JAKARTA, MENARA62.COM – Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) Mahar Mardjono, Jakarta meluncurkan layanan unggulan terbarunya, Pusat Moyamoya dan Penyakit Serebravaskuler Kompleks pada Sabtu (24/5/2025). Peluncuran layanan Pusat Moyamoya dan Penyakit Serebravaskuler Kompleks tersebut dilakukan bersamaan dengan digelarnya Rokuya Tanikawa Live Microneurosurgery Course yang melibatkan sekitar 70 dokter bedah saraf dari berbagai rumah sakit di Indonesia.
Direktur Utama RS PON dr Adin Nulkhasanah Sp,S, MARS, dalam keterangan persnya mengatakan moyamoya merupakan jenis kelainan yang cukup langka di Indonesia. Namun kasus penyempitan di arteri pembuluh darah di otak ini dapat memicu terjadinya stroke terutama pada orang-orang berusia muda.
“Moyamoya merupakan faktor pemicu terjadinya stroke selain gaya hidup,” kata dr. Adin.
Kasus moyamoya diakui memang tidak banyak dibanding penyakit pembuluh darah lainnya. Namun dalam setahun ini RS PON sudah menangani sekitar 70 kasus moyamoya.
“Data di Indonesia memang belum ada, karena baru beberapa rumah sakit yang membuka layanan moyamoya. Mungkin dalam 5 tahun ke depan, kita bisa tahu insidensinya. Tapi mungkin di masa depan, lebih mirip Jepang dari pada Amerika. Insidennya bisa terjadi pada anak muda, usia 20-an, 30-an, 40-an,” jelasnya.
Insiden kasus moyamoya di tengah masyarakat diprediksi jauh lebih tinggi dari yang terlaporkan. Tren ini hampir sama dengan data di Jepang dan Amerika Serikat di mana di Jepang ditemukan 0,5 per 100 ribu penduduk dengan pasien termuda usia 2 tahun.
Menurut dr Adin, penyempitan pembuluh darah pada kasus moyamoya sangat rumit. Karena itu untuk menanganinya membutuhkan ketrampilan yang luar biasa dari seorang spesialis bedah syaraf.
Itu mengapa RS PON sebagai rumah sakit rujukan nasional yang mengampu rumah sakit-rumah sakit lain di Indonesia menggelar pelatihan Microneurosurgery dengan menghadirkan Prof. Rokuya Tanikawa dari Jepang. Prof Tanikawa merupakan pakar bedah saraf dunia yang sudah banyak memberikan pelatihan di berbagai negara.
“Profesor Tanikawa adalah salah satu pakar di dunia di bidang bedah saraf dan ini pertama kali beliau datang ke Indonesia untuk memberikan pelatihan,” lanjut dr Adin.
Melalui pelatihan microneurosurgery, dr. Adin berharap layanan moyamoya bisa dilakukan di rumah sakit lainnya di luar RS PON. “Kami ingin bagaimana layanan ini bisa dikembangkan agar semua masyarakat Indonesia bisa mengakses dan mendapatkan layanan yang sama dengan yang ada di RS PON,” tegasnya.
Deteksi Risiko Sejak Dini
Moyamoya (kepulan asap) merupakan kelainan genetik yang memengaruhi pembuluh darah otak, khususnya arteri karotis interna. Arteri ini menyempit dan bahkan dapat tersumbat, sehingga mengurangi aliran darah ke otak. Penyempitan ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah kecil yang baru di sekitar daerah tersumbat.
Disebut moyamoya karena pembuluh darah ini terlihat seperti ‘kepulan asap’ pada angiogram. Jumlahnya seringkali banyak di sekitar pembuluh darah yang utama, namun sifatnya sangat rapuh sehingga sewaktu-waktu bisa rusak.
Hingga kini, belum diketahui pasti pemicu moyamoya. Namun, mereka yang memiliki riwayat penyakit moyamoya pada keluarga, disarankan untuk memeriksakan diri sedini mungkin.
Deteksi dini kata dr Adin bisa dilakukan pada usia 30-tahun ke atas. Dengan check-up, potensi seseorang terkena moyamoya juga stroke bisa dideteksi sejak awal sehingga penanganannya bisa segera dilakukan.
“Sekarang sudah ada pemeriksaan kesehatan gratis, jadi faktor risikonya sudah terdeteksi sejak awal sebelum terjadi serangan,” katanya.
Moyamoya adalah factor risiko lain terjadinya stroke selain factor risiko klasik seperti diabetes, tekanan darah tinggi dan obesitas.
Pada kesempatan yang sama Prof. Tanikawa mengatakan penanganan kasus moyamoya adalah tindakan yang sangat rumit. Penanganannya bisa dengan operasi revaskularisasi microsurgery, yang dapat berupa revaskularisasi langsung atau tidak langsung. Revaskularisasi langsung merupakan prosedur yang melibatkan pembuatan bypass langsung dari aarteri kulit kepala ke arteri di permukan otaak untuk memulihkan aliran darah. Sedang revaskulaarisasi tidak langsung adalah prosedur arteri di dekat permukaan otak ditempatkan untuk memungkinkan pembuluh darah tumbuh dan terhubung dengan pembuluh darah otak lainnya, biasanya dalam beberapa bulan setelah operasi.
Kasus moyamoya pada anak-anak di bawah usia 10 tahun katanya dapat berakibat buruk, seperti perkembangan otak yang lambat, kemampuan belajar yang terganggu, dan kecerdasan IQ. Jika tidak segera diobati dapat menimbulkan kerusakan otak yang berlangsung hingga masa pubertas.“Anak-anak di bawah usia 30-40 tahun dapat terkena stroke,” terangnya.
Prof Tanikawa melihat pelatihan mikroneurosurgery ini penting untuk mendidik ahli bedah saraf muda yang lebih banyak di Indonesia. “Pelatihan ini tidak hanya untuk moyamoya, tetapi juga penyakit serebrovaskular lainnya, serta operasi berbasis tengkorak. Mengingat operasi bedah berbasis tengkorak, membutuhkan keterampilan dan pengetahuan bedah yang sangat baik,” lanjutnya.
Diakui lembaga pendidikan seperti RS PON cukup penting untuk meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat secara menyeluruh. “Saya sangat menantikan untuk mengembangkan pusat otak baru ini ,” tutupnya