31 C
Jakarta

Din Syamsuddin: Jangan Sekali-kali Hapus Jasa Ulama

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Perjuangan menegakkan Kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari jasa para ulama. Jauh sebelum kemerdekaan, sekian abad lamanya, perlawanan terhadap Penjajah Belanda banyak dipimpin oleh para ulama dan zuama, dari Aceh hingga Ternate/Tidore.

Begitu pula, perjuangan kebangsaan sejak awal Abad Keduapuluh Indonesia ikut didorong oleh munculnya pergerakan/organisasi Islam, seperti Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, Nahdhatul Ulama, dan lain-lain yang selain mencerdaskan kehidupan bangsa juga secara nyata mengenyahkan penjajahan dari Bumi Indonesia.

Demikian ditegaskan oleh Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Mantan Ketua Umum Muhammadiyah/Mantan Ketua Umum MUI Pusat, pada Silaturahmi Ulama, dan Tokoh Islam se Solo Raya, Rabu, 4 September 2024. Silaturahmi yg diisi dengan tabligh akbar dihadiri sekitar 50 ribu jamaah yg memadati Ruang Depan Kantor Wali Kota Solo hingga melimpah ruah ke jalan raya.

Ikut hadir memberi ceramah KH Hasan Abdullah Sahal (Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor), KH Ahmad Abdul Wafi Maimun (Tokoh NU), dan sejumlah ulama, zuama, pimpinan Ormas-Ormas Islam se Solo Raya. Acara diadakan untuk ketiga kalinya oleh Forum Silaturahmi Ulama dan Tokoh Islam Surakarta.

Din Syamsuddin yang tampil sebagai pembicara pertama mengulas peran tokoh Islam di seputar Proklamasi Kemerdekaan RI. Fakta sejarah mengatakan bahwa Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 tidak terlepas dari pesan tertulis ulama Muhammadiyah KH Abdul Mukti yang tinggal di Madiun kepada Bung Karno agar memproklamasikan Kemerdekaan RI pada Bulan Ramadhan.

Maka terjadilah proklamasi pada 17 Agustus 1945 bertepatan dengan Hari Jum’at, 9 Ramadhan 1367 H. Juga, warna Bendera Indonesia Merah-Putih adalah atas usul Habib Idrus bin Salim Al-Jufri, Pendiri Al-Khairat di Palu, Sulawesi Tengah. Lambang Negara Garuda adalah atas usul Sultan Hamid II dari Pontianak. Tentu tak boleh dilupakan perjuangan melawan agresi Sekutu dipimpin Inggris di Surabaya 1947 didorong oleh revolusi Jihad Pendiri NU KH. Hasyim Asy’ari, dan perang gerilya mempertahankan kemerdekaan dipimpin oleh Jenderal Sudirman, tokoh Pandu Hizbul Wathan Muhammadiyah.

Tidak boleh dilupakan juga jasa 73 Kesultanan Islam dari Aceh hingga Ternate/Tidore yang dengan rela menyerahkan kekuasaan politiknya kepada Republik Indonesia tercinta.

Itu hanya sekelumit fakta sejarah. Maka, mengutip Bung Karno, Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah), dan juga, mengutip usulan Dr. Hidayat Nur Wahid, Jas Hijau (Jangan Sekali-kali Hapus Jasa Ulama), tandas Din Syamsuddin, yang disambut pekikan Takbir segenap jamaah.

Oleh karena itu, Mantan Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini meminta agar jangan sampai ada Rezim Penguasa di Indonesia yang menampilkan sikap Islamofobis melalui keputusan/kebijakan yang secara diam-diam dan sistematis menepis dan menepikan nilai-nilai agama. Sikap demikian, tegas Din Syamsuddin bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, kembali disambut jamaah dengan pekikan Allahu Akbar.

Silaturahmi Ulama-Umat dalam bentuk Tabligh Akbar seperti di Solo itu patut ditiru oleh umat di daerah-daerah lain.(*)

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!