“…Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku…” (Q.S. Yusuf: 86)
Tidak ada yang abadi di dunia ini. Susah-senang, sedih-bahagia, tangis-tawa selalu datang silih berganti menemani hari-hari kita. Suatu saat kesenangan meliputi hari-hari kita. Di saat lain, kesusahan akrab menemani kita. Suatu waktu kesedihan melingkupi hidup kita. Di lain waktu, kebahagiaan menyertai kehidupan kita. Isak tangis terkadang mewarnai perjalanan hidup ini, tak lama kemudian derai tawa hadir menyemangati. Inilah dinamika hidup. Tak ada yang abadi. Semua datang silih berganti. Tinggal bagaimana kita menyikapinya.
Al-Qur’an menuntun kita bagaimana menyikapi dinamika kehidupan ini. Apa yang harus kita lakukan ketika dirundung masalah, diliputi persoalan, didera ujian dan cobaan hidup? Apa pula sikap yang harus kita ambil ketika dibalut kesenangan, diliputi kebahagiaan, dipenuhi nikmat dan kemudahan dalam hidup ini?
Ada pelajaran yang sangat berharga dicontohkan oleh Nabiyullah Ya’kub AS, ketika didera kesusahan dan kesedihan akibat memikirkan nasib serta mengenang kepergian putra tercintanya, Yusuf AS, Sejak kepergian Yusuf (beserta saudara-saudaranya), yang tak kunjung kembali, Nabi Ya’kub AS menjalani hari-harinya penuh kesedihan. Meski demikian, beliau tetap sabar dan tabah menghadapi ujian hidup yang berat itu dengan tetap berserah diri kepada Allah SWT. Tentang kesusahan serta kesedihan yang dialaminya, Al-Qur’an mengabadikan ucapan Nabi Ya’kub AS dalam QS Yusuf ayat 86, “…Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku…” (QS Yusuf: 86).
Dengan kepasrahan yang total kepada Allah SWT, akhirnya Allah mengijabah doa Nabi Ya’kub AS agar kembali dipertemukan dengan putra tercintanya, yakni Yusuf AS. Tidak hanya itu, kebutaan yang dideritanya akibat terus menerus menangisi kepergian putra tercintanya itu pun, akhirnya sembuh atas izin Allah, dengan cara mengusapkan baju yang telah dikenakan oleh Yusuf AS. Demikianlah cara yang ditempuh oleh kekasih Allah ketika serangkaian ujian dan cobaan hidup hadir dalam kehidupannya. Hanya mengadu dan menumpahkan segala beban derita kepada Sang Maha Kuasalah cara terbaik untuk menyelesaikan persoalan hidup. Dialah Sang Maha Pemberi solusi.
Di sisi lain, ketika kita tengah diberikan berbagai kemudahan dalam menjalani hidup ini, diliputi kebahagiaan dan kenikmatan, maka Nabiyullah Sulaiman AS, mengajarkan bagaimana seharusnya kita bersikap. Atas segala nikmat serta karunia yang Allah berikan kepadanya, Nabi Sulaiman AS, sebagaimana termaktub dalam QS An-Naml ayat 40, mengatakan: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya, Maha Mulia”.
Anugerah
Demikianlah cara yang dipilih hamba-hamba kekasih Allah yang mulia. Ketika limpahan nikmat serta karunia Allah melingkupi kehidupannya, alih-alih menyombongkan diri dengan membusungkan dada, serta memandang rendah orang lain. Mereka justru menyadari sepenuhnya bahwa semua itu adalah anugerah serta karunia yang Allah berikan, untuk menguji apakah mereka mensyukuri nikmat itu ataukah justru mengingkarinya.
Dari keterangan ayat-ayat al-Qur’an tersebut, dapat kita pahami bahwa baik kesedihan ataupun kebahagiaan, isak tangis ataupun derai tawa, kesemua itu harus kita sikapi dengan penuh penghambaan kepada Allah SWT.
Kesedihan dan kesusahan hanya bisa terselesaikan dengan mengadu kepada Allah. Pun demikian halnya dengan kebahagiaan dan kenikmatan, hanya akan bernilai dan bermakna ketika kita sadari bahwa itu semua adalah anugerah Allah yang harus disyukuri.
Ruang Inspirasi, Kamis, 5 Desember 2019.