33 C
Jakarta

Dukung Konsistensi Tujuan Politik RUU Kesehatan, KPAI Bentuk Pokja

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Dalam rangka mendukung konsistensi 5 tujuan politik RUU Kesehatan yang disampaikan DPR RI yakni peningkatan akses dan pemerataan, hak layanan berkualitas dan terjangkau, koordinasi dan sinergi penyelenggara, keamanan, pengembangan teknologi dan inovasi, KPAI membentuk Kelompok Kerja RUU Kesehatan yang merupakan gabungan berbagai disiplin Ilmu dalam kepentingan terbaik bagi anak. Pokja tersebut beranggotakan komisioner KPAI, akedemisi, ahli kesehatan, lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada advokasi bidang kesehatan, dan individu yang memiliki keilmuwan penting dalam pengawalannya di bidang kesehatan.

Ketua KPAI AI Maryati Sholihah menyampaikan hak kesehatan anak adalah isu yang sangat penting dalam kluster konvensi hak anak dan tidak boleh diabaikan. “Karena sampai hari ini kita masih diperlihatkan ibu yang terlanjur melahirkan yang belum terlayani tenaga kesehatan, kemudian temuan obat sirup yang menjadi gagal ginjal anak bagai pembunuhan massal, karena tidak sebanding penanganannya padahal jiwa sudah melayang, kemudian keterlambatan imunisasi lengkap pada anak yang menyebabkan menjadi penyakit yang harusnya bisa dicegah, kemudian menuju fasilitas kesehatan kita yang belum menunjang seperti ibu yang harus mendapatkan penanganan persalinan segera masih ditandu, kemudian kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) terkait aborsi karena kejahatan seksual, traficking, perdagangan orang, eksploitasi,” katanya Selasa (16/5/2023).

Diakui anak hamil dari korban TPPO atau Tindak Pidana Perdagangan Orang masih sulit mendapatkan akses hak aborsi secara sehat. Kemudian ketika lahir pun anak tidak tahu siapa ayah, dan ibunya yang notabene anak dalam keadaan depresi saat persalinan.

“Kita juga masih berhadapan dengan pandemi, yang ketika terjadi sesuatu pada anak “kagetan”. Padahal dalam UU Kesehatan sudah jelas sekali dalam struktur, bagaimana tugas dan fungsi dari penyelenggara kesehatan mulai dari pusat sampai daerah. Hanya realitanya di lapangan, yang satu bilang gas, yang satu lagi bilang injak rem. Pandemi yang sudah kita hadapi 3 tahun, masih ada seperti ini,” tambahnya.

Tentu ini semua bukan yang semestinya harus terjadi pada anak. Untuk itu penting dibentuknya Pokja agar ada perspektif yang tajam dalam mengkritisi RUU. “Tentu kita akan hearing di DPR, kita menyaring usulan dan masukan dari berbagai lapisan masyarakat.

Sementara itu Ketua Satgas Perlindungan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia dr Eva Devita Harmoniati menyampaikan karena anak bertumbuh dan berkembang maka segala hal sekecil apapun yang dilakukan akan berdampak panjang. “Untuk itulah sejak dalam kandungan perlu di intervensi, karena dimulai dari kandungan terancam stunting, dari stunting menjadi potensi disabilitas, setelah lahir mempengaruhi pertumbuhan emosional, fisik, otak dan jiwa yang akan menambah berbagai hambatan gagal tumbuh,” jelasnya.

Sehingga intervensi sejak dari perencanaan, kandungan dan kelahiran harus dipahami sebagai konsep menyeluruh dari anak yang sehat, yang kedepan akan mempunyai kemampuan belajar yang lebih baik serta akan tumbuh dewasa sebagai individu yang produktif dan mandiri.

Sebagai gambaran, saat ini kasus mall nutrisi cukup besar, walau survey Gizi 2022, angka stunting menurun 21 %, tapi sebenarnya dalam praktek sehari hari para dokter masih banyak menemukan kasus under weight atau kurus, dan kalau tidak di intervensi akan menjadi stunting. Sehingga situasi ini akan mempengaruhui ketahanan tubuh, karena nutrisi yang tidak cukup, daya tahan tubuh menurun, kekuatan otot menurun, sehingga motorik terganggu, sehinga kecerdasan melambat. Hal ini terbukti dalam penelitian anak mengalami stunting IQ nya lebih rendah.

“Bahwa kalau ditanya apakah ada hubungan stunting dengan disabilitas, tentu ada hubungannya. Tapi disabiltias yang mana? Yaitu disabilitas intelektual. Karena ketika mengalami stunting ada delay, tidak hanya motorik, kemampuan berbahasa dan pemahamannya berkurang dan anak mengalami stunting. Tidak tertangani dengan baik dimasa emas, di 2 tahun pertama, terhitung sejak dari saat mengandung, maka akan jadi anak bermasalah di sekolah, tidak bisa mengikuti sekolah, mengalami bullying di berbagai tempat, dan terlibat berbagai macam gangguan perilaku dan kenakalan remaja,” lanjutnya.

Koordinator Kelompok Kerja (POKJA) RUU Kesehatan KPAI Jasra Putra menyampaikan Pokja akan bekerja selama 3 bulan, mulai Mei sampai Agustus. Pokja ini terbentuk berdasarkan Peraturan Presiden nomor 61 tahun 2016 tentang KPAI, pada pasal 8 bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia dapat membentuk kelompok kerja perlindungan anak sesuai kebutuhan yang terdiri dari unsur akedemisi, masyarakat dan pemerintah. Pokja ini sangat urgen ditengah keterbatasan KPAI melihat isu ini.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!