27.3 C
Jakarta

Banyak Waktu Luang pada Era Pandemi, untuk Apa?

Baca Juga:

Oleh Ashari*

MENARA62.COM — Liburan semester paska penerimaan rapor sudah selesai. Kelulusan sekolah juga baru saja berlalu. Kini kita masuk tahun ajaran baru 2020/2021 pada era Pandemi Covid-19. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi kebijakan pemerintah selama satu semester ke depan. Hingga Desember 2020. PJJ membuat peserta didik mempunyai banyak waktu luang di rumah. Di sela-sela mengerjakan tugas daring (dalam jaringan) dari gurunya. Pun Guru karyawan, mempunyai waktu lebih di rumah, jika dibanding dengan pembelajaran reguler seperti biasanya.

Agenda selanjutnya yang ditunggu oleh siswa dan (mungkin) juga gurunya adalah liburan Iduladha, Jumat 31 Juli 2020 ditambah Libur Tasryik selama 3 hari dari Sabtu hingga Senin. (1-3 Agustus 2020). Pertanyaannya adalah apakah yang akan kita lakukan ketika libur tersebut? Haruskah terbuang sia-sia, percuma. Tidak ada yang kita lakukan  bermanfaat untuk peningkatan kualitas diri? Tahu-tahu nanti kita sudah masuk lagi dan terkejut sendiri dengan bertanya, “Lhoh, kok sudah masuk tho, kapan liburnya?”

Libur sekolah  memang banyak macamnya. Misalnya libur puasa dan hari raya masing-masing sekolah kadang tidak bersamaan. Namun yang sudah-sudah, rata-rata jumlah libur mencapai angka 2-3 pekan. Bahkan ada yang sampai 4 pekan (satu bulan). Namun bagi sekolah swasta (kebanyakan), hari libur sekolah menerapkan sistem piket bagi guru dan karyawan untuk tetap masuk, dalam rangka PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) kemarin. Bahkan tidak sedikit yang hari libur justru pasang badan untuk mencari siswa.

Alasannya sederhana, sekolah-sekolah swasta yang dikelola oleh yayasan, yang sedang menggeliat naik, tentu akan memanfaatkan momen liburan ini tidak serta merta untuk istirahat total dari dunia pendidikan. Tidak sedikit yang justru memanfaatkan untuk kegiatan workshop, training, TOT atau bahkan Outbond. Semua dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas out put bagi peserta didiknya. Oke, lah liburan tetap diberikan, namun tidak seluruh waktu untuk liburan. “Yang libur kan muridnya, gurunya tidak,” kata salah seorang kepala sekolah.

Apa yang bisa kita lakukan dengan waktu  libur Adha nanti? Memang tidak terlalu lama 4-5 hari saja, namun sebaiknya sudah kita persiapkan content atau kegiatan apa yang akan menghiasinya. Apa ya hanya untuk nonton tv seharian? Tentu booring. Bosan. Maka beberapa catatan ringan ini semoga bermanfaat.

Pertama, Kita gunakan waktu luang liburan ini untuk mencari tambahan materi bahan ajar yang lebih menarik, termasuk di dalamnya kita dapat mencari kliping-kliping lama, atau kalau mau materi baru kita dapat dengan mudah download via internet. Jangan sampai kita sebagai guru kalah ‘gaul’ dengan murid. Banyak materi materi yang sekarang ini hampir semua berbasis karakter dapat kita unduh di dunia maya. Bagi kita yang masih gagap dengan internet tidaklah ada kata terlambat untuk terus belajar.

Kedua, Belajar bagaimana penggunaan IT untuk menunjang proses KBM di kelas. Ini sangat penting. Karena semakin berkembangnya dunia modern, maka mau tidak mau kita harus bersentuhan dengan IT. “Hari Gini” mengajar hanya mengandalkan buku catatan, siswa akan bosan. Kita sendiri akan mengalami jemu, sehingga mengajar di kelas seakan begitu lama. Sebentar-sebentar kita lihat arloji. “Kapan bel berbunyi?” seperti murid kita, kalau ditanya kadang pertanyaannya yang muncul adalah, “Istirahatnya jam berapa pak? Atau kalau tidak yang senada, “Pulang jam berapa Pak?” Kedua pertanyaan itu tidak akan muncul kalau dalam KBM berlangsung menarik dan menantang. Waktu akan bergulir tanpa terasa. Namun, semua memang harus dipersiapkan.

Ketiga, Membangun Silaturahmi. Biasanya kalau tidak hari libur, rasanya tidak ada waktu untuk keluar. Maka berkunjung ke rumah teman, murid dapat kita jadikan media untuk memecah kebuntuan komunikasi selama ini. Sambil mencari informasi hal-hal yang baru. Jika ke rumah murid, kita sambil mempelajari latar belakang keluarganya, sehingga kita tahu persis mengapa anak bersikap kasar dan mudah tersinggung di sekolah, oh ternyata background keluarganya demikian. Maka menjadikan dirinya bersikap bijak. Bahkan kalau memungkinkan kita memberikan bantuan secara materi atau minimal dorongan moral agar anak terus rajin belajar dalam keterbatasan sarana prasarana. Katakan masih banyak teman-temannya yang bernasib tidak beruntung, hingga anak akan termotivasi belajarnya. (Sekian).

Ashari* Mengajar di SMP Muhammadiyah Turi Sleman DIY, opini pribadi.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!