26.8 C
Jakarta

Drama ‘Kalah Perang’ Pasukan Meksiko versus Kartel Narkoba ‘El Chapo’

Baca Juga:

ORGANISASI kriminal yang berkelindan dengan sindikat bisnis gelap obat bius internasional begitu digdaya di Meksiko. Culiacan, ibukota negara bagian Sinaloa, selama enam jam, pun menjadi zona perang antara kartel narkoba melawan polisi dan Garda Nasional negara di belahan Amerika Utara itu.

Bunyi rentetan tembakan terdengar secara sporadis, disusul kendaraan terbakar yang memblokir akses jalanan umum. Korban tewas dan luka pun berjatuhan dari kedua belah pihak. Bahkan, kartel berhasil menyandera sejumlah pasukan keamanan, lalu menjadi bahan bargaining untuk genjatan sejata dan pembebasan gembong narkoba dari penyergapan aparat.

Warga di kota berpenduduk sekitar 800.000 jiwa itu, harus berlindung di tempat aman, ketika tembakan senjata otomatis berhamburan di sejumlah titik area publik. Sekolah-sekolah ditutup dan beberapa kantor publik meminta karyawan mereka untuk tiarap di rumah.

Teresa Mercado, yang baru saja pulang dari luar kota, mengatakan: “Situasi ini lebih buruk daripada yang pernah saya alami bertahun-tahun yang lalu.”

Media-media internasional melaporkan, itu adalah baku tembak ketiga yang berdarah dan menakutkan dalam waktu kurang dari seminggu terakhir antara pasukan keamanan dan kaki tangan kartel narkoba. Pertempuran antara geng narkoba dan pasukan keamanan memang relatif sering terjadi di Meksiko, tetapi pada pekan ini telah terjadi tiga bentrokan yang mencolok dan menakutkan.

Sebelum dipuncaki peristiwa Jumat lalu, pada Senin 13 petugas polisi tewas dalam serangan kartel di negara bagian Michoacan. Hari berikutnya, tentara menewaskan 14 pria bersenjata di negara bagian Guerrero.

Ovidio Guzaman Lopez

Pemicu perang terakhir bermula dari penangkapan Ovidio Guzman Lopez, Kamis (17/10/2019). Dia adalah putra Joaquin “El Chapo” Guzman, mantan raja narkoba Meksiko yang memimpin Kartel Sinaloa, organisasi kriminal yang sangat brutal dan licin dari penangkapan aparat, serta berkali-kali berhasil melarikan diri dari penjara.

Kini Guzman menjalani hukuman seumur hidup di AS. Pada Februari 2019 pengadilan memvonisnya bersalah karena perdagangan narkoba dalam skala industri.

Penangkapan atas Lopez juga untuk memenuhi permintaan ekstradisi dari AS sejak 2018. Ia dibidik dengan sejumlah catatan kejahatan besar, termasuk sebagai gembong narkoba, meneruskan kebejatan sang ayah.

Sebanyak 35 tentara dikerahkan dalam operasi penangkapannya. Mereka memasuki sebuah rumah, lalu meringkus Lopez dan tiga orang lain yang tengah bersamanya.

Tapi, kaki tangan Lopez serta-merta melakukan perlawanan dengan menggelar perang perlawanan di kawasan kota Culiacan. Jumat (18/10/2019) pagi, dengan bersenjata berat dan kekuatan lebih besar dibandingkan pasukan yang dikerahkan untuk membekuk Lopez, mereka mengepung rumah tempat penggerebekan sang bos.

Pada saat bersamaan, anak buah Lopez lainnya meletupkan kekacauan di jalanan kota Culiacan. Mereka mengambil alih pintu tol dan jalan-jalan utama ke kota. Para pria yang membawa senjata kaliber tinggi itu, juga memblokir perempatan-perempatan besar.

Video di media sosial menunjukkan adegan menyerupai zona perang. Tampak orang-orang bersenjata, beberapa mengenakan topeng ski hitam, naik di belakang truk dan menembakkan senapan mesin secara membabi-buta, termasuk terhadap kendaraan-kendaraan yang melaju di jalanan hingga terbakar.

Asap hitam yang mengangkasa menjadi pemandangan kota yang mengerikan. Orang-orang berlarian mencari perlindungan ketika tembakan berseliweran di sekitar mereka. Para pengendara mobil dengan panik memutar balik arah untuk mencoba melarikan diri dari desingan peluru.

“Lima penyerang, seorang anggota Garda Nasional, seorang warga sipil dan seorang tahanan, tewas dalam baku tembak itu. Lalu, 20 orang (tujuh di antaranya anggota pasukan keamanan) terluka dan delapan anggota keamanan ditawan,” kata Sekretaris Pertahanan Meksiko, Jenderal Luis Cresencio Sandoval.

Di tengah kekacauan, narapidana di sebuah penjara rusuh. Mereka sempat menyandera dua sipir dan menyita senjata. “Sebanyak 56 tahanan melarikan diri,” kata Sekretaris Keamanan Publik Sinaloa, Cristobal Castaneda.

