JAKARTA, MENARA62.C0M — Saksi 16 yakin, Sertifikat Hak Pakai Sementara no:75 tahun 1987 itu atas nama Departemen Penerangan, dan tidak pernah dialihkan. Ini menjadi jawaban saksi di dalam sidang lanjutan kriminalisasi atas Kolonel Inf. (Purn) Eka Yogaswara di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Rabu (4/6/2025).
“Berdasarkan konfirmasi dari BPN Jakarta selatan, sertifikat hak pakai itu tidak pernah dialihkan pada pihak lain,” ujar saksi 15 dalam sidang kriminalisasi atas Kolonel Inf. (Purn) Eka Yogaswara.
Sidang kriminalisasi ini, dipimpin Kolonel Kum Siti Mulyaningsih, S.H. , M.H sebagai Ketua Majelis Hakim.
Kolonel Inf. Eka Yogaswara merupakan salah satu ahli waris Bek Musa yang memiliki lahan di Jalan Tendean 41 berdasarkan surat girik sebagai bukti kepemilikan lahan. Di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Oditur militer mendakwa Eka melanggar Pasal 385 ayat (1) dan Pasal 167 (1) KUHP. Eka Yogaswara, didakwa oleh Oditur Militer Tinggi, atas laporan Tessa Elya Andriana Wahyudi, selaku Legal Manager BUMN PT PFN, dengan tuduhan telah menyerobot lahan dan memasuki lahan tanpa izin dengan dasar kepemilikan Sertifikat Hak Pakai Sementara atas nama Departemen Penerangan.
Bagi Eka dan keluarga besarnya, tentu tuduhan ini terasa aneh dan janggal. Mengingat, lahan yang dimasuki itu milik engkong alias kakeknya sendiri, yang biasa dipanggil Bek Musa.
Saksi 16, merupakan pengelola perusahaan keluarga besar Eka yang antara lain mengelola lahan di Jalan Tendean 41 Jakarta Selatan.
Ketika ditanya majelis hakim, saksi 16 mengungkapkan, kesediaannya ikut mengelola lahan tersebut karena telah diperlihatkan tentang status lahan dengan sertifikat girik yang dimiliki oleh ahli waris Dul Salam dan Bek Musa yang merupakan kakek Eka Yogaswara.
“Saya yakin itu bukti kepemilikan yang sah,” ujar saksi 16.
Saat ditanya penasehat hukum Eka tentang pembangunan yang dilakukan saksi 16 di lahan Tendean 41, saksi 16 menjelaskan, pembangunan yang dilakukannya sudah mengikuti prosedur yang ada. “Dasar sebuah pembangunan itu adalah perizinan, dan izin tanpa kejelasan legalitas kepemilikan lahan, maka tidak akan keluar perizinan dari pemerintah,” ujar Saksi 16 yang mengaku sampai saat ini pihak PFN tidak pernah menemuinya sebagai pengelola lahan di Jalan Tendean 41 itu, apalagi memperlihat bukti kepemilikan yang sah.
Klaim
Klaim PFN atas lahan Tendean 41 itu, dengan menggunakan dasar hukum Sertifikat Hak Pakai Sementara no: 75 tahun 1987, menurut Agus Sasongko, penasehat hukum Eka, tidak bisa dipakai jadi dasar. Apalagi, tidak pernah ada pengalihan Sertifikat Hak Pakai itu pada pihak lain. Itu sebabnya, sejak awal jika pihak Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta cermat, maka mereka tidak menerima kasus ini. Pasalnya, PFN bukan para pihak dalam kasus kepemilikan lahan di Jalan Tendean 41. Bukti legalitas yang ada jelas disebutkan, Sertifikat Hak Pakai Sementara no: 75/1987 itu atas nama Deppen dan tidak pernah dialihkan.
Anehnya, dalam persidangan ini majelis hakim tidak banyak bertanya tentang dasar legalitas kepemilikan klaim lahan di Jalan Tendean 41 itu pada PFN. Meskipun, pada sidang sebelumnya majelis hakim meminta agar pihak PFN memperlihatkan Sertifikat Hak Pakai Sementara no:75/1987.