Ketua PP Muhammadiyah, Muhadjir Effendy sedang berbincang dengan siswa MIM Tanjungsari Gunungkidul, Ahad (9/4/2017). (foto : heri purwata)

JAKARTA, MENARA62.COM–Penolakan terhadap penerapan sekolah lima hari yang dianggap tidak menyentuh permasalahan pendidikan nasional terus terjadi. Hal ini pun dijawab oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy. Menurut Muhadjir pada rilis yang diterima redaksi Menara62.com, terdapat beberapa dasar turunnya Permendikbud No. 23 th 2017, yang memuat penerapan sekolah lima hari, salah satunya PP No 19 th 2017 tentang beban kerja guru, sebagai pengganti PP No 74 tahun 2008.

Di dalam PP No. 19 tentang beban kerja guru, mengamanatkan agar beban kerja guru disesuaikan dengan beban kerja PNS pada pada umumnya, yakni lima hari seminggu dan delapan jam perhari.

Adapula keputusan Rapat Kabinet tanggal 3 Februari 2017 lalu, Pemerintah memutuskan agar hari libur sekolah disinkronkan dengan hari libur pegawai.

“Jadi lima hari delapan jam sekolah itu mengacu kepada beban kerja guru, bukan belajar siswa di kelas. Adapun belajar siswa tetap mengacu pada kurikulum 2013 (K13),” kata Muhadjir pada rilis yang diterima Menara62.com, Senin (14/8/2017).

Mengenai penolakan terhadap lima hari sekolah yang dituding akan mereduksi pendidikan di pesantren dan Madrasah Diniyyah (Madin), Muhadjir menampik hal tersebut menurutnya, Kemendikbud sudah mengakomodir dengan pola lima hari sekolah.

Tiap hari hanya menambah sekitar satu jam 20 menit dibanding enam hari sekolah. Berarti untuk SD sudah selesai jam 12.10 sedang utk SMP sekitar jam 13.20. Jadi dalam kaitannya dengan Madrasah Diniyah (Madin) siswa tetap bisa belajar di Madin sebagaimana biasa.

Bahkan dalam Permendikbud No. 23 th 2017, tambah Muhadjir ada pasal-pasal yang mengatur perihal kerja sama sekolah dengan Madin, dalam rangka penguatan pendidikan karakter (PPK).

“Saya tegaskan, Kemendikbud tidak ada rencana membuat program FDS atau Full Day School, yang ada adalah program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK),” jelas Muhadjir.

Seperti diketahui penyusunan PP No. 19 th 2017 dan Permendikbud No. 23 th 2017 sejak awal memang melibatkan kementerian-kementerian terkait. Seperti Kementerian Agama (kemenag) yang dalam hal pelaksanaan kerja sama sekolah dengan Madin, sepenuhnya mengikuti saran dan usulan dari Kemenag.

Kemendikbud memang berharap sosialisasi dan klarifikasi kepada organisasi NU serta Muhammadiyah dilakukan Kemenag sebagai pengelola pendidikan pesantren maupun Madin mengingat Kemenag sebagai pembina dan penanggung jawab bidang itu.

“Tentu penjelasan saya ini jauh dari cukup. Masih banyak hal yang harus dijelaskan dan di dialog kan. Saya sangat  menghormati perbedaan, dan yang menyatakan perbedaan  dengan cara-cara terhormat. Saya menyadari, ada stigma negatif telah dituduhkan ke saya. Dalam hal ini saya tegaskan, Insyaallah saya jauh dari niat tidak terpuji seperti yang dituduhkan itu,” tutup menteri yang juga pimpinan pusat Muhammadiyah ini.