25 C
Jakarta

Tak Perlu ke China, Terapi Sel untuk Pengobatan Kanker Kini Ada di Indonesia

Baca Juga:

JAKARTA MENARA62.COM – Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak penderita kanker dari Indonesia yang mencari alternatif terapi ke luar negeri. China merupakan salah satu negara asing yang sering menjadi destinasi medis masyarakat Indonesia, terutama untuk pengobatan kanker dengan menggunakan terapi sel.

Namun kini China tengah menghadapi wabah coronavirus. Wabah tersebut tidak hanya menutup akses Kota Wuhan tetapi juga kota-kota lain di China. Otoritas setempat telah membatasi bahkan melarang transportasi antar negara dengan tujuan meminimalisir penularan coronavirus. Lalu bagaimana pasien-pasien kanker dari Indonesia melanjutkan terapinya jika China tertutup untuk penerbangan asing?

Dr. dr. Karina, SpBP-RE, Doktor di bidang Biomedik lulusan UI sekaligus Ketua dan Pendiri Yayasan Hayandra Peduli yang menaungi Klinik Hayandra & HayandraLab, memberikan solusi. Pasien kanker yang selama ini berobat ke China dapat memanfaatkan pengobatan atau terapi serupa yang kini sudah ada di Indonesia.

“Jadi tidak perlu khawatir karena saat ini terapi sel sebagai terapi pendukung pengobatan kanker, sudah ada di Indonesia,” kata Dr Karina pada acara Ngopi Bareng Dokter Karina, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (6/2/2020).

Teknologi pendukung terapi kanker yang dimaksud adalah teknologi Immune Cell Therapy (ICT) yang kini bisa diperoleh di Klinik Hayandra dan HayandraLab. Teknologi ini dibawa langsung oleh Dr Karina dari negeri sakura Jepang.

“Berawal dari pengobatan kanker kolon ibu saya di Jepang pada tahun 2016 silam, tim kami berhasil menarik teknologi terapi sel yaitu Immune Cell Therapy atau ICT dari Jepang ke Indonesia,” ungkap Dr. Karina.

Teknologi ICT merupakan hasil pembiakan dari darah pasien sendiri yang terdiri dari perpaduan sel T, sel NK dan sel NKT, yang merupakan sel imun alamiah tubuh kita.

Ngopi Bareng Dokter Karina dengan topik terapi kanker dengan ICT

“Pada pasien kanker, terutama pasien yang pernah menjalani kemoterapi, sel imun ini akan terhantam jumlahnya. Padahal jumlah dan keaktifan sel-sel ini merupakan kunci tubuh kita untuk dapat memusnahkan sel kanker yang tersisa dari operasi, radiasi ataupun kemoterapi,” jelas Dr. Karina.

Karena berasal dari darah pasien sendiri (autologus), terapi ini aman karena tidak ada resiko penolakan dari tubuh. Dr. Karina, mengatakan “Jujur saya pribadi sebelumnya tidak percaya bahwa terapi ini akan menyembuhkan ibu saya, karena beliau nyaris tidak mendapatkan efek samping apapun. Apalagi beliau juga hanya menjalani ICT pasca operasi, tanpa kemoterapi sedikitpun. Sebagai putri beliau yang juga seorang dokter, saya sangat kuatir saat itu.”

Berkaca dari pengalaman saat menemani ibunda berobat ke Jepang, Dr. Karina merasa bahwa masih banyak hal yang dapat diperbaiki saat menarik teknologi ini ke Indonesia. Biayanya sangat mahal, namun modalitas terapi yang lain seperti perbaikan pola makan, infus vitamin C, suplementasi vitamin D3 dan probiotik, serta pendampingan psikologi, sama sekali tidak diberikan di Jepang.

“Di Indonesia, semua ini kami berikan dalam upaya untuk membuat terapi ini lebih efektif. Beberapa penyempurnaan tehnik melalui tahapan validasi yang panjang juga telah kami lakukan, sehingga terapi ini lebih cocok bagi sel orang Indonesia yang ternyata berbeda dengan Jepang,” tukas Dr. Karina.

Terapi pendukung

ICT itu sendiri merupakan terapi pendukung dalam terapi kanker dan gangguan imunitas lainnya, yang memanfaatkan sel imun (pertahanan/kekebalan) tubuh, yaitu sel T, sel NK, sel NKT, dan sel lainnya. Sel-sel ini secara alamiah di dalam tubuh kita, berguna untuk menyerang sel kanker baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Prinsip dari terapi ini jelas Dr Karina adalah meningkatkan sistem imun tubuh pasien dengan memperbanyak jumlah sel imun dari tubuh pasien sendiri (autologus), kemudian mengaktivasi, dan menginfuskannya kembali ke tubuh pasien.

ICT secara umum dapat dipakai untuk pertama pencegahan terjadinya berbagai kanker solid/padat, diantaranya kanker otak, kanker tenggorokan, kanker paru, kanker hati, kanker payudara, kanker rahim, kanker serviks, kanker usus, kanker prostat, kanker ginjal, dan lain-lain.

Kedua, pendukung terapi standar kanker yang sudah umum diketahui (operasi, kemoterapi, radiasi)

Teknologi ICT yang diambil dari Jepang ini, diakui Dr Karina, sudah melalui proses validasi teknik selama 2 tahun untuk mencapai tingkat kesesuaian tertinggi bagi masyarakat Indonesia.

Terapi ICT diawali dengan melakukan pengambilan darah pasien sebanyak kurang lebih 60 cc, diikuti dengan proses pembiakan & aktivasi selama 2 minggu, lalu diinfuskan kembali ke pasien selama sekitar 1 jam.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!