JAKARTA, MENARA62.COM – Dr. Amirsyah Tambunan Ketua Majelis Pendayagunaan Wakaf Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan apresiasi atas hibah yang diberikan BCA yang langsung diterima Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si, di dampingi Sekretaris Umum Prof. Dr. Abdul Mukti, dan Izul Muslimin SIP (21/12).
Direktur BCA Antonius Widodo Mulyono Dalam sambutan menyerahkan secara simbolis hibah properti kepada persyarikatan Muhammadiyah Aset yang dihibahkan berupa sebidang tanah dan bangunan memiliki lokasi strategis di Bekasi Jawa Barat.
“penyerahan hibah properti ini merupakan bagian dari kerja sama antara PP Muhammadiyah yang selama ini sudah berjalan karena memang Persyarikatan Muhammadiyah melalui sekolah, SD, SMP, SMA, dan universitas, termasuk rumah sakit sudah banyak memiliki hubungan kerjasama dengan BCA,” ujarnya Antonius
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas pemberian hibah tersebut yang saat ini diperuntukkan untuk Klinik Persyarikatan Muhammadiyah Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) di wilayah Bekasi Jawa Barat.
Dr. Amirsyah Tambunan Ketua Majelis Pendayagunaan Wakaf PP Muhammadiyah sering mendapat pertanyaan apa persamaan dan perbedaan mendasar antara hibah dan wakaf?.
Pertama, hibah maupun wakaf pemberian yang dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT tanpa mengharapkan balasan apapun. Kedua, pemberian seseorang atau lembaga kepada lembaga sosial untuk kepentingan sosial keagamaan. Perbedaannya antaran lain hibah yang diberikan sepenuhnya menjadi pemilik penerima. Sedangkan wakaf adalah merupakan peristiwa hukum yang berpindah dari pemilik (wakif) kepada Nazir untuk dikelola oleh Nazhir. Nazhir bukan pemilik, karena itu wakaf milik Allah, sedangkan nazhir sebagai pengelola.
Oleh sebab itu pada hakikat wakaf sebagai peristiwa hukum Islam berpindah pengelolaan dari wakif kepada Nazhir.
Dalam Islam dapat dipahami bahwa hibah maupun wakaf merupakan perintah Allah yang hanya mengharapkan ridha Allah. Al Qura’an tidak langsung menyebutkan kata hibah maupun wakaf. Perintah Allah membelanjakan harta yang dicintai berupa infaq dan sodaqoh untuk memperoleh kebajikan sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 92.
لَنۡ تَنَالُوا الۡبِرَّ حَتّٰى تُنۡفِقُوۡا مِمَّا تُحِبُّوۡنَ ؕ وَمَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ شَىۡءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيۡمٌ
Lan tanaalul birra hattaa tunfiquu mimmaa tuhibbuun; wa maa tunfiquu min shai’in fa innal laaha bihii ‘Aliim.
Artinya.
Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui.
Atas dasar itu baik infaq, hibah maupun wakaf sama-sama bernilai ibadah sosial untuk kemaslahatan bersama (maslahah ammah).
Pemberian dan penerima wakaf dan hibah sama-sama memperoleh manfaat berupa amal jariyah. Sedangkan penerima dan pengelola wakaf dan hibah juga memperoleh amal jariyah yang sama sepanjang niat, cara pengelolaan diperuntukkan bagi kemaslahatan umat dan bangsa pungkasnya.