SOLO, MENARA62.COM – Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengikuti Pelatihan Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah Nasional (PM3Nas) yang bertajuk “Menjadi Mubaligh Kaffah untuk Menjawab Tantangan Zaman” pada 11-13 Oktober 2024.
Acara tersebut diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) di Tabligh Institute Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Dalam kesempatan itu, Najihus Salam atau yang akrab disapa Najih mahasiswa dari UMS menjadi peserta terbaik di PM3Nas DPP IMM 2024.
Najih mengungkapkan bahwa dirinya merasa terharu dan sebuah kebanggaan menjadi peserta terbaik.
“Dari acara ini saya sangat terinspirasi dan beruntung berproses di PM3 ini, interaksi dengan sesama peserta yang kebanyakan mahasiswa magister dan juga pemateri hebat memberikan nuansa baru dan wawasan yang berharga,” ungkapnya Senin (13/10/2024).
PM3Nas DPP IMM tahun 2024 diikuti oleh 28 peserta dari berbagai wilayah dan daerah di Indonesia.
Tiga di antara peserta PM3Nas tersebut merupakan Mahasiswa UMS yaitu Najihus Salam (Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir), Taufiq Adi Kurniawan (Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir) dan Albi Almahdy (Prodi Pendidikan Teknik Informatika).
Salah satu pemateri pada acara tersebut, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal, Lc., M.Si., menyebutkan bahwa di Muhammadiyah hanya ada tiga kata, yaitu Keislaman, Kemajuan, dan Keindonesiaan.
“Ketiga poin ini sangat penting dan harus selesai. Kalau anda ingin menjadi mubaligh kaffah, saya tidak mengatakan bahwa anda harus menghafal Al-Qur’an,” paparnya.
Ia menjelaskan, menjadi mubaligh kaffah adalah menjadikan agama sebagai pedoman hidup dan membuktikan bahwa Islam itu bukan hanya narasi, tetapi solusi-solusi kemajuan bagi umat manusia.
Sebagai manusia, kata Fathurrahman Kamal, kita harus mengartikulasikan kemajuan. Termasuk kemajuan keislaman, yang harus relevan dengan fakta-fakta lokalitas kita yang berada di Indonesia.
“Indonesia hadir sebagai satu ornamen yang sangat indah dari cakrawala peradaban ini, yang diperjuangkan dengan darah para syuhada,” tuturnya.
Maka Muhammadiyah tanpa ragu, sebut Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, pada Muktamar 2015 di Makassar secara teologis Muhammadiyah memutuskan satu dokumen yang sangat penting, yang merupakan bagian dari fikih politik kontemporernya, yaitu Darul Ahdi wa Syahadah.
“Negeri Indonesia menjadi konsensus kita, negeri kesepakatan kita, para pendiri bangsa, dan inilah adalah amanah. Dan amanah akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan,” tegasnya. (*)