30.4 C
Jakarta

Literasi, Kauman dan Muhammadiyah

Baca Juga:

Oleh: Widiyastuti SS Mhum

Muhammadiyah yang lahir di tahun 1912 tidak bisa dilepaskan dari Kampung Kauman yang menjadi tempat kelahirannya. Pendirinya, KHA Dahlan, adalah abdi dalem yang bertanggung jawab terhadap kemakmuran Masjid Gedhe, yang merupakan masjid jami’ Kasultanan Yogyakarta.

Para sahabat dan muridnya yang menjadi pendukung utama Muhammadiyah di awal berdiri dan masa pengembangannya, juga merupakan anak-anak muda Kauman. Perempuan muda yang mendobrak budaya dengan belajar di sekolah umum, juga merupakan anak-anak Kauman.

Berdirinya Frobel atau pendidikan anak usia dini pada tahun 1919, juga terjadi di Kauman. Musholla khusus perempuan pertama, juga didirikan di Kauman pada tahun 1922. Model asrama untuk anak-anak perempuan yang sekolah atau yang dikenal dengan Internaat juga dimunculkan oleh Nyai Ahmad Dahlan di Kauman.

Sangat erat dan tak dapat dipisahkan antara Kauman dengan Muhammadiyah, bukan hanya karena di kampung itulah Muhammadiyah berdiri namun ‘all out’ warga Kauman dalam mendukung Muhammadiyah dengan jiwa, raga dan harta tidak diragukan lagi. Sampai saat ini jejak-jejak Muhammadiyah masih bisa dilihat dengan jelas di Kauman.

Gerakan literasi awal di negeri ini juga tidak bisa lepas dari Kauman dan Muhammadiyah. Ketika awal tertatanya gerak Muhammadiyah, bagian pustaka adalah pilar awal yang menggerakkan Muhammadiyah bersama bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), pengajaran dan tabligh.

Pada jaman itu, berdirilah bibliotheek (perpustakaan) di Kauman sebagai perpustakaan yang kemudian diikuti dengan gerakan Mabulir yang digagas Daozan Faruk, warga Kauman. Bibliotheek ini yang mendedikasikan hidupnya untuk literasi. Apa yang dilakukan oleh Daozan Faruk, ternyata membuahkan semangat yang luar biasa setelah lebih dari dasa warsa, dengan bergeloranya gerakan literasi di area komunitas.

Setelah lebih dari 80 tahun gelora literasi dihidupkan di Kauman, lahirlah Perpustakaan Masjid Gedhe Kauman di tahun 1982. Perpustakaan ini digawangi orang-orang muda, aktivis Muhammadiyah dan angkatan mudanya. Perpustakaan ini berkembang cukup pesat dan menjadi pelopor perpustakaan masjid di Yogyakarta. Keberadaan perpustakaan ini, dibina oleh BPPMI (Badan Pembina Perpustakaan Masjid Indonesia) DI Yogyakarta yang diketuai KPH Godhokusumo.

Pada saat itu, Perpustakaan Masjid Gedhe Kauman berhasil membangun jejaring yang cukup baik dengan pemerintah maupun perpustakaan lainnya. Perpustakaan Masjid Gedhe Kauman pada tahun 1995, pernah mendapatkan penghargaan sebagai perpustakaan masjid terbaik se-DIY.

Kauman dengan segala keunikan masyarakatnya, telah menempatkan perpustakaan yang waktu itu digawangi oleh Azman Latief (sekarang menjadi ketua Takmir Masjid Gedhe Kauman) sebagai sebuah pusat kegiatan. Sebagai pusat, perpustakaan ini telah menelorkan kegiatan-kegiatan yang cukup fenomenal. Sebut saja Pekan Muharram (yang sekarang berkembang menjadi Silaskota) adalah sebuah kegiatan rutin yang mengumpulkan banyak komunitas untuk mengikuti serangkaian kegiatan yang berpusat di Masjid Gedhe.

Perpustakaan juga menjadi pusat koordinasi kegiatan Pesantren Liburan Anak (PLA). PLA ini merupakan ajang interaksi dan silaturrahmi anak-anak Kauman yang masih tinggal di Kauman dan anak-anak warga Kauman yang sudah tidak bertempat tinggal di Kauman. Kegiatan ini diselenggarakan untuk mengisi waktu liburan anak-anak.

Perpustakaan juga menjadi arena interaksi antara warga asli Kauman yang sering disebut KK dan warga pendatang yang biasa disebut PD, karena di perpustakaan inilah mereka bisa menjadi pengurus atau pengelola.

