ekonomi, krisis ekonomi, monopoli, inflasi, intervensi kepentingan bisnis terhadap politik dan lainnya.

Ketiga, Pemetaan Kondisi dan Problem Sosial Budaya. Penilaian ahli terhadap kondisi kesetaraan sosial budaya di masyarakat terbagi menjadi dua kategori nilai. Kondisi kesetaraan yang telah dinyatakan baik, diantaranya kesetaraan di bidang pendidikan (60,69%), di bidang kesehatan (60,69%) dan di bidang politik (60,69%). Namun, kesetaraan di bidang hukum dan ekonomi masih problematik karena hanya sekitar 35% ahli yang menilai telah baik.

Terkait dengan kondisi toleransi di masyarakat saat ini, jelas Esty, maka 62,8% ahli menilainya  buruk/sangat buruk. Hal ini dikarenakan banyaknya terjadi kasus politisasi SARA, stigmatisasi, diskriminasi terhadap kelompok minoritas, konflik sosial dan lainnya.

Sementara untuk tindakan persekusi yang belakangan ini marak terjadi di masyarakat, ahli menyatakan beberapa faktor menjadi penyebabnya, yakni: penyebaran berita hoaks (92,4%), penyebaran ujaran kebencian (90,4%), radikalisme (84,2%), kesenjangan sosial ekonomi (75,2%), perasaan terancam oleh orang/kelompok lain (71,1%), relijiusitas (67,6%) dan ketidakpercayaan antar kelompok suku/agama/ras (67,6%).

“Problem sosial budaya yang dianggap oleh ahli berpotensi menghambat pemilu serentak 2019 adalah politisasi SARA dan identitas, intoleransi, radikalisme, rasa saling curiga, berita hoaks dan lainnya. Adapun, problem sosial budaya yang berpotensi menghambat konsolidasi demokrasi di Indonesia yakni isu SARA dan politik identitas, intoleransi masyarakat, radikalisme dan lainnya,” tukasnya.

Sementara untuk Pemetaan Kondisi, Problem, dan Kinerja Institusi Hukum, Pertahanan dan Keamanan, secara umum, ahli menilai kondisi pertahanan di Indonesia sudah baik dan efektif dalam menanggulangi ancaman (dinyatakan oleh 64,1% ahli). Hanya saja masih ada beberapa ancaman, baik militer maupun non militer, yang dinilai para ahli memiliki potensi tinggi untuk muncul. Ancaman tertinggi yakni kejahatan transnasional (88%), terorisme (79%), dan penyebaran ideologi non-Pancasila (70%). Sedangkan potensi munculnya ancaman seperti separatis bersenjata, sengketa perbatasan dan perang memiliki nilai di bawah 50%.

Hal yang dianggap oleh ahli sebagai aspek paling penting untuk memenuhi kebutuhan pertahanan negara saat ini adalah kualitas personilnya, meski di saat yang bersamaan ahli juga menilai alutsista dan hubungan harmonis antara TNI-Polri sebagai aspek penting lainnya.

Aspek pertahanan keamanan lain yang dinilai di dalam survei ini yakni perihal reformasi sistem pertahanan. Mayoritas ahli (57,1%) menilai bahwa kontrol sipil atas militer sejauh ini belum berjalan efektif. Hal ini dikarenakan beberapa sebab, diantaranya: lemahnya kapasitas sipil, minim akuntabilitas dan transparansi di tubuh militer, keterlibatan militer dalam politik dan lainnya. Selain itu, ahli juga menekankan agar militer tidak perlu diberikan peran ekonomi dan politik karena tugas utama mereka adalah pertahanan.

Terkait dengan persoalan hukum dan keamanan, ahli menilai bahwa peredaran narkoba (97,2%) dan korupsi (95,9%) adalah dua hal yang dinilai memiliki urgensi tertinggi untuk segera ditanggulangi. Pada aspek penegakan hukum di Indonesia, lebih dari 66% ahli memberikan penilaian buruk terhadap persamaan di depan hukum maupun konsistensi penegakan hukumnya. Oleh sebab itu, imparsialitas lembaga penegak hukum menjadi faktor yang dinilai paling penting dalam menentukan kualitas penegakan hukum di Indonesia.

Kondisi keamanan yang berpotensi mengganggu jalannya Pemilu Serentak 2019 menurut ahli adalah konflik sosial, isu SARA, keberpihakan aparat keamanan, terorisme dan lainnya. Sedangkan, kondisi yang berpotensi menghambat konsolidasi demokrasi di Indonesia antara lain politisasi aktor keamanan, konflik sosial, terorisme, politisasi SARA/identitas, ketidakpastian dan ketidakadilan penegakan hukum, dan lainnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!