32.5 C
Jakarta

Rocky Gerung Pernah Bantu Jubir Presiden Lolos Penjara

Baca Juga:

Jakarta– Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman terlibat silang pendapat dengan pengamat politik Rocky Gerung di sebuah program stasiun televisi, Kamis (11/6) malam.

Namun, meski berlangsung penuh penyangkalan ada hal yang baru terungkap di antara keduanya.

Di awal diskusi yang bertema Jokowi dan Masa Depan Demokrasi itu, diketahui bahwa mereka dulu ternyata bersahabat.

Ini terungkap setelah pembawa acara Rosianna Silalahi memebeberkan kedekatan keduanya.

“Saya senang dapat mempertemukan Fadjroel dengan Rocky dalam satu meja, sesama aktivis pro demokrasi masa Orde Baru,” ujar Rosi.

Rocky Gerung disebutnya tercatat menjadi sosok yang setia melawan Soeharto dan pernah membantu menulis pledoi untuk aktivis yang melawan rezim waktu itu.

“Di luar pemerintahan, saya mengundang orang yang ikut menulis pledoi atau pembelaan terhadap banyak mahasiswa yang ditahan pada era Soeharto, dia adalah Rocky Gerung,” Ujar Rosi.

Fadjroel tiba-tiba menimpali Rosi

“Termasuk yang menulis pledoi saya,” ujarnya.

Rosi lantas menyimpulkan keduanya sosok yang pernah berjuang bersama melawan rezim Orde Baru.

Fadjroel sebagai aktivis ITB sementara Rocky berasal dari institusi Perhimunan Pendidikan Demokrasi dan UI.

Meski kini keduanya berbeda haluan Rosi ingin tahu kedekatan mereka. Mendengar pengakuan dari Fadjreol, Rosi lantas mengulik kembali.

“Hei, itu rahasia negara,” ujar Rocky.

“Saat itu zaman Presiden Soeharto, Mendagri masuk kampus, anda ditahan dan pledoi itu salah satu ditulis oleh Rocky Gerung?” tanya Rosi.

“Yah, saya waktu itu didakwa 1 tahun meski akhirnya dipenjara 3 tahun lamanya, beliau yang menulis pledoi saya,” ungkap Fadjroel.

Sekadar informasi, Fadjroel Rachman dan Rocky Gerung sama-sama menjadi penggerak mahasiswa pra-reformasi 1998 atau Aktivis 98.

Kala itu, Fadjroel dan para mahasiswa pernah menolak kedatangan Rudini, Menteri Dalam Negeri. Ia menuntut Presiden Soeharto melepas jabatannya karena dianggap diktator.

Akibat aksi itu, Fadjroel dan lima rekannya ditahan di Bakorstranasda selama satu tahun, dan akhirnya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.

Ia mendekam di Tahanan Lapas Sukamiskin hingga ke Nusakambangan.

Rosi kemudian membongkar hal-hal lain terkait hubungan Fadjroel Rachman dan Rocky Gerung lainnya.

Rosi menanggapi jawaban Fadjroel dengan setengah berkelakar.

“Jangan-jangan kalau bukan dia (Rocky) yang menulis anda (Fadjroel) cuma enam bulan?”

“Nah itu harus dijelaskan juga,” kata Fadjroel sambil tertawa.

Sambil tersenyum, Rocky membela diri, “Tahanan politik itu kalau enam bulan, maling namanya.”

Aktivis Mahasiswa

Rocky lahir di Manado, 20 Januari 1959. Ia meraih gelar sarjana dari Universitas Indonesia saat usianya 27 tahun.

Sebagai orang yang belajar filsafat di UI, seringkali Rocky mengeluarkan pendapat menggunakan bahasa-bahasa filsafat di mana sering menimbulkan pro dan kontra.

Selama berkuliah, Rocky dekat dengan para aktivis berhaluan sosialis seperti Marsillam Simanjuntak, Hariman Siregar, dan lain-lain. Dia sosok yang aktif mengisi diskusi tentang perlawan pada Orde Baru pada 1998.

Setelah lulus, Rocky kembali ke UI dan mengajar di departemen ilmu filsafat, yang kini tergabung di dalam Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya.

Pria berkaca mata ini berprofesi sebagai tenaga pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Pada tahun 2007, ia mendirikan lembaga SETARA Institute yang fokus pada isu kesetaraan, HAM, dan keberagaman.

Sementara Fadjroel Rachman adalah pria kelahiran Banjarmasin yang merupakan salah satu tokoh aktivis 98. Ia sosok yang cukup vokal di kala mahasiswa berhasil menggulingkan pemerintahan Presiden Soeharto. Meskipun media tidak terlalu sering mengutip namanya kala itu.

Kegiatan Fadjroel sebagai seorang aktivis sudah dilakoni sejak tahun 1980-an, saat mengenyam pendidikan di ITB dan UI. Fadjroel tercatat mengambil jurusan kimia di ITB, lalu manajemen keuangan di Fakultas Ekonomi UI.

Di sela pendidikannya ia aktif berorganisasi, sebagai aktivis pro-demokrasi ia ikut terlibat dalam pendirian Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Persma ITB.

Fadjroel kemudian meneruskan kuliah Magister Hukum di Fakultas Hukum UI dan menjadi Doktor Ilmu Komunikasi Pascasarjana FISIP UI.

Di balik penjara, Fadjroel Rachman melahirkan karya tulis esai, puisi dan novel. Puisi-puisi yang dituliskan Fadjroel selama menjadi tahanan politik diterbitkan dalam kumpulan puisi Catatan Bawah Tanah dan Sejarah Lari Tergesa.

Sementara esai-esainya diterbitkan dengan judul “Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat” dan “Democracy Without the Democrats: On Freedom, Democracy and The Welfare State”.

Presiden Jokowi mengangkatnya sebagai Jubir sebab dianggap figur yang memahami beberapa cabang ilmu dan lebih artikulatif dibanding sosok lain. Selain itu Jokowi pernah mengutarakan keinginannya agar aktivis 98 masuk ke pemerintahan membantunya membangun negara.

“21 tahun reformasi tapi saya mendengar belum ada (aktivis 98)yang jadi menteri,” kata Presiden saat menghadiri halalbihalal aktivis 98 se-Indonesia, di Jakarta awal Juni 2019.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!