26.9 C
Jakarta

Fenomena Kepemimpinan Jokowi dari Kacamata Michel Foucault

Baca Juga:

Oleh: Lucky Ali Moerfiqin)*

JOKO Widodo (Jokowi) memulai karir politiknya sebagai Walikota Solo, Jawa Tengah kurun waktu 2005 hingga 2012. Dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilaksanakan secara langsung, mayoritas masyarakat Solo memilih Jokowi. Dengan demikian, Jokowi memenangkan pesta demokrasi dengan perolehan suara yang cukup signifikan.

Tampil sebagai sosok yang sederhana, pekerja keras dan dekat dengan rakyat selama menjabat sebagai Walikota Solo, membuat kiprah Jokowi menjadi sorotan media. Terutama terkait kegemarannya turun ke lapangan untuk melihat langsung kondisi rakyatnya sekaligus melakukan perbaikan terhadap hal-hal yang dikeluhkan rakyat. Media selalu meliput setiap kegiatan Jokowi sehingga hampir setiap minggu pemirsa televisi melihat kiprahnya dalam memajukan Kota Solo.

Sukses memimpin Kota Solo, Jokowi kemudian melenggang menuju kursi DKI Jakarta. Berpasangan dengan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), lagi-lagi Jokowi berhasil memenangkan pesta demokrasi dan memimpin Provinsi DKI Jakarta.

Selama memimpin Provinsi DKI Jakarta, banyak gebrakan dilakukan oleh Jokowi. Diantaranya adalah persoalan administrasi dan mengurus perizinan. Jokowi mampu membenahi proses administrasi yang panjang menjadi lebih singkat dan cepat. Juga beban biaya urusan administrasi yang mahal menjadi murah bahkan gratis. Gebrakan inilah yang membuat sosok Jokowi semakin popular tidak hanya di kalangan masyarakat DKI Jakarta tetapi juga daerah lain.

Di tengah popularitas namanya yang makin meroket, Jokowi mengikuti pencalonan presiden pada Pemilu 2014 atau dua tahun setelah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK), lagi-lagi Jokowi berhasil memenangkan pesta demokrasi. Ia pun resmi menjadi presiden RI menggantikan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Karir politik yang naik begitu cepat tak pelak sempat membuat banyak kalangan mengkhawatirkan kapabilitas Jokowi yang belum matang dalam kepemimpinan. Keberhasilannya sebagai Walikota Solo tak mampu membuat semua kalangan yakin akan kapabitasnya sebagai orang nomor satu di republik ini.

Selain dikenal sebagai pekerja keras dan gemar turun ke lapangan, Jokowi juga dikenal sangat sedikit berbicara. Jokowi berhasil memenuhi harapan masyarakat akan biaya pendidikan dan kesehatan yang murah bahkan gratis bagi masyarakat kurang mampu. Keberhasilan dua program yang strategis ini mengantarkan Jokowi kembali memenangkan pesta demokrasi pada pemilu presiden pada 2019.

Pada kepemimpinan periode kedua, Jokowi berhasil membangun infrastruktur yang menghubungkan daerah-daerah dengan jalan bebas hambatan, pembangunan pelabuhan dan pembangunan bandar udara. Konektifitas antar daerah menjadi hal yang sangat penting dalam pemerataan taraf hidup dan ekonomi masyarakat khususnya di daerah yang terpencil.

Saat ini pembangunan jalan bebas hambatan pulau Jawa sudah hampir selesai, tinggal ruas jalan tol Surabaya ke Banyuwangi masih dalam proses pembebasan tanah. Jika proyek pembangunan jalan tol Jawa tersebut selesai maka dengan demikian seluruh wilayah Jawa mulai dari provinsi Banten hingga Jawa Timur dapat terkoneksi dengan baik.

Tak hanya membangun infrastruktur di Pulau Jawa, Jokowi juga membangun jalan tol di pulau Sumatra dan pulau lainnya. Sedang di provinsi Papua sudah dilaksanakan pembukaan jalan baru guna membuka isolasi daerah yang selama ini tidak dapat dijangkau oleh kendaraan.

Selain membangun infrastruktur jalan, Jokowi juga memperbaiki infrastruktur bandar udara dan pelabuhan. Sudah banyak bandara dan pelabuhan yang diperbaharui, diperluas dan menjadi bandara dan pelabuhan internasional. Setelah infrastruktur bandara dan pelabuhan diperbaiki, maka dibuka pusat-pusat destinasi wisata baru yang dapat dinikmati oleh wisatawan lokal dan mancanegara.

