27.6 C
Jakarta

Drama Perang “Kampret vs Cebong” Berakhir Happy Ending

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Jumat (19/07/2019), Pengamat Politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Andriadi Achmad mengganggap pertempuran antara Cebong versus Kampret sudah selesai dan berakhir Happy Ending dengan adanya pertemuan antara Prabowo – Jokowi. Walaupun tidak bisa dipungkiri masih ada kalangan Kampret maupun Cebong yang belum move on dengan terjadinya upaya rekonsiliasi tersebut.
“Saya kira perseteruan antara pendukung Prabowo alias kampret dengan pendukung Jokowi alias Cebong sudah selesai. Karena kedua junjungannya sudah ketemu dan menghimbau Cebong dan Kampret untuk bersatu kembali. Bahkan keluar istilah Cebong bersayap. Tapi jangan salah, masih ada kalangan baik dari Kampret maupun Cebong belum bisa menerima kenyataan tersebut,” ujar pengamat Politik Muda ini disela-sela wawancara.
Menurut Direktur Eksekutif Nusantara Institute for Political Communication Studies and Research ini, bahwa kenyataan bersatunya antara Prabowo dan Jokowi semakin memperkuat adagium dalam politik itu tidak ada kawan abadi dan tidak ada lawan abadi yang ada hanyalah kepentingan, kompromi dan negosiasi untuk mendapatkan kekuasaan.
“Politik itu cair dan mengalir. Sewaktu-waktu bisa saja lurus, kemudian berbelok atau bisa berbalik arah. Artinya tidak ada kawan abadi dan lawan abadi dalam politik, yang abadi itu adalah kepentingan untuk mencapai kekuasaan,” jelas Alumnus pasca sarjana Ilmu Politik UI dalam menyikapi dinamika politik pasca pilpres 2019.
Lebih jauh, masih anyar dalam ingatan kita sebelum pilpres 2019, antara pendukung Prabowo dan Jokowi sangat kontra dan berperang secara eksplisit baik di udara, laut dan udara. Lahir istilah perang badar yang di munculkan BPN dan keluar istilah Perang Total dari TKN. Begitu juga dalam berbagai kesempatan dalam Pidato Prabowo mengisyaratkan jika pemerintahan Jokowi ini dilanjutkan pada periode kedua maka Indonesia akan tenggelam di tahun 2030 atau Prabowo pernah menyampaikan dalam pidatonya Indonesia akan hancur bila tidak memenangkan pilpres 2019. Belum lagi para tokoh pendukung militan Prabowo – Sandi yang ditangkap dengan berbagai kasus seperti kasus makar Egi Sudjana, Kivlan Zen, kasus ujaran kebencian Ahmad Dani dan lain-lain.
“Pertarungan politik di pilpres 2019 sangat menegangkan. Sepanjang sejarah Pilpres pasca Reformasi khususnya. Pemilu kali ini sangat luar biasa terasa pertarungannya. Sehingga muncul bahwa pilpres 2019 bagaikan perang badar oleh BPN atau perang total oleh TKN. Artinya diksi-diksi yang muncul menunjukkan adanya permusuhan politik antara TKN dan BPN,” ungkap Andriadi.
Andriadi juga menilai bahwa sudah sewajarnya kekecewaan dari kelompok pendukung Prabowo – Sandi seperti PA 212 yang di komandoi Habieb Rizieq atas upaya rekonsiliasi atau bahkan terbentuk koalisi antara Prabowo -Jokowi. Karena kelompok PA 212 merasa sangat berperan dan berjuang all out dalam memenangkan Prabowo – Sandi melalui ijtima’ Ulama 1, 2 dan 3.
“Saya menilai kekecewaan dari PA 212 adalah sesuatu yang lumrah dan wajar, karena PA 212 ini sangat all out dalam pilpres 17 April 2019 lalu. Semua pihak mestinya menghormati sikap tersebut,” tegas Aktifis Gerakan Mahasiswa Indonesia Era 2000-an menutup wawancara.
- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!