28.2 C
Jakarta

Busyro Muqoddas : Krisis Moral dan Etika Sulit Dikendalikan

Baca Juga:

YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2010-2011, Dr Muhammad Busyro Muqoddas, SH, MHum menandaskan krisis moral dan etika bangsa Indonesia sulit dikendalikan. Hal ini tidak terlepas dari peran elit partai politik (Parpol), birokrasi dan sektor swasta.

Busyro Muqoddas mengunkapkan hal itu pada Kuliah Perdana Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (29/9/2018). Kuliah perdana ini mengangkat tema ‘Jelang Pilpres 2019 : Membangun Keadaban Politik Berkemajuan.’ Sebanyak 185 mahasiswa baru pascasarjana dari sembilan program studi (Prodi) yang mengikuti kuliah perdana.

Lebih lanjut Busyro menjelaskan krisis moral dan etika itu tercermin tertangkapnya anggota DPRD Kota Malang Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Ada 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang yang terlibat dalam korupsi.

Busyro mengingatkan, saat ini negara menjadi incaran korupsi politik. Di antaranya, mengincar pembangunan infrastuktur, pengadaan barang dan jasa untuk pembangunan nasional dan daerah. “Menguatnya korupsi politik tersebut karena sudah dalam bentuk corruption by design. Melalui Raperda/Perda, RUU, UU dan kebijakan yang koruptif. Selain itu juga melalui praktik politik uang dalam Pilkada dan Pemilu. Sehingga menjadikan hal-hal tersebut sebagai produk yang membunuh moralitas konstitusi dan penegakan hukum di Indonesia,” tandas Busyro.

Puncak korupsi politik dan korupsi demokrasi tersebut juga terjadi dalam bentuk praktik sistem ‘ijon’ seperti dalam sejumlah kasus korupsi anggota DPR RI. “Contohnya ya seperti kasus di Kota Malang. Di mana 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang menjadi tersangka korupsi. Kemudian sistemisasi, strukturasi dan masifikasi korupsi birokrasi nasional dan daerah, seperti pada pertengahan tahun 2018 dimana ada 97 kepala daerah tingkat I dan II yang berstatus tersangka/terdakwa di KPK. Dengan obyek korupsi Dana APBD/P, Otonomi Khusus, Infrastruktur dan perizinan RT/RW, serta pertambangan,” tambahnya.

Selain itu, sistem politik yang terjadi di Indonesia membuat orang diperbudak oleh nafsu kekuasaan, yang berujung pada penghalalan segala cara untuk mewujudkan segala ambisinya. Karena itu Busyro menekankan kepada para mahasiswa Pascasarjana sebagai perwakilan insan yang berilmu untuk menjaga diri dari seretan arus perbudakan nafsu kekuasaan.

“Tanggung jawab orang berilmu sangat berat, karena ilmu bisa menjadi malapetaka jika ilmu itu tidak memiliki kualitas, seperti kualitas keberpihakan. Tak jarang kemudian banyak orang yang tidak mengamalkan ilmunya, hanya untuk memenuhi ambisinya (tidak sesuai dengan konsentrasi studi, red),” kata pakar hukum ini.

Busyro kembali mengatakan bahwa setiap insan politik harus memiliki dasar yang kuat sehingga dia mampu mengemban tugasnya dan terhindar dari penyimpangan. Surat Al Ma’un dan Al Balad bisa menjadi acuan yang paling dasar, karena berdasarkan peradaban kemajuan politik di Indonesia saat ini seakan telah melupakan nilai-nilai penting baik agama, sosial, dan kemanusiaan.

Untuk mewujudkan keadaban politik berkemajuan, Busyro merekomendasikan untuk diterapkannya mata kuliah yang mendukung bagi Pascasarjana UMY. “Perlu agenda setting untuk revitalisasi perguruan tinggi dalam orientasi pembangunan nasional berspirit politik. Perlu mata kuliah Ideologi Pembangunan Perspektif Keadilan Sosial dan kajian pendalaman Buku Manhaj Gerakan Muhammadiyah,” harapnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!