33 C
Jakarta

Perang Hibrida Berkembang, Indonesia Harus Perkuat Ketahanan Nasional

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM– Indonesia harus mewaspadai berkembangnya perang hibrida. Perang model ini belakangan berkembang pesat setelah perang konvensional mulai ditinggalkan.

“Perang nonmiliter berkembang, tetapi paling mengemuka memang perang hibrida,” kata Mayor Jenderal Toto Siswanto yang hadir mewakili Sesjen Wantanas Letjen TNI Nugroho Widytomo pada Diskusi Panel Serial (DPS) dengan tema Pertahanan Non Militer, Sabtu (2/9).

Selain Mayjen Toto Siswanto, hadir pula sebagai pembicara Gubernur Lemhanas Letjen TNI (Purn) Agus Wijoyo, Ketua Umum PPAD Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri,  Wakil Ketua FKPPI Indra Bambang Utoyo yang mewakili Ketua FKPPI sekaligus Ketua Aliansi Kebangsaan, dan Pembina YSNB Pontjo Sutowo, serta Ketua Panitia Bersama DPS Iman Sunario, dan Prof. Dr. La Ode Kamaludin yang bertindak sebagai moderator DPS.

Menurut Mayjen Toto, perang hibrida adalah perang yang melibatkan dua sumber daya peperangan yang relatif berbeda, kemudian dipadukan sedemikian rupa menjadi satu jenis peperangan baru. Perang hibrida memiliki keunggulan luar biasa.

Karena keunggulannya yang luar biasa tersebut, perang hibrida dikatakan Mayjen Toto banyak dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang memiliki superioritas terhadap lawannya.

“Dan ternyata Indonesia, sekarang berada dalam kancah perang hibrida ini,” lanjut Mayjen Toto.

Untuk menghadapi hal tersebut, menurut Mayjend Toto,  Indonesia perlu mengupayakan strategi penguatan Ketahanan Nasional yang meliputi seluruh aspek kehidupan bangsa. Dan hal tersebut membutuhkan upaya besar yang pasti melibat seluruh komponen bangsa.

Ketua Umum PPAD Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri mengakui dalam perang generasi keempat, Indonesia ternyata belum mampu mengantisipasinya dengan baik. Sebagai akibatnya Timor-Timur misalnya, lepas dari Indonesia karena kalah dalam perang informasi.

Untuk itu maka Indonesia memerlukan Ketahanan Nasional yang tangguh. Ketahanan Nasional yang didasarkan pada Pancasila dan nilai-nilai luhur bangsa.

“Pada saat ini, tujuan perang telah bergeser dari penguasaan teritori menjadi menjadi penguasaan sumberdaya atau dengan kata lain bertujuan ekonomi,” kata Letjen TNI (Purn) Kiki.

Metode perang  dilakukan dengan dengan dua cara yaitu pembusukan politik dan pembajakan negara. Jika hal tersebut tidak diantisipasi, dikawatirkan negara dapat takluk dikuasai asing seperti runtuhnya Uni Soviet.

Sementara itu Gubernur Lemhanas Letjen TNI (Purn) Agus Wijoyo mengingatkan bahwa pemerintah sebaiknya berhati-hati dalam memutuskan setiap bentuk kerjasama. Saat ini hubungan antar negara, tak satupun dilakukan murni tampa pamrih.

“Diperlukan kewaspadaan dalam setiap hubungan antar negara. Terlebih pada saat ini Gatra ideologi dan politik menunjukkan penurunan pada tingkat  “kurang tangguh” dalam kurun waktu tiga tahun terakhir,” jelas Agus.

Dengan posisinya yang strategis, Indonesia perlu meneguhkan kembali konsensus dasar Kebangsaan sebagai pondasi kehidupan kebangsaan meliputi Pancasila, UUD NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!