26.2 C
Jakarta

Catatan Diskusi Pendidikan “Manhaj Gerakan Muhammadiyah  Dalam Pendidikan”

Baca Juga:

 

 

Oleh : Hendro Susilo *)

SOLO, MENARA62.COM – Selasa, 1 Maret 2022 berlangsung kegiatan diskusi  pendidikan yang bertema “Manhaj Gerakan Pendidikan Muhammadiyah. Hadir sebagai narasumber adalah Muhdiyatmoko, selaku ketua FGM (Forum Guru Muhammadiyah) sekaligus kepala SMP Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat dan Zaki Setiawan selaku Wakil Ketua MPI PDM Surakarta serta penulis artikel Gerakan Pendidikan Muhammadiyah. Diskusi kajian pendidikan ini berlangsung di studio PK TV dan juga dilaksanakan secara daring  melalui platform zoom.

Diskusi ini diangkat dengan latar belakang jati diri Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam,amar makruf nahi munkar dan tajdid, dimana salah satu gerakannya adalah melalui bidang pendidikan. Di awal pemaparan, Zaki mengatakan bahwa pendidikan Muhammadiyah dilaksanakan berdasarkan atas kombinasi tiga filsafat, yakni esensialisme, progresivisme dan rekontruksi sosial. Hal ini menggambarkan intisari pendidikan Muhammadiyah adalah untuk menjaga kemurnian/esensi ajaran Islam, bersifat progresif/ berkemajuan dan berfungsi untuk merekontruksi masyarakat ke arah yang baik (positif).

Pendidikan Muhammadiyah merupakan usaha untuk menyatukan ilmu,akal dan wahyu. Pendidikan Muhammadiyah yang bersifat integralistik memiliki ruh Islam yang relevan dengan kebutuhan umat dalam menghadapi berbagai persoalan hidup yang kompleks. Zaki menilai bahwa pendidikan integralistik merupakan titik temu antara model pendidikan Muhammadiyah dan ilmu sosial profetik.Berdasarkan teori ilmu sosial profetik, tujuan pendidikan Muhammadiyah untuk mengejawantahkan pendidikan yang integral antara ilmu umum dan ilmu agama.

Pendidikan Islam  yang integral dan modernisasi menjadi inti pendidikan Muhammadiyah. Pendidikan integral mampu memberikan pengertian yang lengkap kepada siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dan, modernisasi akan memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar serta menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Ujar Zaki dalam forum diskusi tersebut.

Pendidikan Muhammadiyah telah beradaptasi dengan perkembangan zaman dan dapat dibagi menjadi beberapa periode. Pertama, periodisasi perintisan (1900-1923) dengan pola gerakan merintis sistem pendidikan Islam baru “sekolah agama modern”. Kedua,periodisasi pengembangan (1923-1966) dengan pola gerakan mengkloning dan mengembangkan sistem pendidikan baru rintisan KH Ahmad Dahlan ke berbagai daerah. Ketiga, periodisasi pelembagaan (1966-1998) dengan pola gerakan terlembagakan birokratis dan memperluas akses pendidikan anak bangsa. Keempat, periodisasi transformasi (1998-2011) dengan pola gerakan transformasi sekolah Muhammadiyah menjadi sekolah unggul dengan menemukan kembali nilai-nilai unggul Muhammadiyah. Dan kelima, periodisasi digitalisasi (2011-sekarang) dengan pola gerakan adaptif dengan pendidikan era 4.0.

“Saat ini, pendidikan Muhammadiyah menghadapi era industri 4.0 dan era society 5.0. Tentu saja era ini memiliki karakteristik tersendiri yang mempengaruhi pola gerakan pendidikan Muhammadiyah. Sekolah Muhammadiyah harus menjadi sekolah berkemajuan yang adaptif dengan pendidikan era 4.0. Pendidikan Muhammadiyah dapat diibaratkan seperti bangunan rumah,”Ujar Zaki.

