31.3 C
Jakarta

Peringati HUT Ke-12 Aliansi Kebangsaan, Pontjo: Mari Refleksi Diri Kebangsaan Kita dengan Jujur!

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Merayakan HUT ke-12 sekaligus memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-94, Aliansi Kebangsaan menggelar kegiatan Orasi Visi Indonesia dan Peluncuran Podcast Tiga Ranah Pancasila, Jumat (28/10/2022). Kegiatan yang berlangsung secara hybrid di Hotel Sultan tersebut dihadiri Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet), Ketua PEPABRI Agum Gumelar, Linda Agum Gumelar, pengusaha Aburizal Bakri, Pimpinan Redaksi Kompas Ninok Leksono dan sejumlah tokoh nasional. Orasi Visi Indonesia dibawakan oleh Budayawan Garin Nugroho.

Dalam sambutannya Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo menegaskan Aliansi Kebangsaan yang didirikan 28 Oktober 2010 bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda adalah jaringan intelektual lintas kultural dan lintas keyakinan yang dipersatukan atas kepedulian yang sama untuk memajukan kebangsaan yang berperadaban berdasarkan Pancasila dalam rangka mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan yaitu merdeka bersatu berdaulat adil dan makmur.

“Setiap kali memperingati hari Sumpah Pemuda, sepatutnya kita merefleksi diri atas kebangsaan Indonesia karena menyadari kebangsaan dapat tumbuh subur atau layu bahkan mati sesuai zaman dan tuntutan keadaan. Dengan refleksi yang jujur, kita dapat mengenali dan menakar potensi kelemahan pencapaian kebangsaan Indonesia untuk menghadapi masa kini dan masa depan,” kata Pontjo.

Menurutnya Sumpah Pemuda menjadi tonggak terpenting kebangsaan Indonesia yang dilakukan para pemuda dengan mengalahkan berbagai kepentingan untuk bersumpah, atas Bertumpah darah Satu,  Bangsa Satu dan Bahasa Satu yaitu Indonesia.

Dari tonggak sejarah ini lanjut Pontjo ada dua hal pentin yang harus diingat. Pertama adanya kesadaran dan pengakuan atas berbagai perbedaan dan solideritas kekitaan yang menyatu dalam bangunan kebangsaan Indonesia. Kedua, adanya kerelaan mengorbankan kepentingan pribadi, kelompok dan atau golongan untuk tujuan kolektif yang lebih besar demi kebajikan hidup yang lebih besar. “Inilah janji kebangsaan yang harus terus kita pelihara semangatnya,” tegas Pontjo.

Sayangnya, kata Pontjo, setelah 77 tahun Indonesia merdeka dan 94 tahun Sumpah Pemuda diikrarkan, banyak pihak menengarai telah terjadi erosi bahkan perapuhan keindonesiaan kita. Pancasila yang ditasbikan sebagai dasar negara belum sepenuhnya dikembangkan sebagai ideologi kerja.

Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo

Pada kesempatan yang sama, Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengapresiasi perjalanan Aliansi Kebangsaan di bawah kepemimpinan Ketua Umum Pontjo Sutowo yang kini telah memasuki usia ke-12 tahun.

Peringatan hari ulang tahun yang bertepatan dengan momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda, jelas Bamsoet, mengisyaratkan pesan kebangsaan yang ingin dibangun dan diwujudkan bersama, untuk mendobrak sekat-sekat primordialisme dan sekat-sekat ego-sentris. Mengingat di tengah kemajemukan Indonesia sebagai sebuah bangsa, salah satu cara untuk dapat bertahan dari pusaran peradaban dan dinamika zaman, adalah dengan mentransformasikan setiap diri sebagai bagian dari satu ke-Indonesiaan.

“Eksistensi Aliansi Kebangsaan ibarat oase di tengah minimnya pemikiran kritis dan gagasan konstruktif dalam wawasan kebangsaan. Misalnya mewacanakan paradigma Pancasila dalam pembangunan nasional ke dalam tiga ranah, yaitu tata nilai, tata kelola, dan tata sejahtera,” kata Bamsoet.

Bagi lembaga MPR, Aliansi Kebangsaan merupakan mitra penting dan strategis karena adanya kesamaan visi dan kepedulian terutama dalam memaknai urgensi pembangunan wawasan kebangsaan. Selain itu, Aliansi Kebangsaan juga menjembatani MPR dalam membangun sinergi dan kolaborasi dengan berbagai entitas kebangsaan lainnya. Misalnya, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Forum Rektor Indonesia dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.

“Dengan mengedepankan sikap inklusif dan merangkul semua pihak, menjadikan kerjasama MPR dengan Aliansi Kebangsaan bisa berjalan baik dan optimal. Selaras dengan visi kelembagaan MPR, sebagai ‘Rumah Kebangsaan’ yang mewadahi berbagai arus pemikiran dan dinamika kebangsaan,” kata Bamsoet.

Bamsoet menerangkan, sinergi dan kolaborasi yang telah sukses dibangun MPR dengan Aliansi Kebangsaan antara lain dalam penyelenggaraan forum seminar kebangsaan dan focus group discussion. Kerjasama ini dibangun untuk menghadirkan ruang konsensus bersama berbagai entitas dalam pergumulan Indonesia yang bhineka, dalam upaya membangun peradaban Pancasila.