Pada tahun 1990-an di Kauman berkembang beberapa organisasi pemuda seprti ORENA, OREKA, Pemuda Muhammadiyah dan nasyiatul ‘Aisyiyah yang digerakkan oleh anak-anak KK serta Pengajian Al Wahidah yang digerakkan oleh anak-anak PD (salah satu penggeraknya adalah dr. Hanung mantan direktur RSP Sardjito).

Meskipun demikian, secara umum interaksi diantara keduanya tetap bisa berjalan dengan baik. Di perpustakaan inilah, menjadi ajang interaksi dan komunikasi antar anak-anak muda Kauman. Berbagai rapat baik rapat Pemuda, NA, ORENA atau OREKA sering juga dilakukan di perpustakaan. Dan itu tidak mengganggu aktivitas perpustakaan itu sendiri. Itulah yang menjadikan perpustakaan sebagai tempat favorit untuk kumpul-kumpul.

Sederhana

Pengelolaan perpustakaan pada saat ini masih sangat sederhana, baik dalam hal pencatatan peminjaman, katalog maupun keanggotaan. Prinsip pengelola pada waktu itu, perpustakaan dapat berjalan sesuai dengan apa yang bisa mereka lakukan.

Pengelola tidak ingin mempersulit diri sendiri dengan ketentuan yang sifatnya formal. Prinsip mereka, bergenbiara ria dalam menjalankan perpustakaan, sehingga tak ada beban apapun dalam menjalan kegiatan ini.

Pengurus perpustakaan, dalam kegiatannya sangat didukung oleh Takmir Masjid Gedhe karena semua biaya operasional ditanggung oleh Takmir. Itulah yang mungkin menjadikan pengurus tidak pernah kesulitan dengan biaya operasional perpustakaan.

Koleksi perpustakaan itu didapatkan dari koleksi lama dan juga sumbangan dari berbagai pihak. Koleksi perpustakaan ini juga sangat beragam, mulai buku-buku umum, pop, anak-anak sampai buku-buku agama.

Pengurus juga menempatkan seorang petugas tetap, meskipun selalu ada petugas piket yang digilir dari pengurus perpustakaan. Langkah ini dilakukan agar proses peminjaman buku di perpustakaan tetap bisa berlangsung.

Sistem kerelawanan yang dipakai pengurus, dengan menjadikan anak-anak Kauman sebagai pengurus dan petugas pike. Tidak heran jika kemudian sedikit muncul kesan ekslusif dari sisi pengelola. Pasalnya, hanya orang Kauman saja yang bisa menjadi bagian dari pengelola perpustakaan. Ini telah menjadi tradisi, dengan banyak pertimbangan. Apalagi, di Kauman masih sangat banyak anak-anak Kauman yang bisa diajak untuk menghidupkan perpustakaan.

Perpustakaan ini tetap berjalan sampai tahun 2000-an dan kemudian tutup karena persoalan tempat yang dipergunakan oleh SD Muhammadiyah Kauman sebagai kelas. Pada waktu itu, buku-buku hanya ditumpuk di Gedung Kuning yang terletak di sebelah utara Masjid Gedhe. Sampai pada tahun 2010-an, ketika dilakukan penataan bangunan yang ada di Kompleks Masjid Gedhe, bangunan yang dahulu dipergunakan sebagai KUA dimanfaatkan sebagai perpustakaan.

Aktifitas perpustakaan tetap berlanjut meskipun masih sangat standar, sampai akhirnya pada tahun 2015, perpustakaan ini dibuka kembali dengan manajemen yang tertata baik dan digawangi oleh anak-anak muda yang peduli terhadap aktivitas yang ada di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Sejak saat itu, perkembangan perpustakaan ini sangat pesat. Kegiatannya tidak lagi sekedar pinjam meminjam buku, tetapi pada tahun 2017 dibuatkan Kids Corner yang khusus menyediakan koleksi untuk anak-anak.

Literasi, Kauman dan Muhammadiyah adalah satu hal yang tidak dapat dipisahkan. Kepeloporannya telah ditunjukkan sejak awal abad XX dan tetap bertahan sampai abad XI. Jika Muhammadiyah telah memasuki abad kedua, maka Kauman dengan gerakan literasinya juga telah memasuki usia 1 abad.

Kauman memang hanya sebuah kampung kecil di tengan Kota Yogyakarta, namun banyak sekali keistimewaan yang dimilikinya. Bukan hanya menjadi “Kampung Muhammadiyah” namun Kauman layak menjadi Kampung Literasi. Kauman Yogyakarta, memiliki perjalanan sejarah literasi yang panjang dan tidak mati tertelan jaman.

(Widiyastuti SS Mhum, Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah)

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!