Tarik Mundur Pasukan

Kabinet bidang Keamanan Meksiko terkejut dengan situasi tersebut. Mereka mengaku tidak diberitahu digelarnya operasi penggerebkkan terhadap Lopez. Mereka lalu memutuskan untuk menarik mundur pasukan dari zona perang melawan kartel untuk menghindari korban terutama kematian yang lebih besar.

“Penangkapan satu penjahat tidak bisa bernilai lebih dari nyawa orang. Mereka (Kabinet Keamanan) membuat keputusan dan saya mendukungnya, ” kata Presiden Meksiko, Andres Manuel Lopez Obrador.

Dia menambahkan: “Kami tidak ingin kematian. Kami tidak ingin perang dan mengubah negara ini menjadi kuburan. Kami tidak menginginkan itu lagi.” Atas keputusan tersebut, tujuh petugas keamanan pun dibebaskan dari penyaderaan kelompok kartel tanpa luka, yang berarti juga dibarter dengan pembebasan Lopez.

Presiden Obrador berdalih, serangan militer yang dipimpin pendahulunya terhadap kartel hanya memperburuk kekerasan Meksiko dan gagal mengendalikan pertumpahan darah. Negara dengan 125 juta penduduk ini setiap harinya menyaksikan rata-rata 100 kasus pembunuhan.

“Fokus kita saat ini adalah pada pencegahan kejahatan jangka panjang,” kata Obrador

Tanpa Surat Perintah

Peristiwa Jumat itu mengubur anggapan bahwa kartel Sinaloa telah melemah sejak ekstradisi El Chapo Guzman. Mereka bahkan berani unjuk kekuatan yang melampaui respons upaya penangkapan sang gembong sebelumnya.

Di mata Mike Vigil, mantan kepala operasi internasional untuk Badan Anti Antinarkotika AS (DEA), yang bekerja secara rahasia di Meksiko, menyebut kekerasan itu bagai “mata hitam besar bagi pemerintah Meksiko” dan “tanda bahwa kartel lebih kuat”.

Tetapi, pejabat kabinet keamanan mengatakan, pasukan yang mengepung rumah Lopez tanpa surat perintah penggeledahan. Dan, mereka meremehkan potensi respons kartel.

Jika kabinet keamanan mengetahui tentang operasi tersebut, hasilnya akan berbeda, karena akan mengerahkan lebih banyak pasukan, bahkan mengirim dukungan udara. “Pasukan ini … terburu-buru. Itu tidak mempertimbangkan akibatnya,” kata Sandoval.

Jose Reveles, penulis beberapa buku tentang kartel Sinaloa, mengatakan, dari sudut pandang operasional dan politik, operasi itu dilakukan dengan canggung. “Jika Anda akan melakukan operasi sebesar seperti ini, Anda harus melakukannya dengan benar — jaga semua sayap, tambahkan keamanan di penjara,” sambung Reveles.

Vigil, mantan agen DEA, khawatir retretan peristiwa itu bisa menyebabkan pertumpahan darah yang lebih banyak. “Ini akan menjadi contoh bagi kelompok lain, seperti mengirim mereka pesan bahwa jika menangkap anggota kartel, yang harus mereka lakukan adalah pergi ke kota dan mengintimidasi warga dan pasukan keamanan,” katanya, seperti dikutip Guardian.

Ovidio Lopez bukan satu-satunya putra raja obat bius paling terkenal. Bahkan, sampai peristiwa penggerebekkannya pada Kamis pekan lalu, Ovidio belum termasuk di antara banyak anak El Chapo yang beken di dunia kartel narkoba.

Yang disebut-sebut memiliki pengaruh paling besar adalah Ivan Archivaldo Guzman, yang diisukan ikut ditangkap atau dibunuh dalam penggerebekkan Kamis. Bersama Jesus Alfredo Guzman, keduanya dikenal sebagai “Los Chapitos,” atau “Chapo kecil”, yang diyakini mewarisi kartel sang ayah bersama Ismael “El Mayo” Zambada.

Kini tidak jelas apa yang terjadi pada Ovidio Lopez setelah pasukan yang menggerebeknya pergi dengan meninggalkannya. Namun, Jose Luis Gonzalez Meza, pengacara untuk keluarga Guzman, mengaku diberitahu bahwa Ovidio Lopez dalam kondisi “hidup dan bebas.”

“Pasukan keamanan telah memperlakukan Ovidio Lopez dengan baik. Keluarga bersyukur, ternyata dia masih hidup, dan saudaranya, Ivan Archivaldo, juga,” kata Meza dalam wawancara dengan Radio Formula.

Sekretaris Keamanan Federal, Alfonso Durazo, mengakui dilepasnya Lopez. “Dia tidak pernah berada di bawah penahanan formal,” katanya.

Usai ketegangan dan teror yang berlangsung hampir sepanjang Jumat itu, ketenangan telah kembali ke jalan-jalan Culiacan. Tapi, potensi api dalam sekam masih mengancam untuk kembalinya situsi zona perang. Saling balas kekalahan masih sangat mungkin terjadi. Masing-masing ingin menang dan tak mau kalah.

 

 

 

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!