26.3 C
Jakarta

Kini, Sakit Jantung Tidak Harus Menunggu Tua Dulu

Baca Juga:

JAKARTA – Penyakit jantung koroner kini bukan lagi dimonopoli oleh orang lanjut usia. Data di RS Jantung Harapan Kita dalam 5 tahun terakhir ini, dari 4.525 kasus jantung koroner, lebih dari 10 persen berusia sekitar 55 tahun, dan 5,4 persen berusia dibawah 40 tahun.

“Serangan jantung dibawah usia 50 tahun saat ini menjadi hal yang lumrah dan gampang ditemukan,” kata spesialis jantung dr Bambang Dwi Putra, anggota PERKI, di sela temu media dalam rangka Peringatan Hari Jantung Sedunia 2018, Jumat (28/9).

Munculnya penderita jantung koroner berusia muda diakui Bambang tidak lepas dari gaya hidup masyarakat sekarang. Dimana generasi sekarang seringkali memiliki gaya hidup yang tidak sehat.

Menurut Bambang, setidaknya ada enam faktor pemicu penyakit jantung koroner. Yakni merokok, kolestreol yang tinggi, hipertensi, diabetes melitus, usia pria diatas 45 tahun, wanita diatas 55 tahun. Serta adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung koroner.

Kasus kematian mendadak yang seringkali terjadi ditengah masyarakat akibat serangan jantung acapkali sulit dinalar. Sebab orang yang terserang penyakit jantung memiliki gaya hidup sehat seperti tidak merokok, gemar berolahraga dan menjaga pola makannya.

“Tetapi tentu ada satu atau dua risiko yang dimiliki oleh yang bersangkutan yang kadang masyarakat tidak mengetahuinya,” lanjut Bambang.

Adapun gejala serangan penyakit jantung koroner yang harus diwaspadai amtara lain nyeri/rasa tidak nyaman di dada, di substernal, dada kiri atau epigastrum, menjalar ke leher, bahu kiri dan tangan kiri serta punggung. Rasanya seperti tertekan, diremas-remas terbakar atau ditusuk.

Gejala tersebut seringkali disertai keringat dingin, mual, muntah, lemas, pusing melayang dan pingsan. Kondisi seperti itu timbul secara tiba-tiba dengan intensitas tinggi, berat ringan bervariasi.

Sementara itu, Direktur Percepatan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes dr Cut Putri Arianie mengatakan penyakit jantung menjadi salah satu jenis penyakit yang membutuhkan biaya perawatan sangat mahal. Data BPJS Kesehatan, pengeluaran anggaran untuk pengobatan penyakit jantung koroner setiap tahun meningkat. Tahun 2014 misalnya BPJS Kesehatan harus mengeluarkan Rp 4,4 triliun, tahun 2016 meningkat menjadi Rp 7,4 triliun.

Menurutnya penyakit jantung koroner dapat dicegah dengan mengendalikan perilaku yang berisiko seperti penggunaan tembakau, diet yang todak sehat dan obesitas, kurang aktivitas fisik serta penggunaan alkohol.

Dalam pecegahan dan pengendalian penyakit tidak menular, termasuk penyakit jantung koroner, pemerintah fokus pada upaya promotif dan preventif seperti gerakan masyarakat hidup sehat (Germas), program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga, meningkatkan gaya hidup sehat dengan perilaku CERDIK (cek kesehatan berkala, enyahkan rokok, rajin aktivitas fisik, diet sehat, istitahat, dan kelola stres).

“Selain itu bagi pasien penyandang penyakit tidak menular harus melakukan pola hidup PATUH yakni periksa kesehatan secara rutin, atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat, tetap beraktivitas fisik dengan aman, upayakan diet sehat dan gizi seimbang, menghindari asap rokok, menuman beralkohol dan zat karsinogenik lainnya,” tutup Cut Putri.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!