Kemunculan pemimpin seperti Jokowi yang merintis jalur kekuasaan dari bawah atau masyarakat, dalam pemikiran filsuf Michel Foucault sangat dimungkinkan. Sebab pada era demokrasi seperti sekarang ini, sistem pemilihan presiden dan pemimpin daerah bisa dilakukan oleh masyarakat secara langsung. Hal ini memberikan makna bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat, sehingga rakyatlah  yang menentukan siapa yang akan memimpin daerah atau negara dengan melihat “track record” pengabdiannya  kepada bangsa dan negara.

Menurut Foucault bahwa pengetahuan dan kekuasaan tidak dapat dipisahkan, dimana kekuasaan hanya dapat dilakukan apabila mempunyai pengetahuan. Pengetahuan di sini dimaknai sebagai pengetahuan tentang bagaimana cara memimpin yang baik dan tidak korupsi. Hal ini ditunjukkan oleh Jokowi salah satunya adalah dengan membuka ke ranah publik besaran gaji seorang pemimpin saat dia menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. Jokowi juga tidak memanfaatkan jabatan presiden untuk mencari keuntungan pribadi dan keluarga.

Pemikiran Foucault tentang kekuasaan ada dimana-mana dan datang dari mana-mana, sulit untuk dipahami dan diterima. Karena masalah kekuasaan diindentikan dengan pejabat yang dipilih oleh rakyat dan mempunyai kekuasaan untuk mengatur dalam lingkup kerjanya. Kekuasaan seorang presiden dengan ruang lingkup yang sangat luas perlu didukung oleh para menteri yang mempunyai kemampuan untuk bekerja keras dan tidak korupsi. Kondisi sekarang sulit mencari sosok pejabat yang bersih dan jujur mengingat anggaran untuk setiap kementerian atau lembaga yang sangat besar sehingga membuka peluang pejabat untuk bertindak korupsi.

Komisi pemberantasan korupsi (KPK) saat ini sudah menangkap banyak sekali pejabat daerah dan menteri, hal ini menunjukkan bahwa banyak pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kekayaan diri sendiri. Jokowi dengan tegas mempersilakan KPK untuk memproses apabila ada menteri yang melakukan korupsi dan menerima vonis untuk masuk penjara. Komitmen Jokowi dalam memberantas korupsi sangat diapresiasi oleh masyarakat, dan memberikan contoh yang baik bagi para pejabat di bawahnya. Posisi menteri yang strategis bekerja dengan baik dan tidak korupsi, hal ini salah satu yang mendukung suksesnya program presiden dan hasilnya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.

Kekuasaan yang dilaksanakan untuk kepentingan rakyat berupa program-program yang pro rakyat sangat dinantikan seperti pendidikan gratis melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP). Hal ini sangat membantu siswa dari keluarga yang kurang mampu untuk dapat mengakses pendidikn dengan baik.

Program lainnya adalah kesehatan gratis berupa kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau lebih dikenal BPJS Kesehatan. Program ini dinilai sangat tepat di tengah keluhan masyarakat akan mahalnya biaya berobat dan rumah sakit.

Menurut Foucault bahwa pandangan akan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup manusia berkaitan dengan kekuasaan, artinya kekuasaan apabila ada yang berkuasa dan dapat menguasai orang lain, misalnya pimpinan organisasi atau perusahaan dapat memberikan perintah agar bawahannya berbuat sesuatu sesuai keinginannya. Pimpinan dengan kekuasaanya dapat melakukan hal yang positif dan negatif, pimpinan yang bijaksana selalu memperhatikan anak buahnya agar hidup sejahtera dan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga selalu memberikan pengarahan demi kemajuan bersama.

Sebaliknya apabila pemimpin arogan yang mementingkan diri sendiri akan membuat organisasi tidak berjalan dengan baik dan anak buah tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik bahkan akan mendapat kegagalan. Maka sifat pemimpin sangat menentukan keberhasilan sebuah organisasi, soliditas antar anggota dan tingkat keberhasilan pelaksanaan program yang telah direncanakan dengan baik.

)*Lucky Ali Moerfiqin (202030016) adalah Mahasiswa Program Doktor Ilmu Komunikasi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid (Usahid) Jakarta. Tulisan ini dalam rangka menyelesaikan tugas kuliah Review Tokoh Kritis dengan dosen pengampu Dr. Fahruddin Faiz.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!