JAKARTA MENARA62.COM – Pakar Hukum Udara Universitas Tarumanagara Prof. Dr. Martono, S.H., LL.M., McSc.,CLA mengungkapkan aspek hukum pemberian santunan korban kecelakaan Sriwijaya Air SJ-182. Pesawat tersebut jatuh di sekitar Pulau Laki dan Pulau Luncang Kepulauan Seribu pada Sabtu (9/1/2021).
Menurutnya santunan bagi korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di sekitar Pulau Laki dan Pulau Luncang, Kepulauan Seribu, bukan ganti rugi atau pengganti nyawa yang hilang.
“Santunan merupakan kompensasi dan bukan ganti rugi. Santunan diberikan bukan sebagai ganti nyawa yang hilang, tetapi agar keluarga yang ditinggalkan dapat tetap memenuhi kebutuhan hidup, terutama apabila korban merupakan tulang punggung keluarga,” ujar Martono dalam keterangan tertulis yang diterima Redaksi Menara62.com di Jakarta, Senin (18/1).
Martono menjelaskan dasar hukum untuk santunan kompensasi penumpang meninggal dunia diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, dengan jumlah kompensasi ditentukan (dibatasi) oleh peraturan Menteri Perhubungan No.PM 77 Tahun 2011. Menurut keputusan tersebut penumpang yang meninggal dunia memperoleh kompensasi sebesar 1,25 miliar Rupiah.
Di samping kompensasi berdasarkan Undang-Undang RI No.1 tahun 2009 tersebut, penumpang yang meninggal dunia juga dapat memperoleh santunan Asuransi Wajib Dana Kecelakaan Pesawat Udara berdasarkan UURI No.33 Tahun 1964 yang besarnya ditentukan oleh surat keputusan Menteri Keuangan terakhir sebesar lima puluh juta rupiah bagi penumpang yang mempunyai tiket, dan santunan dari UURI No.2 Tahun 1992 bilamana penumpang membeli asuransi sukarela.
Lebih lanjut, Martono mengatakan berdasarkan Pasal 151 ayat (4) UU RI No.1 Tahun 2009, pengangkut yang mengangkut penumpang tanpa tiket, pengangkut atau dalam hal ini maskapai penerbangan, tidak berhak menggunakan batas tanggung jawab yang diatur dalam Peraturan Menteri 77 Tahun 201.
“Artinya pengangkut dapat digugat jumlah santunan tidak terbatas atau unlimited liability”, pungkas Martono.