“Dengan mengangkat isu-isu kebangsaan yang relevan dan kontekstual, penyelenggaraan diskusi konstruktif dimaksudkan untuk menggugah kesadaran kolektif tentang persoalan-persoalan mendasar dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan, serta menggalang tanggungjawab intelektual, untuk turut memberikan kontribusi pemikiran dalam mengupayakan transformasi sosial,” kata Bamsoet.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo

Aliansi Kebangsaan Dorong Jadi Warga Negara Sesungguhnya

Sementara itu, Garin Nugroho dalam Orasi Visi Indonesia mengungkapkan adanya fakta bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat tradisi lisan, masyarakat bertutur bukan masyarakat data dan fakta. Lantas bagaimana visi Keindonesiaan dibangun dalam masyarakat narasi dan simbol bukan data dan fakta , tidak saja pada revolusi 1.0,2.0.3.0 , namun juga 4.0,5.0?  Bagaimana kualitas kepemimpinan  berbangsa, jika warga pemilih tidak berbasis fakta data, namun dibentuk narasi dan symbol-simbol  di era serba  kemasan media baru?

“Harap mahfum, kalaupun para calon Presiden kita sekarang berebut menarasikan dan menyibolkan citra dirinya di media social , sesungguhnya kita hidup dalam kebudayan  naratif dan simbol-simbol,” kata Garin.

Bagi Garin, penting untuk mendorong masyarakat tidak hanya dihidupkan narasi dan simbol pencitraan maya, namun modal kultural narasi dan simbol bertumbuh berbasis data -fakta , menjadi tuturan peta  social, ekonomi, budaya dan politik ke Indonesiaa, menjadi sebuah gelombang narasi-narasi dalam  visi keIndonesiaan yang terus  merespond jaman. Dengan  demikian Visi Keindonesiann hidup dalam beragam  bentuk narasi di ruang public dan ajar lewat  beragam tuturnya,  baik dalam ruang gaya  hidup lewat fashion, sinetron, media social hingga ruang relaksisasi penuh tawa kebersamaan sehari-hari.

Dalam orasinya, Garin juga memberikan catatan penting terkait keindonesia. Catatan pertama adalah apakah benar kita sudah menjadi warna negara Indonesia? Menurutnya, secara formal, kita semua adalah warga negara berbasis syarat formal adminitrasi dan hukum.

“Namun benarkah kita menjadi warga negara seperti yang dinyatakan Aristoteles, sebuah warga yang aktif berpatisipasi sesuai tujuan besama. Dalam pengertian umum, warga negara  adalah  warga yang memiliki pemahaman sejarah dan tujuan negara, berpartisipasi secara aktif dalam memajukan bangsa dan negeri termasuk membangun visi keIndonesiaan , sekaligus memberi sumbangsih berkarya sekecil apapun ataupun besar dalam skala mengelola proses cita-cita berbangsa,” tegasnya.

Catatan kedua, apakah ada strategi kebudayaan? Sejarah mencatat, negeri ini telah berusaha membangun esensi masyarakat sebagai warga negara dengan politik dan ekonomi sebagai panglima. “Namun pernahkah kita berkehendak menjadikan  budaya sebagai panglima, ketika pertanyaan sekecil apapun atas tujuan berbangsa adlah sebuah oasis kebudayaan?” tukas Gari.

Menurutnya dilema terbesar , seringkali kata “ Kebudayaan “ ditafsir dalam arti sempit, yakni bentuk-bentuk kesenian khsusunya kesenian traditional dalam pengertian mikro, bahkan  kemudian ditafsir tidak mengandung kerja ekonomi dan kerja politik yang strategis bagi sebuah pemerintahan di era industrial ini. Sebuah pandangan sempit yang menjadikan visi berbangsa terikut sempit dan kerja politik ekonomi  penuh krisis dan inkonsistesi, serta totaliter pada paradigam sepihak ekomoni ataupun politik.  Layaknya filsof yang mengatakan, sebuah bangsa yang tidak  bertumpu pada kebudayaan akan menjadi binatang totaliter.

Garin menilai kebudayaan memilki dua perspektif, yakni  sebagai cara kerja, rasa dan cipta. Perspektif lebih luas  yang sangat penting, kebudayaan  sebagai cara berpikir, bekerja, bertindak dan bereaksi suatu bangsa , lewat seni, sains dan teknologi serta etika , di tengah perubahan dunia yang terus berubah dan terus direspond . Ia menghidupi dan dihidupi dalam  filsosofi, hukum dan perwujudtannya secara nyata dalam ruang sosiologis sehari-hari Kesemuanya itu dilakukan lewat kerja strategi kebudayaan.

Di tengah berkecamuknya pertanyaan apakah sudah menjadi warna negara dan bagaimana kebudayaan harus dijadikan sebuah strategi dalam membangun keindonesiaan, Garin menilai Aliansi Kebangsaan di bawah kepemimpinan Pontjo Sutowo, telah mampu mendorong kita semua untuk menjadi warga negara dengan hak dan kewajiban yang tertera di konstitusi, tidak sekadar menjadi warga konsumen , warga penggemar dan warga follower. Kalapun budaya dan strategi kebudayaan mendapatkan penekanan, sesungguhnya forum ini , menjadi bagian mengelola strategi budaya sebagai cara berpikir, bekerja, bereaksi dan bertindak di tengah perubahan geo-politik, geo-ekonomi-geo sosal dan alam yang terus berubah.

“Terimakasih Aliansi Kebangsaan, membawa kita beraliansi dalam kerja strategi  budaya yang tidak mungkin dilakukan tanpa kebersamaan sebagai ekosistem , terimakasih  mendudukkan dan mengumpulkan  kita semua sebagai warga negara dalam Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa,” tutup Garin.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!