Jakarta, Menara62.com – Salah satu atraksi wisata unggulan di Provinsi DKI Jakarta adalah Kota Tua dengan objek wisata sejarah yang berbasis warisan budaya dan merupakan wilayah perkotaan tempo dulu. Sebagai destinasi wisata yang terletak di ibu kota Negara, Kawasan Kota Tua harusnya menjadi daerah tujuan wisata bagi wisatawan mancanegara dan memiliki keunikan sehingga dapat berkompetisi dalam skala global.
Kawasan Kota Tua terdapat 5 zone, yaitu kawasan Sunda Kelapa, Fatahillah, Pecinan, Pekojan, dan kawasan peremajaan yang masing-masing sangat unik dan berbeda karakteristiknya. Saat ini, baru zone kawasan Fatahillah dan peremajaan yang banyak disentuh dan menjadi pusat pengembangan oleh para pemangku kepentingan, baik pemerintah daerah, akademisi, dan bisnis.
Sedangkan zone lainnya masih belum dikembangkan secara optimal. Sehingga perlu dilakukan pengembangan produk dan paket wisata yang mengintegrasikan zone-zone tersebut agar dapat menjadi paket wisata yang inovatif dan menawarkan pengalaman unik bagi wisatawan.
Hal ini sejalan dengan rencana penataan ke depannya tentang keberadaan Kota tua yang berada di tengah kota menjadikan kota yang nyaman sesuai dengan visi dan misi Pemprov DKI Jakarta. Saat ini, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan revitalisasi, yaitu pembangunan penataan ulang kota tua, sehingga menjadi kawasan wisata wilayah perkotaan tempo dulu (sejarah).
Pengembangan kawasan wisata Kota Tua diperlukan juga peran serta dari para komunitas yang dapat menjadi daya tarik wisata, salah satunya di Museum Fattahillah. Ada banyak komunitas di sana, diantaranya Paguyuban Sepeda Onthel, Manusia Patung, Seni Karakter Kota Tua, dan komunitas lainnya yang terkait dengan bidang musik dan seni.
Saat ini, Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Universitas Indonesia (DRPM UI) sedang menjalankan kegiatan pengabdian masyarakat (pengmas) di kawasan Kota Tua. Kegiatan ini dilaksanakan Dosen Tetap Program Penyiaran Multimedia Pendidikan Vokasi, yang diketuai oleh Rahmi Setiawati bersama Tim Dosen dari Prodi Pariwisata dan Kesehatan melalui Program IPTEKS Bagi Masyarakat dengan tema SDGs “Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat, Melalui Pembangunan Komunitas Sebagai Pendukung Daya Tarik Wisata di Wilayah Perkotaan”.
Tujuan kegiatan ini diantaranya membangun kesadaran dan komunikasi dengan komunitas dalam menciptakan peningkatan ekonomi bagi kesejahteraan komunitas sekitar Kota Tua.
“Tahap awal melakukan pemetaan komunitas yang berada di Kota Tua, kemudian membuat rancangan pemberdayaan komunitas untuk peningkatan ekonomi, dan tahap akhir adalah membangun ekonomi kreatif komunitas melalui digital,” ujar Rahmi Setiawati, Selasa (29/12/2020).
Menurut Rahmi, kegiatan ini perlu dilakukan karena masa pandemi Covid-19 sangat mempengaruhi kondisi komunitas di lingkungan Museum Fattahilah. Mereka tidak bisa mencari nafkah di sekitar lingkungan Museum Fattahilah, sehingga sebagian dari anggota komunitas, yang tidak bisa bertahan hidup di Ibu Kota, memilih kembali ke daerah asalnya. Bahkan untuk bertahan ada yang menjual properti yang biasa digunakan untuk pertunjukan pada saat ada atraksi/aktivitas event.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, kata Rahmi, melalui program pengmas ini perlu membuat protype website komunitas sebagai wadah mengembangkan usaha dan memasarkannya. Hasil produksi atau karya dari komunitas dan bentuk-bentuk ekspresi serta talenta lainnya dapat dipromosikan dan dipublikasikan melalui website tersebut.
Dengan demikian akan membangun jaringan komunikasi antarkomunitas dan hasil karya produk ke depan dapat menghasilkan keuntungan bagi komunitas. Sehingga dengan kondisi pandemi ini para komunitas tetap bisa bertahan mengatasi kesulitan ekonomi. Pemasaran karya hasil komunitas dapat menjangkau pasar lebih luas baik skala domestik maupun global.
Sedangkan dari aspek SDM, melalui kegiatan pengmas ini para komunitas diberikan pendidikan melalui pelatihan bahasa inggris, pelayanan prima dan kewirausahaan, membuat paket wisata warisan budaya, serta memandu wisata dan memasarkannya kepada pasar sasaran yang tepat, baik secara virtual maupun secara langsung.
“Kegiatan pengabdian masyarakat komunitas dengan menggunakan community development, maka akan terciptanya kapasitas sumber daya manusia, dalam hal ini komunitas dengan mengoptimalkan potensi SDM yang menghasilkan kreativitas dan produk unggulan sebagai daya tarik wisata, sehingga dapat meningkatkan perekonomian,” kata Rahmi.
Ke depan, kegitan ini diharapkan tetap berkelanjutan, karena peran lembaga pendidikan sebagai penggerak dalam membentuk community development melalui instrumen pendampingan, sangat penting dalam meningkatkan kapasitas komunitas dengan cara membangun kesadaran komunitas (aware) yang mampu mengubah pola prilaku dalam menerapkan turut serta membangun pariwisata yang berkelanjutan (sustainable).
Langkah ini pada akhirnya dapat mensejahterakan komunitasnya. Hal ini juga sejalan dengan penguatan komunitas di KotaTua, sebagai daya tarik wisata sejarah untuk wilayah perkotaan tempo dulu (sejarah) melalui digital dapat terwujud.
“Penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan masyarakat ini sangat penting karena komunitas di kawasan Kota Tua disiapkan untuk mengembangkan produk yang kreatif dan inovatif, mendorong kolaborasi antar zone serta melibatkan pasar potensial yang diwakili oleh para pelaku usaha pariwisata sebagai business customers (buyers) dan pengunjung kawasan Kota Tua sebagai end consumer,” jelas Rahmi.
Dengan kegiatan ini Rahmi optimistis akan terbangun sebuah sistem yang saling memberikan manfaat bagi para pelaku usaha pariwisata, pengeloladan komunitas yang saling bersinergi dan pembangunan pariwisata berkelanjutan akan dapat terwujud secara selaras dan dinamis.