31.3 C
Jakarta

Memprihatinkan, Islamophobia Masih Ada di Eropa Disaat Jumlah Muslim Meningkat

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Sekum PP Muhammadiyah Prof Abdul Multi, ketika membuka pengajian PP Muhammadiyah pada Jumat (11/9/2020) antara lain mengatakan, disaat pertumbuhan Islam di Eropa cukup pesat, ada yang memprihatinkan. Keprihatinan itu antara lain karena Islamophobia tetap ada.

Bahkan, Abdul Mu‘ti mengungkapkan, ada keprihatinan yang mendalam atas terjadinya pembakaran Al-Quran di negara yang selama ini menagungkan nilai demokratis.

Arief Hafaz Oegroseno, duta besar Indonesia untuk Jerman mengatakan, di semua negara Eropa, ada warga Muslimnya. Dan diperkirakan, peningkatan jumlah Muslim di Eropa, dengan atau tanpa migrasi, akan tetap meningkat. Konflik Syria, dan sejumlah negara Timur Tengah lainnya, berpengaruh terhadap peningkatan Muslim di Eropa.

“Angkanya sekitar 10 persen. Ini cukup  signifikan,” ujarnya.

Selain itu menurut Oegroseno, Muslim di Eropa, tingkat kelahirannya cukup tinggi dibandingkan warga Eropa. Ini tentu menyumbang pertumbuhan Muslim di Eropa dengan cukup tinggi.

Eropa, menurut Oegroseno, masing menganggap Islam dan Eropa. Keduanya dianggap berbeda dan terpisah. Ada nilai Eropa yang pada saat ini, bisa dijadikan basis pemahaman mengapa Islamophobia sangat kuat. Pertama, ada pemahaman Islam yang salah. Islam equal dengan Arab atau Timur Tengah. Islam itu equal dengan radikal.

“Meski kita tahu ini tidak betul. Ada jauh lebih banyak Muslim yang tinggal di luar wilayah Timur Tengah,” ujarnya.

Kedua, sejarah meninggalkan kesan, Roma menganggap invasi bangsa Arab, Moor terutama di Portugal dan Spanyol. Kondisi ini, hingga saat ini dianggap sebagai potensi ancaman terrorist attack.

Oegroseno mengungkapkan ada tiga hal yang bisa mendorong keberadaan Islamophobia. Pertama, people driven. Adanya pernyataan, ungkapan ataupun tuduhan dan tagline yang tidak menguntungkan bagi Islam. “Ungkapan ini cukup memprihatinkan, apalagi itu terjadi di negara yang sangat demokratis,” ujarnya.

Kedua, government driven, masih adanya diskriminasi bagi warga Muslim di Eropa yang dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja. Seperti yang terjadi di Belgia, ketika akan menyewa apartemen, dan dikatakan ada yang kosong, namun ketika didatangi oleh perempuan yang berjilbab, mereka membatalkannya. “Ini tidak saya dengar di Jerman, namun terjadi di negara Eropa lainnya,” ujarnya.

Selain itu, Oegroseno juga mengatakan, adanya pelarangan memakai jilbab di tempat tertentu. Ini juga berdampak pada meningkatnya Islamophobia.

Ketiga, media driven, sangat berpengaruh dalam menambah Islamophobia, baik media mainstream maupun media kuning.

Peran

Indonesia, khususnya Muhammadiyah menurut Oegroseno, bisa memberikan kontribusi bagi upaya membantu memberikan gambaran bahwa Islam tidak identik dengan Timur Tengah.

“Ada negara Islam yang demokratis. Islam hidup di negara yang menghargai wanita. Ada kepala negara wanita, anggota dewan wanita yang jumlahnya banyak, dan sebagainya,” ujarnya.

Muhammadiyah, secara khusus Oegroseno mengatakan, dapat membuka perwakilan Muhammadiyah di Eropa. Muhammadiyah juga dapat menjadi kontributor dalam penyusunan kurikulum di Eropa. “Membawa tokoh Muhammadiyah ke Eropa dan menghadiri pertemuan yang membahas tentang Islam,” ujarnya.

 

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!