JAKARTA, MENARA62.COM – Partai Ummat menilai Presiden Jokowi gagal mengelola konflik agraria yang terjadi selama lima tahun terakhir yang menyebabkan meluasnya ketimpangan dan ketidak-adilan di seluruh tanah air.
Data yang dihimpun Partai Ummat menunjukkan dalam lima tahun terakhir telah terjadi 2.288 konflik agraria yang mengakibatkan 1.437 orang mengalami kriminalisasi, 776 orang mengalami penganiayaan, 75 orang tertembak, dan 66 orang tewas.
Padahal, kata Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi, al-Qur’an telah mengingatkan melalui Surat al-Maidah Ayat 32, “…bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia…”
“Mereka adalah korban ketidak-adilan struktural, tetapi pemerintah masih berkilah dan memberikan kesan seolah-olah mereka korban konflik horizontal,” Ridho menjelaskan.
Tidak cuma itu, lanjut Ridho, penguasaan tanah oleh segelintir elit oligarki semakin menunjukkan ketimpangan yang memperdalam jurang kaya-miskin yang ujung-ujungnya rakyat banyaklah yang menjadi korban dan mengalami ketidak-adilan struktural.
“Sebanyak 68 persen tanah yang ada di seluruh Indonesia saat ini dikuasai oleh satu persen kelompok pengusaha dan badan korporasi skala besar. Sementara itu, di sisi lain, lebih dari 16 juta rumah tangga petani yang menggantungkan hidupnya dari bertani, masing-masing hanya menguasai lahan di bawah setengah hektar,“ Ridho menambahkan.
Berdasarkan data di atas, Partai Ummat menyimpulkan bahwa ketimpangan dan ketidak-adilan penguasaan tanah di Indonesia sudah sangat parah. Konflik yang berakar pada perampasan tanah yang hampir merata terjadi di seluruh Indonesia sering tidak ada sangkut-pautnya dengan kepentingan rakyat.
Namun ironisnya, Partai Ummat menyesalkan, meskipun konflik agraria ini sudah sampai pada tahap yang sangat mengkhawatirkan di mana keutuhan bangsa jadi taruhannya, tapi belum ada tanda-tanda upaya penyelesaian yang komprehensif dan menyentuh akar masalah.
“Pemerintah masih bermain-main dengan cara penyelesaian yang parsial, kagetan, bahkan tak jarang melibatkan aparat keamanan yang haram hukumnya dalam negara demokrasi,“ kata Ridho.
Ridho Rahmadi mengibaratkan cara pemerintah menyelesaikan konflik agraria selama ini tak ubahnya seperti mengobati kanker stadium lanjut dengan menempelkan koyo pada bagian tubuh yang sakit.
“Untuk menutupi wajah konflik agraria yang sudah pucat-pasi digerogoti kanker ganas, mereka memoleskan lipstik di bibir untuk menyembunyikan kenyataan,” Ridho menambahkan.
Yang lebih ironis lagi, lanjutnya, di masa pandemi ini justru konflik agraria meningkat. Ini karena perusahaan besar memanfaatkan pandemi untuk melakukan ekspansi bisnis di wilayah pedesaan yang kondisinya tidak separah perkotaan.
Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menunjukkan bahwa khusus di masa pandemi ini (2020) terjadi peningkatan konflik agraria masing-masing 28 persen di sektor perkebunan dan 100 persen di sektor kehutanan dibandingkan tahun sebelumnya (2019).
Ridho menegaskan sebagai kekuatan politik bangsa, Partai Ummat merasa berkewajiban untuk memberi peringatan kepada pemerintah supaya jangan lagi bermain-main atau menganggap sepele konflik agraria yang sangat potensial menyulut kerusuhan sosial.
“Soal ketidak-adilan ini adalah soal redistribusi lahan, bukan soal sertifikasi lahan. Dengan segala hormat, jangan lagi anggap bagi-bagi sertifikat sebagai solusi,” lanjut Ridho.
Atas dasar hal di atas, Partai Ummat dengan ini menyampaikan tiga tuntutan kepada pemerintah. Pertama, agar pemerintah segera membentuk Badan Otorita Reforma Agraria, yang merupakan perintah dari Tap MPR Nomor IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (PA dan PSDA).
Kedua, agar pemerintah segera mengumpulkan data penguasaan agraria yang valid dan terintegrasi. Dan ketiga, agar pemerintah segera mewujudkan “Peta Tunggal Agraria” dan road map penyelesaian sengketa agraria.
Selanjutnya, Ridho Rahmadi melanjutkan, sebagai bentuk konkret partisipasi dan peran aktif Partai Ummat dalam upaya menyelesaikan konflik agraria di tanah air, insya Allah Partai Ummat akan mendirikan Kantor Bantuan Hukum Ummat (Kabah Ummat).
Lembaga bantuan hukum ini, kata Ridho, pertama, akan memberikan bantuan hukum kepada anggota masyarakat yang menjadi korban konflik agraria atau konflik struktural lainnya. Kedua, memberikan pendampingan kepada anggota masyarakat untuk mendapatkan sertifikat atau kepastian hukum dari lahan yang sudah digarap dan dikuasainya sangat lama.
Terakhir, pungkas Ridho, Partai Ummat juga mengajak seluruh komponen masyarakat untuk turut aktif mengawasi pelaksanaan Perpres No. 86/2018 tentang penyelenggaraan Reforma Agraria.*