26.6 C
Jakarta

Tanpa “a” dan “b”, Toleransi terhadap Komunitas Muslim

Baca Juga:

Sejak beberapa hari yang lalu, pengelola Bangalay UoW, New South Wales, Australia, yang persis berada di depan kampus, sudah menyampaikan pengumuman lewat email kepada seluruh penghuni bangalay dan graduate house (GH) . Isinya, mereka akan mendatangkan petugas peternakan dari pedesaan Australia untuk memamerkan hewan khas Oz.

Diantara hewan yang diumumkan itu ada kambing, sapi, ayam, burung, kelinci, serta anjing dan babi. Semua warga boleh datang membawa anak-anaknya dan diumumkan pula bahwa acara ini boleh mengambil foto dan video. Sekedar informasi bahwa, aturan atau tradisi di sini, tidak semua acara boleh menggunakan kamera. Hanya acara tertentu saja yang sengaja dibolehkan atau terlebih dahulu minta izin jika mau mengambil gambar.

Acara diadakan di taman belakang bangunan bangalay. Bangalay adalah semacam apartemen mewah untuk mahasiswa pascasarjana UoW dengan bayaran yang cukup besar. Sedangkan GH, sama juga, cuma kelasnya sedikit di bawah, bayarannya pun lebih murah, kurang lebih enam belas juta Rupiah per bulan. Pembayaran tersebut sudah termasuk biaya air dingin air panas, listrik, kompor, wifi, kebersihan, dan mesin cuci.

Sekitar jam sepuluh pagi kami berlima, satu keluarga berangkat dari rumah. Jaraknya tak jauh sebenarnya. Hanya sekitar dua ratus meter. Seorang teman, menelepon nyonyaku, dia mau titip dua orang anaknya untuk ikut melihat hewan. Dia tak sempat karena ada dua bayi kecilnya, sedangkan suaminya sudah masuk kampus. Dia adalah seorang mahasiswa PhD, dua anaknya lahir di sini.

Di belakang bangalay, tempat pertunjukan hewan, sudah banyak warga yang datang. Hampir semua membawa anak-anaknya. Mereka adalah mahasiswa yang tinggal di bangalay atau GH, terdiri dari berbagai negara pun warna kulit. Tampak pula beberapa wanita yang memakai jilbab bersama putrinya. Ini menandakan bahwa dia adalah seorang Muslim.

Petugas mempersilahkan siapa saja yang mau masuk kandang yang terbuat dari besi setinggi satu meter. Ukurannya kecil sekitar, 15×10 meter. Umumnya yang masuk adalah anak-anak. Beberapa orang tua pun masuk menemani anaknya, mengambil gambar dan merekam. Saya dan nyonya tidak masuk. Hanya nonton dari luar. Petugas mengingatkan bahwa boleh membelai atau memegang hewan tapi tidak boleh mengangkatnya. Sambil si petugas ini keliling dengan skop plastik sapunya sambil mencari kotoran hewan jika ada, supaya lokasi tetap bersih dan tidak berbau yang kurang sedap.

Tontonan

Ada tiga puluh ekor hewan yang diperlihatkan oleh petugas peternakan, seperti yang saya sebutkan di atas. Dari awal saya sudah wanti-wanti anak-anak jangan sampai mendekat ke dua hewan, yakni anjing dan babi. Sebab akan membuat repot nanti kalau terkena air liur atau lidahnya.

Ternyata saya cukup senang dan bersyukur. Karena dalam kenyataannya tidak ada sama sekali kedua hewan tersebut. Padahal dalam pengumuman disebutkan dengan jelas kedua jenis hewan itu juga akan diperlihtkan. Saya bolak-balik mencari keliling kandang, memang tidak ada. Setelah yakin tidak ada, barulah saya merasa lega. Dugaan nyonyaku bahwa, kedua jenis hewan itu sengaja batal diperlihatkan untuk menghormati warga Muslim.

Ketiga anak-anakku bersama dengan anak tetangga, bebas masuk bermain dengan hewan-hewan ini tanpa ada satupun keraguan di dalamnya. Selain berfoto dengan ria, mereka juga memberi makan berupa rumput yang tumbuh di halaman bangalay. Anak-anak kambing yang mungil senang mendapat rumput hijau. Juga kelinci dan anak sapi. Seekor anak kambil bahkan melompati putriku mengambil rumput yang ada di tangannya.

Ada beberapa hikmah yang dapat saya tangkap dari acara ini. Pertama, hewan-hewan ini sengaja didatangkan agar dapat menjadi tontonan menarik bagi anak-anak warga. Selain melihat langsung hewan sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, juga mendidik anak-anak agar dapat berinteraksi dengan makhluk lain. Juga para orang tua bisa bertemu sesama orang tua di tengah kesibukan masing-masing.

Kedua, sebagaimana dikatakan oleh rekan seorang anggota TNI yang tugas belajar di sini, bahwa pengelola apartemen senantiasa memberi pelayanan dan hiburan gratis kepada penghuninya. Bahwa biaya sewa kamar yang mahal, sebagian dikembalikan ke penghuni dengan cara seperti ini. Tidak diambil semuanya sebagai keuntungan semata. Insya Allah, bulan depan kami semua akan dibawa melihat salju di Canberra, gratis. Lebaran lalu, mereka adakan silaturahmi sesama Muslim dengan mereka menyiapkan hidangan halal.

Ketiga, ini yang paling penting. Tidak adanya hewan “a” dan “b”, saya nilai adalah bentuk toleransi pihak pengelola terhadap komunitas Muslim yang ada di sini. Dalam pengamatan saya selama ini, ada kurang lebih 25 % penghuni di sini merupakan mahasiswa Muslim bersama keluarganya dari berbagai negara. Mulai dari Afrika, Timur Tengah, Bangladesh, dan kawasan Asia Tenggara.

Mereka mungkin sadar sendiri atau mungkin pula ada yang memberi tahu, bahwa, kedua jenis hewan tersebut adalah sesuatu yang harus hati-hati terhadap umat Islam. Dimana jika terkena dengan lidah dan air liurnya, maka akan membuat kerepotan yang luar biasa. Dengan dasar itulah, sekali lagi, mungkin, sehingga kedua jenis hewan tersebut itu urung dipertontonkan kepada anak-anak yang sebagian besar adalah Muslim.

Bagi saya, ini adalah contoh sikap toleransi yang sangat nyata.

Penulis: Haidir Fitra Siagian, Keiraville, Senin (15/7/2019) qabla duhur.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!