Bangunan rumah yang tersusun atas fondasi, tiang, tembok dan atap dapat memberikan gambaran dan pemaknaan bahwa falsafah dan paradigma pendidikan Muhammadiyah menjadi fondasi yang kuat. Metode pendidikan diibaratkan menjadi tiang dari pendidikan, sedangkan “atap” menjadi tujuan pendidikan Muhammadiyah yang dapat melindungi/menjaga pendidikan Muhammadiyah serta periodesisasi perkembangan pendidikan Muhammadiyah menjadi tembok yang selalu berubah warna mengikuti perkembangan zaman.

Sementara itu, Muhdiyatmoko memaparkan strategi bagaimana membangun sekolah Muhammadiyah menjadi sekolah unggul. Berbekal pengalaman sebagai kepala SMP Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta, Muhdiyatmoko memulai pembicaraan dari tagline fullday school and transformative learning yang menjadi tagline SMP Muh PK Kottabarat. Fullday School merupakan salah satu model pendidikan yang berpeluang mampu menanamkan nilai-nilai yang baik pada siswa melalui habituation.Sedangkan transformative learning, bahwa SMP Muh PK melakukan proses pembelajaran transformatif melalui proses pembangunan makna baru terhadap pengalaman diri sehingga tumbuh kesadaran dari pengalaman tersebut.

Terkait pendidikan Muhammadiyah yang integralistik, Muhdiyatmoko memberikan pandangan bahwa semua guru di AUM Muhammadiyah memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi teladan dan menampilkan perilaku religius yang akan memotivasi siswa memiliki akhlakul karimah yang baik. Adagium setiap guru di sekolah Muhammadiyah adalah guru agama, -pun disetujuinya. Sehingga performance seorang guru di sekolah Muhammadiyah mampu menampilkan perilaku yang utuh dan menjadi teladan bagi siswanya.

Dalam hal pengalaman mengelola sekolah, Muhdiyatmoko menuturkan bahwa proses perencanaan, baik penempatan tupoksi personal guru maupun program sangat penting. Perencanaan yang baik menjadi modal awal membangun sekolah unggul. Dalam pelaksanaan kurikulum yang ditetapkan, sangat penting kepala sekolah memperhatikan prinsip produktivitas, demokratisasi, kooperatif serta efektif efisien dalam melaksanakan program-program pembelajaran dan sekolah dengan cara bangun kultur warga sekolah yang mendukung kemajuan. Tidak lupa, terkait proses evaluasinya pun Muhdiyatmoko menuturkan bahwa kurikulum AIK tidak boleh berhenti pada proses evaluasi teoritis belaka. Pengimplementasian dan penghayatan nilai-nilai Islam Kemuhammadiyahan harus terwujud dalam perilaku sehari-hari warga sekolah.

Pada kesempatan acara diskusi itu pula, Muhdiyatmoko yang  juga selaku ketua FGM (Forum Guru Muhammadiyah) kota Surakarta memberikan kiat dan saran untuk sekolah Muhammadiyah dalam hal pengembangan sekolah seiring tantangan zaman yang terus berubah. Mindset yang tumbuh penting dimiliki oleh guru Muhammadiyah, sistem sekolah yang mendorong kultur kemajuan, dan leadership yang kuat dan demokratis menjadi modal untuk menjadikan performance sekolah, prestasi sekolah  dan pelayanan  sekolah kepada masyarakat mampu memberikan dan menjawab kebutuhan masyarakat.

Sebagai kesimpulan, dapat kita tarik benang merah dalam diskusi ini adalah pendidikan Muhammadiyah yang bersifat integralistik sesungguhnya memiliki nilai-nilai yang relevan untuk menjawab persoalan hidup di masyarakat yang kian kompleks. Tentu saja pendidikan yang ditampilkan harus adaptif dengan perubahan zaman. Sekolah Muhammadiyah dalam menghadapi era disruptif saat ini perlu adaptasi dan terus mau belajar dengan mindset tumbuh yang dimiliki kader-kader Muhammadiyah, terkhusus yang bergerak di bidang pendidikan. Semoga sajian diskusi teoritis sekaligus pengalaman konkrit pengelolaan sekolah Muhammadiyah bisa memberikan suntikan motivasi agar pendidikan Muhammadiyah semakin eksis sepanjang zaman.

*)LPMP Kottabarat

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!