26.3 C
Jakarta

Giant Sea Wall Pantura Terlalu Mahal, Pelestarian Hutan Mangrove Adalah Solusi Paling Murah

Baca Juga:

SOLO,MENARA62.COM – Giant Sea Wall pantai utara Jawa (Pantura) menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) Presiden Prabowo Subianto yang masuk dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Tanggul laut raksasa ini rencananya akan dibangun dari Banten-Gresik yang terhubung dengan tanggul pengendali banjir dan rob di Tambaklorok, Semarang, Jawa Tengah yang sudah dibangun.

Dilansir dari pewartaan Tempo.com, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan bahwa proyek ini membutuhkan anggaran besar.

Menanggapi rencana pembangunan tersebut, ahli geomorfologi kebencanaan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof. Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si., menyampaikan bahwa ketika membangun suatu bangunan di sepenggal garis pantai itu akan berpengaruh pada penggalan lainnya bahwa kemudian mengalami penambahan daratan atau kebalikannya yaitu pengurangan bagian daratan.

Menurutnya, perlu kajian panjang di dalam merencanakan giant sea wall yang akan membutuhkan dana yang sangat besar. “Harus diperhatikan kajian AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang harus in situ,” tutur Kuswaji saat ditemui di kantornya, Selasa (4/3/2025).

Pantura dalam sejarahnya adalah perkembangan dari kerajaan-kerajaan seperti Batavia, Cirebon, Demak, dan Surabaya. Perkembangan Jawa utara juga sangat pesat di dalam infrastruktur, industri, dan pemukiman karena wilayah tersebut sangat layak dan strategis untuk industri. Pada akhirnya terjadi intrusi air laut karena semua industri ada di situ dan mereka menggunakan air tanah dalam.

Dari pandangan water table, lapisan batuan yang mengandung air tanah apabila diambil terus menerus ini menyerupai spons.

“Kalau diambil terus menerus itu amblas dan amblas sehingga turun (permukaan tanahnya),” ujarnya.

Giant Sea Wall menurut Kuswaji memang menjadi solusi ideal karena kasus di sepanjang Pantura itu ada penurunan daratan yang disebabkan pengambilan air untuk kebutuhan industri dan permukiman. Ketika terjadi penurunan daratan dan kenaikan muka air laut, maka akan terjadi banjir rob.

“Air sungai yang membawa dari daratan tidak bisa masuk ke laut kemudian akan terjadi banjir rob namanya karena satu sisi kenaikan air laut, satu sisi air yang dibawa sungai tidak bisa masuk ke laut,” jelasnya.

Dari pandangannya, apakah proyek ini akan diteruskan dan benar-benar direncanakan untuk dibangun, atau kemudian yang dibangun hanya skala-skala prioritas seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya.

Sementara itu apabila sea wall di bangun di wilayah tertentu (tidak terhubung), maka akan merubah sisi pantai yang lain. Kasus pembangunan yang hanya pada wilayah tertentu akan mempengaruhi garis pantai di sebelahnya yang menyebabkan banjir rob. Jika dibangun sea wall di Jakarta, wilayah Tangerang dan Bekasi akan terpengaruh, begitu pula apabila dibangun sea wall di Semarang, wilayah Demak dan Kendal akan terpengaruh. Sedangkan jika terhubung sepanjang Pantura akan membutuhkan biaya yang sangat besar.

Menurut ahli geomorfologi kebencanaan itu, yang paling ideal saat ini adalah mengkondisikan aturan yang ada selama ini untuk ditegakkan. Aturan mengambil air di sumur dalam dengan izin yang ketat harus ditegakkan. Kemudian dilakukan sosialisasi bahwa yang paling murah di dalam menjaga ekosistem di laut utara yang datar adalah menggalakkan pertumbuhan mangrove.

“Karena itu adalah natural sea wall yang efektif. Tapi kalau kemudian mangrove dihilangkan, digunakan untuk tambak, industri, atau permukiman, ya sudah kita akan menghadapi (dampaknya),” tuturnya.

Mangrove menjadi solusi paling murah dan pelestarian mangrove bermanfaat untuk menjaga ekosistem, menjaga gelombang yang mengenai garis pantai. Selain itu mangrove juga menjadi habitat ikan dan menjadi tempat pemijahan.

“Ikan-ikan besar yang bertelur di situ kemudian anak-anaknya dilatih berenang di situ baru kemudian mencari makan di laut lepas. Sebuah ekosistem yang alami, yang seharusnya dikembalikan karena itu memang anugerah Allah di daerah semacam itu merupakan ekosistem mangrove,” jelas dosen Fakultas Geografi UMS itu.

Habitat mangrove adalah pantai yang berlumpur yang sedimentasinya terus berjalan. Dari artikel yang ditulis oleh Greenwelfare.org mencatat data dari Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RPLS) yang diambil melalui Citra Satelit Landsat dengan metode interpretasi manual pada tahun 2007, terdapat 7.758.410 ha lahan mangrove di seluruh Indonesia. Namun angka ini terus mengalami penurunan signifikan dan kenaikan yang tak jauh, hingga tahun 2017 berdasarkan Satu Peta Mangrove Indonesia yang menggunakan metode Citra Satelit Landsat dari Badan Informasi Geospasial dengan metode interpretasi manual, merilis luas lahan mangrove di seluruh Indonesia menjadi 3.361.216. ha.

Kuswaji pada kesempatan tersebut belum bisa menjawab pertanyaan terkait dengan luas hutan mangrove yang dibutuhkan untuk menangkal dampak dari intrusi air laut atau sebagai Giant Sea Wall. Hal tersebut karena masih diperlukan kajian pasti. Namun menurut pandangannya, kajian tersebut pun akan lebih murah daripada pembangunan Giant Sea Wall.

Dia setuju pembangunan Giant Sea Wall apabila Indonesia memiliki banyak uang seperti tanggul laut raksasa yang ada di Belanda. Selain itu, apabila dibuat Giant Sea Wall, masyarakat pesisir juga akan terpinggirkan karena mereka tidak bisa leluasa untuk bepergian mencari ikan di laut. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!